Putusan MA Kasus TPI Cacat Hukum

Kamis, 13 November 2014 - 12:34 WIB
Putusan MA Kasus TPI Cacat Hukum
Putusan MA Kasus TPI Cacat Hukum
A A A
JAKARTA - Putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak peninjauan kembali (PK) PT Berkah Karya Bersama mengenai sengketa kepemilikan saham PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (CTPI) dinilai cacat hukum.

Sebab perkara ini seharusnya diperiksa di Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dan bukan di pengadilan. Anggota Komisi III DPR Aboe Bakar Al Habsy mengatakan, semestinya MA mengikuti aturan dalam Pasal 3 UU Arbitrase Nomor 30 Tahun 1999 yang menyatakan pengadilan tidak boleh mengadili perkara yang terikat dalam perjanjian arbitrase.

“Sehingga ini bukanlah kewenangan atau kompetensi absolut dari pengadilan,” tandas Aboe Bakar saat dihubungi kemarin. Menurut dia, penyelesaian sebuah perkara harus didasarkan atas perjanjian dari pihak yang bersengketa. “Saya rasa perlu dilihat klausul dalam perjanjian mereka. Biasanya sebuah perjanjian sudah mengatur choice of lawatau choice of forumnya,” ujarnya.

Apabila disepakati penyelesaian perkara melalui BANI, perkara ini tidak boleh diadili MA. Dalam kaidah hukum, menurutnya, dikenal doktrin pacta sunt servanda yang artinya sebuah perjanjian mengikat penuh para pihak dan harus ditepati. “Hal ini juga secara tegas diatur dalam Pasal 1338 KUH Perdata,” ungkap politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.

Hal senada diungkapkan Ketua Komisi III DPR Aziz Syamsuddin. Dia menilai langkah MA yang memutus perkara sengketa kepemilikan saham PT CTPI antara PT Berkah Karya Bersama dan Siti Hardiyanti Rukmana alias Tutut tidak tepat. Pasalnya, perkara itu sedang ditangani BANI. Azis pun menyarankan pihak yang beperkara agar melaporkan tindakan MA tersebut kepada Komisi Yudisial (KY).

“Silakan itu dilaporkan kepada Komisi Yudisial. Silakan kondisinya (pelakuhukum) nanti dinilai,” tandasnya. Menurut dia, langkah PT Berkah Karya Bersama danTutut dalam mengambil jalan hukum perdata melalui arbitrase seharusnya tidak diintervensi oleh hukum lain. Apa pun hasilnya putusan arbitrase yang menjadi pedoman.

“Sehingga pihak pengadilan (MA) seyogianya menghargai,” ujarnya. Anggota Fraksi Partai Golkar itu mengaku belum membaca detail bunyi putusan MA mengenai sengketa perkara PT Berkah Karya Bersama dengan Tutut.

Namun, menurutnya, jika perkara sengketa tersebut sedang beperkara di hukum arbitrase, institusi hukum lain bersifat menunggu sampai putusan hukum dari arbitrase keluar. Kuasa hukum PT Berkah Karya Bersama Andi F Simangunsong meminta KY untuk bersikap aktif dalam mengawasi tiga hakim MA pemutus perkara PK TPI.

Sebab kasus tersebut kini tengah ramai dibicarakan media karena adanya kesalahan hakim dalam menjalankan tugasnya. “Sepengetahuan saya, untuk kasus yang mencuat di media, KY bisa melakukan pengawasan secara aktif tanpa menunggu laporan dari pihak-pihak yang terlibat di dalamnya,” ungkapnya.

Guru Besar Ilmu Hukum Unpar Asep Warlan Yusuf mengatakan, perjanjian atau kesepakatan yang ditempuh oleh dua pihak dalam perkara perdata sifatnya mengikat seperti undang-undang. Karenaitu, menurutdia, jika PT Berkah Karya Bersama dan Tutut sudah memiliki perjanjian akan menyelesaikan perkara di BANI, maka hal itu wajib dilaksanakan.

“Institusi hukum lainnya tidak punya hak untuk mencampuri proses hukum dua pihak yang sudah bersepakatan,” ujarnya. Pakar hukum Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar juga mempertanyakan sikap hakim yang tetap mengambil putusan saat kasus tersebut diselesaikan di BANI.

Sebab pengadilan harus menyatakan dirinya tidak memiliki kewenangan memutus perkara ini karena sudah ditangani BANI. Karena sudah ada putusan, lanjutnya, hal itu hanya dapat dibatalkan dengan putusan baru. Perkara ini bisa lagi diajukan sebagai perkara baru bagi pihak yang dirugikan.

“Sehingga putusannya dapat berbeda,” ujarnya. Sementara itu, Kepala Biro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur mengatakan, putusan PK sengketa perkara kepemilikan saham TPI bisa saja batal jika kedua pihak berdamai karena perkaranya sedang berjalan di BANI.

Menurut dia, dalam perkara perdata, eksekusi dilakukan pihak pemohon. Ini berbeda dengan kasus pidana di mana jaksa bisa mengambil keputusan. “Artinya dibawa ke mana pun perkara itu kalau pihak sudah damai, ngapain lagi dibawa ke mana-mana? Silakan saja tapi hakim punya kewajiban untuk memutus perkara itu,” ungkapnya.

Karena itu, dia mengimbau semua pihak untuk menunggu apa yang menjadi pertimbangan majelis hakim karena jumlah tergugat maupun penggugat dalam kasus ini cukup banyak. “Sabar dulu sampai perkara itu selesai diminutasi dan ditandatangani semua hakim, lalu diproses minutasi dan dikirimkan kepada para pihak dan dipublish di direktori putusan MA,” ujarnya.

Menurut Ridwan, majelis hakim sudah memiliki pertimbangan sendiri dalam memutuskan perkara tersebut. “Silakan saja berpendapat, tapi nanti kita akan lihat apa yang menjadi pertimbangan hakim di dalam memutuskan ini. Tentunya majelis hakim sudah punya pertimbangan tersendiri dalam perkara ini,” terangnya.

MA, sambung Ridwan, juga mempersilakan jika putusan tersebut dibedah, apakah yang menjadi pertimbangan majelis hakim terhadap permohonan PK ini sudah tepat atau tidak. Tapi sekali lagi, menurutnya, perlu dicatat apakah semuanya terlibat dengan perjanjian arbitrase ini.

Disinggung soal putusan MA yang dinilai kontroversial oleh sejumlah pakar hukum mengingat perkaranya tengahberjalan di BANI, Ridwan kembali mengatakan bahwa hakim memiliki pertimbangan sendiri dalam memutuskan perkara ini.

Seperti diberitakan sebelumnya, majelis hakim PK kasus TPI dengan Ketua Majelis Hakim M Saleh dan hakim anggota Hamdi serta Abdul Manan memutus menolak permohonan PT Berkah Karya Bersama mengenai sengketakepemilikansahamTPI dengan Tutut.

Sucipto/Dita angga/Okezone/Sindonews
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5520 seconds (0.1#10.140)