Presiden Baru, Tantangan Menunggu
A
A
A
AHMAD SYARIFUDIN
Mahasiswa Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam
Fakultas Dakwah dan Komunikasi
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Sebagai pemimpin baru pilihan rakyat tentu memikul banyak tantangan dan harapan baru. Gegap gempita syukuran rakyat mengandung makna rakyat menyambut presiden baru dengan sejuta harapan baru.
Pelbagai tantangan dan tugas berat sudah menanti. Tugas utama Jokowi adalah menjawab tuntutan dari masyarakat mengenai realisasi segala janji yang dilontarkan pada masa kampanye. Semua menunggu gebrakan Jokowi untuk menghapus sikap skeptis di masyarakat akibat kegaduhan di parlemen beberapa pekan lalu.
Kabinet Kerja di bawah arahan presiden baru dituntut mampu menumbuhkan keyakinan dan optimisme tinggi pada pemerintah. Kebijakan jangka pendek atau yang kita kenal sebagai program 100 hari kerja nyata harus dirancang sedemikian rupa agar mampu memenuhi ekspektasi masyarakat.
Sentuhan di pelbagai sektor warisan yang perlu untuk dibenahi juga tak kalah menjadi prioritas utama. Era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memang mencapai berbagai kemajuan di pelbagai sektor, tetapi tak bisa dimungkiri beliau juga meninggalkan sektor yang perlu segera diperbaiki.
Presiden baru dihadapkan pada dua tantangan utama yaitu ekonomi yang pelik dan kabar dari dunia pendidikan yang memprihatinkan. Itulah tantangan awal di pemerintahan Jokowi-JK. Di sektor perekonomian tak pernah lepas dari barang yang menjamin hajat hidup orang banyak salah satunya bahan bakar minyak (BBM).
Jika pemerintah tidak segera membatasi laju konsumsi BBM subsidi, stok BBM subsidi akan dipastikan habis pada November 2014. Alternatif yang dimiliki pemerintahan SBY saat itu menambah porsi anggaran pendapatan belanja negara (APBN) untuk alokasi BBM atau dengan segera menaikkan harga BBM bersubsidi.
Hal ini ditegaskan dengan menaikkan subsidi BBM menjadi Rp305,3 triliun yang sebelumnya pada APBN 2014 se-besar Rp210,7 triliun atau dalam hal ini pemerintah meningkatkan subsidinya sebesar Rp139,6 triliun. Berarti, hampir dipastikan kebijakan pembatasan konsumsi BBM secara masif tidak akan dijalankan pemerintah tahun ini.
Ada kebijakan tersebut untuk meningkatkan stabilitas ekonomi pada 2014. Namun, kebijakan ini juga menjadi beban berat bagi pemerintahan baru karena sangat berpotensi mendongkrak defisit APBN. Dengan kondisi semacam ini, tentu sangat menyulitkan penyusunan anggaran bagi pemerintahan baru.
Kemudian di sektor pendidikan, muncul berbagai berita negatif seperti pelecehan seksual dan tawuran antarsekolah. Tentu dalam hal ini tidak lantas menghakimi salah satu pihak, namun semua pihak harus evaluasi diri. Dalam hal ini, pemerintah baru harus segera menyadari bahwa untuk membangun negara tak selalu bersandar pada kecerdasan intelektual semata, tetapi juga mental, kepribadian, dan karakter sangatlah penting.
Semoga gagasan Revolusi Mental yang diusung Jokowi- JK bisa diterapkan sebagai “bengkel manusia” ke arah perbaikan mental dan karakter yang nanti mencetak tunas bangsa yang berkepribadian membangun, bukan merusak bangsa. Saat ini hal tersebutlah yang kita butuhkan karena Indonesia tidak pernah kekurangan orang pintar, melainkan seringkali kekuranganorang baik dan jujur yang berjuang untuk bangsa dan negaranya.
Mahasiswa Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam
Fakultas Dakwah dan Komunikasi
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Sebagai pemimpin baru pilihan rakyat tentu memikul banyak tantangan dan harapan baru. Gegap gempita syukuran rakyat mengandung makna rakyat menyambut presiden baru dengan sejuta harapan baru.
Pelbagai tantangan dan tugas berat sudah menanti. Tugas utama Jokowi adalah menjawab tuntutan dari masyarakat mengenai realisasi segala janji yang dilontarkan pada masa kampanye. Semua menunggu gebrakan Jokowi untuk menghapus sikap skeptis di masyarakat akibat kegaduhan di parlemen beberapa pekan lalu.
Kabinet Kerja di bawah arahan presiden baru dituntut mampu menumbuhkan keyakinan dan optimisme tinggi pada pemerintah. Kebijakan jangka pendek atau yang kita kenal sebagai program 100 hari kerja nyata harus dirancang sedemikian rupa agar mampu memenuhi ekspektasi masyarakat.
Sentuhan di pelbagai sektor warisan yang perlu untuk dibenahi juga tak kalah menjadi prioritas utama. Era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memang mencapai berbagai kemajuan di pelbagai sektor, tetapi tak bisa dimungkiri beliau juga meninggalkan sektor yang perlu segera diperbaiki.
Presiden baru dihadapkan pada dua tantangan utama yaitu ekonomi yang pelik dan kabar dari dunia pendidikan yang memprihatinkan. Itulah tantangan awal di pemerintahan Jokowi-JK. Di sektor perekonomian tak pernah lepas dari barang yang menjamin hajat hidup orang banyak salah satunya bahan bakar minyak (BBM).
Jika pemerintah tidak segera membatasi laju konsumsi BBM subsidi, stok BBM subsidi akan dipastikan habis pada November 2014. Alternatif yang dimiliki pemerintahan SBY saat itu menambah porsi anggaran pendapatan belanja negara (APBN) untuk alokasi BBM atau dengan segera menaikkan harga BBM bersubsidi.
Hal ini ditegaskan dengan menaikkan subsidi BBM menjadi Rp305,3 triliun yang sebelumnya pada APBN 2014 se-besar Rp210,7 triliun atau dalam hal ini pemerintah meningkatkan subsidinya sebesar Rp139,6 triliun. Berarti, hampir dipastikan kebijakan pembatasan konsumsi BBM secara masif tidak akan dijalankan pemerintah tahun ini.
Ada kebijakan tersebut untuk meningkatkan stabilitas ekonomi pada 2014. Namun, kebijakan ini juga menjadi beban berat bagi pemerintahan baru karena sangat berpotensi mendongkrak defisit APBN. Dengan kondisi semacam ini, tentu sangat menyulitkan penyusunan anggaran bagi pemerintahan baru.
Kemudian di sektor pendidikan, muncul berbagai berita negatif seperti pelecehan seksual dan tawuran antarsekolah. Tentu dalam hal ini tidak lantas menghakimi salah satu pihak, namun semua pihak harus evaluasi diri. Dalam hal ini, pemerintah baru harus segera menyadari bahwa untuk membangun negara tak selalu bersandar pada kecerdasan intelektual semata, tetapi juga mental, kepribadian, dan karakter sangatlah penting.
Semoga gagasan Revolusi Mental yang diusung Jokowi- JK bisa diterapkan sebagai “bengkel manusia” ke arah perbaikan mental dan karakter yang nanti mencetak tunas bangsa yang berkepribadian membangun, bukan merusak bangsa. Saat ini hal tersebutlah yang kita butuhkan karena Indonesia tidak pernah kekurangan orang pintar, melainkan seringkali kekuranganorang baik dan jujur yang berjuang untuk bangsa dan negaranya.
(bbg)