Larangan Motor Dinilai Diskriminatif

Rabu, 12 November 2014 - 12:54 WIB
Larangan Motor Dinilai Diskriminatif
Larangan Motor Dinilai Diskriminatif
A A A
JAKARTA - Larangan sepeda motor melintas di Jalan MH Thamrin (Bundaran HI) hingga Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat menuai pro-kontra. Dari memicu kecemburuan sosial hingga terburu-buru.

Sebelum kebijakan ini diterapkan, Pemprov DKI Jakarta disarankan untuk menyiapkan infrastruktur pendukung. Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD DKI Jakarta Abdul Goni menuturkan, kebijakan ini memicu kecemburuan sosial karena saat sepeda motor dilarang melintas di jalan protokol tersebut, mobil boleh melenggang.

Padahal, pemilik kedua jenis kendaraan ini membayar pajak kendaraan bermotor (PKB). Mestinya masyarakat yang membayar pajak mendapatkan imbal balik dari pemerintah untuk menikmati fasilitas publik atas pajak yang dibayarkannya.

”Ini sangat diskriminatif,” kata Abdul Goni di DPRD DKI Jakarta kemarin. Diketahui, Pemprov DKI Jakarta melarang sepeda motor melintas di sepanjang Jalan Medan Merdeka Barat dan MH Thamrin mulai Desember mendatang selama sebulan.

Larangan ini sebagai upaya membatasi operasional kendaraan bermotor di Ibu Kota dan menjelang pemberlakuan jalan berbayar elektronik atau electronic road pricing (ERP). Pembatasan sepeda motor itu berlaku selama 24 jam. Menurutnya, kebijakan itu juga terburu-buru karena infrastruktur pendukung belum siap. Sebagai contoh, jumlah bus tingkat yang dijanjikan untuk mengakomodasi pengguna sepeda motor belum mencukupi.

Ditambah jam operasional bus itu hanya sampai pukul 21.00 WIB. Padahal, larangan sepeda motor melintas ini berlangsung 24 jam. ”Bagaimana dengan pengendara sepeda motor yang berjalan di sekitar lokasi itu di malam hari? Siapa yang akan melayani?” imbuhnya.

Lahan parkir yang akan menampung sepeda motor juga sangat sedikit. Alternatif yang disebutkan Dinas Perhubungan (Dishub) DKI, misalnya lokasi parkir IRTI Monas, Carrefour Harmoni, dan gedung di sekitar Bundaran HI tidak memadai. Kalaupun ada lahan parkir, umumnya disiapkan pemilik gedung untuk kebutuhan internal. Kendala lain ketersediaan infrastruktur pendukung berupa angkutan massal, seperti mass rapid transit(MRT), belum selesai dikerjakan.

”Sebaiknya larangan dimulai pada 2018 atau pada saat MRT mulai dioperasionalkan sehingga pemilik sepeda motor dapat dilayani dengan baik,” ungkapnya. Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Triwisaksana menuturkan, kebijakan larangan melintas sepeda motor mestinya harus dikonsultasikan ke legislatif.

Dalam konsultasikan akan dapat diketahui seperti apa kajian uji coba itu. Penumpukan sepeda motor di ruas jalan lain harus dapat diketahui seperti apa solusi dan antisipasinya. ”Pemprov DKI harus sosialisasikan kebijakan ini baru menerapkan uji coba. Jangan sampai masyarakat kaget dengan kondisi ini,” ujar politikus PKS itu.

Triwisaksana juga meminta penjelasan seperti apa park and ride yang disediakan untuk menampung sepeda motor. ”Kebijakan ini menimbulkan keresahan di tengah masyarakat, terutama di kalangan bawah. Apa pun policyyang dikeluarkan Pemprov DKI Jakarta terkait larangan sepeda motor itu semuanya terkesan terburuburu,” tandasnya.

Bintang Pradewo, 28, pengendara sepeda motor, mengatakan kebijakan itu sangat merugikan. Tidak semua pengendara dengan tujuan perjalanan di sepanjang Jalan MH Thamrin dan Bundaran HI memiliki mobil. Jika menggunakan bus Transjakarta akan menambah biaya, sedangkan bus tingkat jumlahnya sangat sedikit.

”Banyak sekali kerugian yang dituai pemilik sepeda motor kalau dilarang berjalan di sana,” kata karyawan swasta yang bekerja di Jalan MH Thamrin itu. Direktur Utama PT Transjakarta ANS Kosasih mengatakan, pihaknya telah diberi mandat oleh Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) untuk mengoperasikan bus tingkat, terutama di sepanjang koridor ERP.

Tahun depan pihaknya akan melakukan pengadaan 100 bus tingkat. Pengadaannya secara bertahap, dimulai 70 unit. Sementara itu, Ahok menegaskan larangan sepeda motor dilandasi kecelakaan lalu lintas di sejumlah ruas jalan Ibu Kota. Mayoritas korban adalah pengendara sepeda motor. Dia berharap larangan itu tidak hanya mengurangi jumlah pengendara sepeda motor juga, tetapi juga dapat mengurangi jumlah kecelakaan lalu lintas. ”Setiap hari ada sekitar 2 sampai 3 orang yang usianya rata-rata anak di bawah umur meninggal dunia akibat kecelakaan sepeda motor,” tuturnya.

Ilham safutra/Helmi syarif
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6973 seconds (0.1#10.140)