Online Asing Harus Dibatasi

Selasa, 11 November 2014 - 11:37 WIB
Online Asing Harus Dibatasi
Online Asing Harus Dibatasi
A A A
JAKARTA - Pemerintah tidak bisa membiarkan perusahaan internet asing terus menguasai pasar dalam negeri. Perlu dibuat aturan tegas agar kepentingan nasional terlindungi. Regulasi juga akan mendorong perusahaan lokal menjadi besar.

Pentingnya regulasi pembatasan online asing itu dikemukakan intelektual Islam dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Komaruddin Hidayat, Wakil Ketua Komisi I DPR Tantowi Yahya, serta pengamat intelijen dan hubungan luar negeri Susaningtyas Nefo Kertopati Handayani.

Kalangan praktisi internet Indonesia juga mendesak agar regulasi tersebut segera direalisasi karena penguasaan asing pada pasar internet di Indonesia sangat dominan. Komaruddin mengatakan pemerintah jangan sampai membiarkan Indonesia menjadi jajahan asing baik di wilayah darat, udara, laut maupun cyber world .

Menurutnya, tahap awal persaingan antarbangsa adalah adu kuat dan adu kepintaran. Tapi, kalau sudah sama-sama kuat dan pintar, yang muncul adalah kerja sama. ”Tapi di mana posisi Indonesia saat ini?” katanya di Jakarta kemarin. Komaruddin mengungkapkan, pemerintah tidak perlu mengkhawatirkan pembuatan regulasi yang membatasi atau mereduksi online asing di Indonesia akan melahirkan cap antidemokrasi.

”Kalau sudah menyangkut kedaulatan, kekayaan, serta potensi (dalam negeri), sudah barang tentu suatu negara berkepentingan untuk mengaturnya. Jadi, perlu dibedakan antara larangan dengan regulasi,” ungkapnya. Susaningtyas mengingatkan, online asing seperti pedang bermata dua. Jika pemerintah tidak hati-hati atau bahkan abai, hal itu bisa membawa dampak negatif bagi bangsa.

Dengan jumlah pengguna internet mencapai 71, 2 juta orang, Indonesia merupakan tujuan pasar global untuk memasarkan produk-produknya. Tanpa proteksi yang memadai, jelas itu bisa sangat membahayakan. ”Regulasi penting tidak hanya untuk memproteksi kepentingan dan industri internet dalam negeri, melainkan juga vital karena dunia internet terkait dengan sistem pengamanan negara,” kata dia.

Seperti diberitakan, pasar internet Indonesia menjadi surga bagi perusahaan-perusahaan teknologi informasi (TI) asing. Mereka leluasa beroperasi dan mengeruk pendapatan sebesar-besarnya tanpa harus memberikan kontribusi tertentu. Minimnya pengaturan membuat mereka bebas memasarkan semua produknya.

Dalam situs pemeringkatan alexa, 10 besar situs internet di Indonesia mayoritas dikuasai raksasa online asing. Pada urutan lima besar terdapat Google, Facebook, Youtube, Blogspot, dan Yahoo. Bandingkan dengan China. Lewat regulasi yang sangat ketat, online dalam negeri mereka bertumbuh sangat pesat.

Dalam jajaran 10 besar alexa, semuanya dikuasai perusahaan lokal. Baidu yang menempati posisi pertama merupakan situs mesin pencari (search engine) terbesar di negeri itu. Adapun jejaring sosial Weibo (semacam Twitter) merupakan situs utama rakyat Negeri Tirai Bambu itu untuk berkicau. China bukan satu-satunya yang berhasil menempatkan online dalam negeri sebagai situs andalan bagi penduduknya.

Di Rusia, online nomor satu adalah Yandex. Tanpa regulasi yang tegas, dominasi asing di pasar internet Indonesia bisa semakin lama bertahan. Itu artinya potensi kerugian bagi Indonesia juga makin besar. Pasalnya, perusahaan- perusahaan online asing ini tidak membayar pajak, tidak membuka lapangan pekerjaan, dan membuat perusahaan internet lokal terpinggirkan.

Anggota DPR Tantowi Yahya mengakui regulasi mengenai online asing mendesak untuk disiapkan. Legislatif mencermati bahwa iklim persaingan internet di Indonesia sangat memprihatinkan. Kekuatan modal, nama besar, ditunjang tidak adanya pengaturan yang jelas membuat online asing mendominasi pasar. ”UU kita terlalu liberal. Untuk itu DPR dan pemerintah perlu mengamendemen paling tidak dua UU, yaitu UU Telkom (telekomunikasi) dan UU ITE,” katanya.

Salah satu substansi dari perbaikan UU tersebut nantinya adalah agar kepentingan pengusaha dan perusahaan dalam negeri dilindungi. Mereka yang jelas kontribusinya baik dalam hal ekonomi maupun menjaga kepentingan nasional harus terus bisa survive. ”Amendemen UU tersebut juga untuk memastikan kita, pemerintah, dan rakyat dapat manfaat maksimal dari keberadaan online-online asing seperti Facebook, Google dan lainnya,” kata politikus Partai Golkar itu.

Dorong Perusahaan Lokal

Pendiri situs komunitas terbesar di Indonesia, Kaskus, Andrew Darwis, mengingatkan bahwa pemerintah harus bisa merangkul praktisi sekaligus memberi insentif bagi para pelaku usaha lokal terutama pemula (startup ). ”Jangan melulu menggunakan atau meng-endorse produk asing. Apalagi sebenarnya sumber daya manusia Indonesia bagus-bagus dan kita bisa,” ujarnya kepada KORAN SINDO kemarin.

Menurut Andrew, kurangnya dukungan dan keberpihakan menyebabkan perusahaan online lokal selalu kalah bersaing dengan online asing, terutama yang bisnisnya sudah berskala besar dan menggurita di mana-mana. Tak jarang juga pelaku usaha online lokal yang akhirnya terpaksa bekerja sama dengan investor asing demi mempertahankan dan mengembangkan bisnisnya.

”Mereka butuh dana untuk pengembangan bisnis, sementara untuk pinjam ke bank pun banyak yang tidak percaya. Di sisi lain investor lokal juga jarang yang mau,” kata alumnus S2 Universitas Seattle, Amerika Serikat, itu. Andrew menambahkan, keberadaan online asing menyebabkan berkurangnya potensi pendapatan perusahaan lokal dari pemasang iklan.

Belum lagi maraknya operator belanja online dan platform toko online asing yang ikut memperebutkan pangsa pasar konsumen di Indonesia yang memang besar. Direktur Eksekutif ICT Indonesia Heru Sutadi menegaskan, potensi konten, aplikasi, dan transaksi elektronik di Indonesia sangat besar. Seharusnya, semua orang memiliki keyakinan untuk menggunakan produk lokal.

Namun kurangnya sosialisasi dan publikasi menyebabkan penggunaan konten-konten lokal itu masih minim. ”Di era pemerintahan baru ini seharusnya mereka bisa merangkul aplikasi milik anak bangsa,” kata dia. Heru mengungkapkan, pemerintahan Joko Widodo mesti bisa mendorong perusahaan TI dalam negeri.

Salain itu pemerintah harus membuat inkubator dan harus membina perusahaan TI nasional. Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Semuel A Pangerapan mengatakan, salah satu hal yang juga harus dicermati untuk menghentikan dominasi online asing, terutama mengenai transaksi elektronik, adalah keberpihakan pemerintah.

”Untuk mengimbangi bisnis online luar negeri, pemerintah juga harus memberikan insentif kepada pengusaha yang bergerak dalam bidang sama. Caranya bisa dengan menerapkan ketentuan bebas pajak di sektor tersebut,” ujarnya. Sebagai informasi, pengguna internet di Indonesia berdasarkan data APJII pada 2013 mencapai 71,19 juta pengguna.

Jumlah ini melesat 13% dibandingkan catatan akhir 2012 yang sebanyak 63 juta orang. Dari jumlah ini, Indonesia menjadi pasar yang menguntungkan bagi online asing. Sementara itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengaku sedang mempersiapkan peraturan teknis terhadap keberadaan situs online asing di Indonesia.

Regulasi itu merupakan turunan dari Peraturan Menteri (Permen) Komunikasi dan Informatika No 36 / 2014 tentang Tata Cara Pendaftaran Penyelenggara Sistem Elektronik. ”Dari dulu memang dominan situs online asing dibandingkan situs lokal, kecuali di China. Untuk aspek regulasinya saat ini kami akan lengkapi,” kata Kepala Humas Kemenkominfo Ismail Chawidu.

Dia menjelaskan, permen tersebut mengatur kewajiban perusahaan TI publik harus terdaftar di Kemenkominfo. Adapun situs online asing harus mempunyai data center dan domain di Indonesia. Perusahaan online asing tersebut juga harus mempunyai konten lokal.

”Saat ini sudah banyak situs online asing yang membuka kantor cabang di Indonesia seperti Google dan Yahoo, sedangkan Twitter sudah berniat untuk membuka perwakilan di Indonesia,” katanya. Menurut Ismail, keberadaan situs online asing di Indo-nesia bukan tidak mempunyai keuntungan. Meskipun secara pendapatan pajak tidak menguntungkan negara, keuntungan diperoleh melalui layanan data bagi operator telekomunikasi seluler di Indonesia.

Rahmat sahid/Ichsan amin/Inda susanti/Heru febrianto/Khoirul muzakki
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8875 seconds (0.1#10.140)