Menakar Jejak Kepemimpinan Ical di Golkar
A
A
A
JAKARTA - Fenomena politik di Golkar menarik perhatian banyak pihak. Apalagi Golkar menjadi pemain inti di balik manuver politik Koalisi Merah Putih (KMP) di parlemen.
Hal itu dikatakan pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ahmad Fuad Fanani. Menurutnya, kepemimpinan Golkar ke depan sangat berpengaruh pada dinamika politik di negeri ini.
"Keinginan Aburizal Bakrie (Ical) untuk maju kembali sebetulnya suatu hal yang wajar saja. Apalagi dia merasa khawatir jika Golkar pindah ke pemimpin lain yang bukan representasi kelompoknya, maka arah politik Golkar akan berubah total," kata Ahmad Fuad lewat siaran pers kepada Sindonews, Selasa (11/11/2014).
Namun, keinginan itu pada dasarnya menafikan perlunya pembeliaan kepemimpinan di tubuh Golkar. Golkar membutuhkan darah segar dan pemimpin baru, agar pada tahun 2019 nanti partai ini akan mampu meraup suara yang banyak.
"Dengan pembeliaan kepemimpinan, maka jargon bahwa "suara Golkar, suara rakyat" akan lebih mudah dibumikan. Berkaitan dengan pembeliaan kepemimpinan ini, maka seyogyanya Aburizal Bakrie tidak perlu lagi mencalonkan atau menerima pencalonan sebagai Ketua Umum Golkar lagi," ucapnya.
Ahmad menjelaskan, Ical tetap akan menjadi king maker sebagaimana Amien Rais, Akbar Tandjung, dan politikus senior lainnya, jika Ical legowo untuk melakukan langkah politik itu.
"Pembelian kepemimpinan ini juga bertujuan agar rakyat tidak apatis dan menjadi tidak tertarik dengan Golkar. Maka, Ical seyogyanya menurunkan keinginannya demi membesarkan Golkar ke depan," tuturnya.
Hal itu dikatakan pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ahmad Fuad Fanani. Menurutnya, kepemimpinan Golkar ke depan sangat berpengaruh pada dinamika politik di negeri ini.
"Keinginan Aburizal Bakrie (Ical) untuk maju kembali sebetulnya suatu hal yang wajar saja. Apalagi dia merasa khawatir jika Golkar pindah ke pemimpin lain yang bukan representasi kelompoknya, maka arah politik Golkar akan berubah total," kata Ahmad Fuad lewat siaran pers kepada Sindonews, Selasa (11/11/2014).
Namun, keinginan itu pada dasarnya menafikan perlunya pembeliaan kepemimpinan di tubuh Golkar. Golkar membutuhkan darah segar dan pemimpin baru, agar pada tahun 2019 nanti partai ini akan mampu meraup suara yang banyak.
"Dengan pembeliaan kepemimpinan, maka jargon bahwa "suara Golkar, suara rakyat" akan lebih mudah dibumikan. Berkaitan dengan pembeliaan kepemimpinan ini, maka seyogyanya Aburizal Bakrie tidak perlu lagi mencalonkan atau menerima pencalonan sebagai Ketua Umum Golkar lagi," ucapnya.
Ahmad menjelaskan, Ical tetap akan menjadi king maker sebagaimana Amien Rais, Akbar Tandjung, dan politikus senior lainnya, jika Ical legowo untuk melakukan langkah politik itu.
"Pembelian kepemimpinan ini juga bertujuan agar rakyat tidak apatis dan menjadi tidak tertarik dengan Golkar. Maka, Ical seyogyanya menurunkan keinginannya demi membesarkan Golkar ke depan," tuturnya.
(maf)