Hakim Konfirmasi Pelibatan BPPT Dalam Pengadaan Transjakarta
A
A
A
JAKARTA - Sidang kasus dugaan korupsi pengadaan Bus Transjakarta pada Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, hakim mempertanyakan status Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang dilibatkan dalam pengadaan itu.
Menurut Hakim Ketua Supriyanto, penunjukkan BPPT sebagai konsultan perencana dan pengawas tidak sesuai ketentuan.
Hal itu dikatakan Supriyanto saat menyidangkan dua terdakwa yakni, Drajad Adhyaksa dan Setiyo Tuhu di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Dalam persidangan kali ini, hakim menghadirkan empat orang saksi berasal dari pegawai BPPT. Mereka adalah Prawoto, Rusmudi Suti, Agus Krisnowo, dan Setyo Margo Utomo.
Kepada Prawoto, selaku Kepala Tim Perencana dan Pengawasan Proyek Transjakarta, hakim Supriyanto sempat bertanya soal status BPPT yang dijadikan pihak konsultan.
Menurutnya, penunjukkan itu tak sesuai dengan aturan dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah.
"Ini (penunjukkan) tidak ada dalam Keppres pengadaan barang dan jasa, lalu bagaimana caranya BPPT dilibatkan?" tanya Hakim Supriyanto, dalam Sidang Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (10/11/2014).
Mendapat pertanyaan hakim, Prawoto menjelaskan, dilibatkannya BPPT oleh Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta lantaran penunjukkan langsung atas dasar kontrak kerja dan kesepakatan bersama.
Dia berkilah proses konsultan dilakukan layaknya konsultan umum. "Karena ini swakelola, makanya kami sebagai lembaga pemerintah tidak harus melalui lelang," jawab Prawoto.
Menanggapi jawaban Prawoto, hakim Supriyanto menilai, seharusnya Dishub DKI juga melakukan sistem lelang atas pekerjaan konsultasi perencana dan pengawasan.
Sebab, cara kerja BPPT dilakukan secara profesional, dan orang-orang yang terlibat di dalamnya juga mendapat honor. "Mestinya karena kami ahli, harusnya dibayar lebih tinggi," ucap Prawoto
"Kalau dibayar lebih tinggi, seharusnya dilelang saja, tidak perlu menunjuk langsung," timpal Supriyanto.
Mendengar pendapat hakim, Prawoto hanya tertegun tanpa membalas pendapat tersebut. Hal demikian pun sempat ditanyakan hakim kepada mantan Kadishub DKI Jakarta Udar Pristono dalam sidang sebelumnya.
Saat sidang itu, Udar kukuh tidak ada kesalahan dalam penunjukkan langsung terhadap BPPT. Dia berdalih payung hukum kerja sama itu sudah terjalin lama yaitu pada nota kesepahaman yang diteken antara Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo, Kapolda Metro Jaya, dan Dinas Perhubungan DKI Jakarta.
Tetapi, ketika dibenturkan oleh Hakim Joko Subagyo dengan struktur aturan dalam pengadaan barang dan jasa antara MoU dan Keputusan Presiden, Udar tak bisa menjawab.
Menurut Hakim Ketua Supriyanto, penunjukkan BPPT sebagai konsultan perencana dan pengawas tidak sesuai ketentuan.
Hal itu dikatakan Supriyanto saat menyidangkan dua terdakwa yakni, Drajad Adhyaksa dan Setiyo Tuhu di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Dalam persidangan kali ini, hakim menghadirkan empat orang saksi berasal dari pegawai BPPT. Mereka adalah Prawoto, Rusmudi Suti, Agus Krisnowo, dan Setyo Margo Utomo.
Kepada Prawoto, selaku Kepala Tim Perencana dan Pengawasan Proyek Transjakarta, hakim Supriyanto sempat bertanya soal status BPPT yang dijadikan pihak konsultan.
Menurutnya, penunjukkan itu tak sesuai dengan aturan dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah.
"Ini (penunjukkan) tidak ada dalam Keppres pengadaan barang dan jasa, lalu bagaimana caranya BPPT dilibatkan?" tanya Hakim Supriyanto, dalam Sidang Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (10/11/2014).
Mendapat pertanyaan hakim, Prawoto menjelaskan, dilibatkannya BPPT oleh Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta lantaran penunjukkan langsung atas dasar kontrak kerja dan kesepakatan bersama.
Dia berkilah proses konsultan dilakukan layaknya konsultan umum. "Karena ini swakelola, makanya kami sebagai lembaga pemerintah tidak harus melalui lelang," jawab Prawoto.
Menanggapi jawaban Prawoto, hakim Supriyanto menilai, seharusnya Dishub DKI juga melakukan sistem lelang atas pekerjaan konsultasi perencana dan pengawasan.
Sebab, cara kerja BPPT dilakukan secara profesional, dan orang-orang yang terlibat di dalamnya juga mendapat honor. "Mestinya karena kami ahli, harusnya dibayar lebih tinggi," ucap Prawoto
"Kalau dibayar lebih tinggi, seharusnya dilelang saja, tidak perlu menunjuk langsung," timpal Supriyanto.
Mendengar pendapat hakim, Prawoto hanya tertegun tanpa membalas pendapat tersebut. Hal demikian pun sempat ditanyakan hakim kepada mantan Kadishub DKI Jakarta Udar Pristono dalam sidang sebelumnya.
Saat sidang itu, Udar kukuh tidak ada kesalahan dalam penunjukkan langsung terhadap BPPT. Dia berdalih payung hukum kerja sama itu sudah terjalin lama yaitu pada nota kesepahaman yang diteken antara Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo, Kapolda Metro Jaya, dan Dinas Perhubungan DKI Jakarta.
Tetapi, ketika dibenturkan oleh Hakim Joko Subagyo dengan struktur aturan dalam pengadaan barang dan jasa antara MoU dan Keputusan Presiden, Udar tak bisa menjawab.
(maf)