Polemik Kartu Sakti Jokowi, Dana CSR Hanya untuk Perusahaan
A
A
A
JAKARTA - Penerbitan dan pembiayaan tiga kartu sakti Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menggunakan dana corporate social responsibility (CSR) Badan Usaha Milik Negara (BUMN), terus menjadi polemik.
Tiga kartu sakti Jokowi itu yakni, Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) di Pemerintah Jokowi, berasal dari dana CSR BUMN.
Ketua Komisi IV DPR Eddy Prabowo mengatakan, prinsip dana CSR itu adalah untuk wilayah sekitar perusahaan, di mana perusahaan beroperasi.
"Misalnya kalau perusahaannya di kabupaten A ya kabupaten A itu yang merasakan manfaatnya langsung," kata Eddy Prabowo Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat 7 November 2014.
Selain itu, sambungnya, tidak ada aturan dan landasan hukum untuk penggunaan dana CSR dalam tiga kartu Jokowi itu. Memang dia mengakui bahwa program ini bagus. Tapi, pemerintah jangan berpikir yang terpenting adalah hasilnya.
Menurutnya, diperlukan juga landasan hukum dan sistem. Perlu diingat bahwa besar penduduk Indonesia hampir 260 juta.
"Jadi kalau mengurus sesuatu tidak bisa dari kepala lantas diimplementasikan. Sistemnya harus dibangun terlebih dulu," tegasnya.
Politikus Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) ini mengungkapkan, sistem di Indonesia selama ini lemah, sehingga korupsi susah untuk diberantas sampai hari ini.
Akhirnya, semua yang ada di Indonesia ini hanya jadi pencitraan semata. Misalnya KPK, berapa triliun uang negara yang sudah digelontorkan untuk KPK serta berapa uang yang diselamatkan dan berapa uang yang dicegah.
Tiga kartu sakti Jokowi itu yakni, Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) di Pemerintah Jokowi, berasal dari dana CSR BUMN.
Ketua Komisi IV DPR Eddy Prabowo mengatakan, prinsip dana CSR itu adalah untuk wilayah sekitar perusahaan, di mana perusahaan beroperasi.
"Misalnya kalau perusahaannya di kabupaten A ya kabupaten A itu yang merasakan manfaatnya langsung," kata Eddy Prabowo Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat 7 November 2014.
Selain itu, sambungnya, tidak ada aturan dan landasan hukum untuk penggunaan dana CSR dalam tiga kartu Jokowi itu. Memang dia mengakui bahwa program ini bagus. Tapi, pemerintah jangan berpikir yang terpenting adalah hasilnya.
Menurutnya, diperlukan juga landasan hukum dan sistem. Perlu diingat bahwa besar penduduk Indonesia hampir 260 juta.
"Jadi kalau mengurus sesuatu tidak bisa dari kepala lantas diimplementasikan. Sistemnya harus dibangun terlebih dulu," tegasnya.
Politikus Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) ini mengungkapkan, sistem di Indonesia selama ini lemah, sehingga korupsi susah untuk diberantas sampai hari ini.
Akhirnya, semua yang ada di Indonesia ini hanya jadi pencitraan semata. Misalnya KPK, berapa triliun uang negara yang sudah digelontorkan untuk KPK serta berapa uang yang diselamatkan dan berapa uang yang dicegah.
(maf)