Kartu Sakti Pakai Dana CSR, Jokowi Langgar Disiplin Anggaran
A
A
A
JAKARTA - Penerbitan dan pembiayaan tiga kartu sakti Presiden Joko Widodo (Jokowi), dinilai statusnya ilegal karena tidak pernah dikonsultasikan dan disetujui oleh DPR.
Tiga kartu sakti Jokowi itu yakni, Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) di Pemerintah Joko Widodo (Jokowi), berasal dari dana CSR Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Hal itu dikatakan anggota Komisi III DPR Bambang Soesatyo. Termasuk juga alasan Jokowi bahwa sumber dana ketiga kartu tersebut menggunakan dana corporate social responsibility (CSR) atau alasan lain sebagai dana yang bisa digunakan.
"Hal itu (penggunaan dana CSR) tetap saja pelanggaran karena dilakukan tanpa landasan hukum yang benar," kata Bambang kepada KORAN SINDO di Jakarta, Jumat 7 November 2014.
Dia menjelaskan, penilaiannya itu berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (UU APBN) yang mana, untuk menetapkan konsekuensi biaya dari semua program dan kegiatan pemerintah harus dikonsultasikan dan disetujui DPR.
"Karena berstatus ilegal, pembagian KIS, KIP dan KKS bisa menjadi bukti untuk mendakwa presiden dengan tuduhan melanggar disiplin anggaran," tegas politikus Partai Golkar itu.
Bambang mengakui, bahwa penerbitan dan pembagian tiga kartu yang telah dilakukan presiden dan berada dalam ranah program dan kegiatan pemerintah. Tapi, perlu diingat, konsekuensi biaya dari ketiga kartu tersebut tidak kecil.
Sehingga yang menjadi pertanyaan besar, dari mana Presiden Jokowi akan membiayai KIS, KIP dan KKS itu? Sementara, APBN 2015 tidak memasukkan mata anggaran untuk pembiayaan KIS, KIP dan KKS. Terlebih, APBN tahun mendatang tidak mengenal program KIS, KIP dan KKS itu.
"Sebab, DPR tak pernah diajak berkonsultasi mengenai program-program yang terkandung dalam ketiga kartu itu," jelasnya.
Tiga kartu sakti Jokowi itu yakni, Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) di Pemerintah Joko Widodo (Jokowi), berasal dari dana CSR Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Hal itu dikatakan anggota Komisi III DPR Bambang Soesatyo. Termasuk juga alasan Jokowi bahwa sumber dana ketiga kartu tersebut menggunakan dana corporate social responsibility (CSR) atau alasan lain sebagai dana yang bisa digunakan.
"Hal itu (penggunaan dana CSR) tetap saja pelanggaran karena dilakukan tanpa landasan hukum yang benar," kata Bambang kepada KORAN SINDO di Jakarta, Jumat 7 November 2014.
Dia menjelaskan, penilaiannya itu berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (UU APBN) yang mana, untuk menetapkan konsekuensi biaya dari semua program dan kegiatan pemerintah harus dikonsultasikan dan disetujui DPR.
"Karena berstatus ilegal, pembagian KIS, KIP dan KKS bisa menjadi bukti untuk mendakwa presiden dengan tuduhan melanggar disiplin anggaran," tegas politikus Partai Golkar itu.
Bambang mengakui, bahwa penerbitan dan pembagian tiga kartu yang telah dilakukan presiden dan berada dalam ranah program dan kegiatan pemerintah. Tapi, perlu diingat, konsekuensi biaya dari ketiga kartu tersebut tidak kecil.
Sehingga yang menjadi pertanyaan besar, dari mana Presiden Jokowi akan membiayai KIS, KIP dan KKS itu? Sementara, APBN 2015 tidak memasukkan mata anggaran untuk pembiayaan KIS, KIP dan KKS. Terlebih, APBN tahun mendatang tidak mengenal program KIS, KIP dan KKS itu.
"Sebab, DPR tak pernah diajak berkonsultasi mengenai program-program yang terkandung dalam ketiga kartu itu," jelasnya.
(maf)