Hak Sewa Tanah Pemerintah Dihapuskan

Kamis, 06 November 2014 - 17:51 WIB
Hak Sewa Tanah Pemerintah...
Hak Sewa Tanah Pemerintah Dihapuskan
A A A
JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan pemerintah dilarang mengambil uang sewa atas tanah negara yang digunakan para petani. Namun, putusan ini hanya berlaku pada petani yang tidak memiliki tanah.

Petani ini bisa mempergunakan lahan negara tanpa dipungut uang sewa dan seizin pemerintah. “Frasa ‘hak sewa’ dalam Pasal 59 UU 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, bertentangan dengan UUD 1945,” tandas Ketua MK Hamdan Zoelva saat membacakan uji materi UU 19 Tahun 2013 di Gedung MK, Jakarta, kemarin. Selain Pasal 59, MK pun mengabulkan pengujian Pasal 70 ayat (1) dan Pasal 71 ayat (1) UU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani (Perlintan).

MK menyatakan, penyewaan tanah kepada petani bertentangan dengan prinsip pemberdayaan petani yang diatur dalam UU Pokok Agraria yang melarang sewa-menyewa tanah antara negara dengan petani. Namun, MK perlu menegaskan negara dapat memberikan izin pengusahaan, izin pengelolaan, atau izin pemanfaatan kepada petani terhadap tanah negara yang bebas, tetapi negara atau pemerintah tidak boleh menyewakan tanah tersebut. Pasalnya, penyewaan tanah oleh pemerintah bertentangan dengan UUD Pasal 33 ayat (3).

Hanya, MK menyatakan dalam memberikan lahan sebesar 2 hektare tanah negara bebas kepada petani haruslah memprioritaskan pada petani yang betulbetul belum memiliki lahan pertanian, bukan diberikan pada petani yang cukup kuat dan telah memiliki lahan.

“Tindakan negara memberikan izin pengelolaan, pengusahaan, dan pemanfaatan tanah negara bebas di kawasan pertanian harus memberikan manfaat bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, sehingga pemberian izin tersebut dapat dilakukan negara,” ungkap anggota Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi saat membacakan pendapatnya.

Sedangkan terkait pembentukan kelompok pertanian, MK menilai pemerintah harus memberikan ruang bagi para petani untuk membuat kelompok sendiri guna memper-juangkan kepentingannya. Sebab, ketentuan Pasal 70 ayat (1) UU a quo telah menghalangi hak para pemohon yang dijamin Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 untuk membentuk wadah berserikat dalam bentuk kelembagaan petani.

Karena itu, segala bentuk bantuan pemerintah pun harus diberikan pada kelompok bentukkan petani secara mandiri. Bukan hanya sebatas pada kelompok petani bentukan pemerintah. Dengan demikian, kewajiban untuk bergabung pada kelompok pertanian pemerintah yang diatur dalam Pasal 71 UU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, menjadi tidak ada.

“Apa bila ada petani yang tidak bergabung dengan kelompok tani bentukkan pemerintah, maka akan mengalami diskriminasi perlindungan sehingga frasa ‘berkewajiban’ (dalam Pasal 71 UU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani) bertentangan dengan UUD 1945,” lanjut Fadlil.

Uji materi UU ini diajukan sejumlah organisasi masyarakat antara lain Indonesian Human Rights Committee For Social Justice (IHCS), Serikat Petani Indonesia, Farmer Initiatives for Ecological Livelihoods and Democracy (FIELD), Aliansi Petani Indonesia (API), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), Yayasan Bina Desa Sadajiwa (Bina Desa), dan Indonesia for Global Justice (IGJ).

Ketika ditemui seusai pembacaan putusan, Ketua Umum Serikat Petani Indonesia Henry Saragih menyatakan putusan MK ini menegaskan bahwa pemerintah berkewajiban menyediakan tanah minimum 2 hektare tanpa dipungut sewa kepada petani. Menurut dia, ketentuan hak sewa dalam Pasal 59 UU Perlintan semakin memakmurkan pemungutan liar.

Dengan diakuinya kelompok tani di luar bentukan pemerintah, negara wajib memperlakukan secara sama dalam program-programnya. “Kalau dulu, akses bantuan berupa benih, pupuk, dan alat pertanian tidak pernah sampai pada petani di luar kelompok bentukan pemerintah. Artinya, semua kelompok petani kini memiliki hak untuk mengakses program pemerintah,” tandasnya.

Nurul adriyana
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3063 seconds (0.1#10.140)