Polri Harus Tuntaskan Fenomena Rekayasa Kasus
A
A
A
JAKARTA - Kewibawaan Kapolri Jenderal Sutarman sedang dipertaruhkan dalam penegakan pelanggaraan kode etik profesi Polri yang dilakukan oleh penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Bali, dalam kasus March Vini Handoko Putra.
Berdasarkan hasil Audit Investigasi terhadap adanya dugaan pelanggaran kode etik profesi Polri yang dilakukan oleh penyidik, terungkap fakta bahwa penyidik Polda Bali melakukan rekayasa penyidikan dalam penanganan perkara.
“Adanya upaya rekayasa dan kriminalisasi terhadap masyarakat yang sedang memperjuangkan hak-haknya menjadi 'coreng hitam' pada wajah sang Bhayangkara. Saya kira, kasus Bali ini menjadi taruhan kewibawaan Kapolri,” ujar Kuasa Hukum Handoko Putra, M Soewarno di Jakarta, Kamis (6/11/2014).
Saat ini kata Soewarno, rasa aman masyarakat tergerus akibat semakin merosotnya kewibawaan jajaran Polisi. Akibatnya, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Polri semakin rendah.
“Karena Polisi tidak lagi berperan sebagai pengayom masyarakat, tetapi kerap melukai hati rakyat,” katanya.
Seperti diketahui, bermula dari Surat Pengaduan March Vini Handoko Putra tanggal 25 Oktober 2013 yang memohon perlindungan hukum dan mohon pencabutan surat ketetapan penghentian penyidikan serta dilanjutkan kembali proses penyidikan Laporan Polisi Nomor LP/113/IV/2012/Bali/Ditreskrimum tanggal 12 April 2013.
Menanggapi Surat Pengaduan tersebut, Kapolri mengeluarkan Surat Perintah Kapolri Nomor: Sprin/208/II/2014, tanggal 3 Februari 2014 tentang perintah untuk melaksanakan audit investigasi terhadap adanya dugaan pelanggaran kode etik profesi Polri yang dilakukan oleh penyidik.
Berdasarkan Surat Perintah Kapolri tersebut audit investigasi dilakukan Tim dari Biro Pertanggung jawab Profesi (Rowabprof) Divpropam Polri di wilayah hukum Polda Bali sejak tanggal 4 Februari sampai dengan tanggal 7 Februari 2014. Hasil investigasi tersebut disampaikan dalam Laporan Hasil Audit Investigasi Nomor: LHAI/13/III/2014/Rowabprof Di Polda Bali.
Dari Laporan Hasil Audit Investigasi tersebut terungkap fakta-fakta telah telah terjadinya tindakan rekayasa dalam proses penerbitan SP3 untuk tersangka Ir. M. Nashrun Radhi yang dilakukan penyidik Polda Bali, dan terjadi perbuatan penyidik yang melawan perintah kedinasan dan hirarki kewenangan dalam proses gelar perkara dalam penentuan rekomendasi SP3.
Dalam Laporan tersebut direkomendasikan, untuk kepentingan kewibawaan institusi, maka para penyidik dan pejabat peserta gelar dimintakan pertanggungjawaban hukum melalui mekanisme penegakan pelanggaran Kode Etik Profesi Polri.
Dari Laporan tersebut, terungkap pula fakta bahwa penyidik Polda Bali melakukan rekayasa penyidikan dalam penanganan perkara Laporan Polisi Nomor: LP/104/III/2012/Bali/Ditreskrimum tanggal 30 Maret 2012 dengan Pelapor Suryanti Fitriani dan terlapor March Vini Handoko Putra, dan Laporan Polisi Nomor: LP/105/IV/2012/Bali/Ditreskrimum tanggal 2 April 2012 dengan pelapor Susanti Agustina dan terlapor March Vini Handoko Putra.
Menurut M Soewarno, Laporan Hasil Audit Investigasi yang diperintahkan Kapolri ini tidak ditindaklanjuti oleh Kapolda Bali, bahkan proses perkara hasil penyidikan yang direkayasa itu dilanjutkan.
“Seharusnya proses itu dihentikan dan Kapolda Bali menindaklanjuti hasil audit investigasi yang diperintahkan Kapolri itu,” ungkap Soewarno.
Sementara itu, Wasekjen Perhimpunan Gerakan Advokat Anti Suap (Pegaas) Muhammad Achyar menilai, kasus hukum yang menimpa Handoko Putra ini bukan hanya miscarriage of justice yang dilakukan penyidik Polda Bali, tetapi mencoreng citra dan kewibawaan Polri, khususnya Kapolri yang menerbitkan perintah untuk dilakukan audit investigasi itu.
“Untuk tegaknya kewibawaan institusi Polri, dan Kapolri, Laporan Hasil Audit Investigasi itu harus ditindaklanjuti,” ungkap Achyar.
Berdasarkan hasil Audit Investigasi terhadap adanya dugaan pelanggaran kode etik profesi Polri yang dilakukan oleh penyidik, terungkap fakta bahwa penyidik Polda Bali melakukan rekayasa penyidikan dalam penanganan perkara.
“Adanya upaya rekayasa dan kriminalisasi terhadap masyarakat yang sedang memperjuangkan hak-haknya menjadi 'coreng hitam' pada wajah sang Bhayangkara. Saya kira, kasus Bali ini menjadi taruhan kewibawaan Kapolri,” ujar Kuasa Hukum Handoko Putra, M Soewarno di Jakarta, Kamis (6/11/2014).
Saat ini kata Soewarno, rasa aman masyarakat tergerus akibat semakin merosotnya kewibawaan jajaran Polisi. Akibatnya, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Polri semakin rendah.
“Karena Polisi tidak lagi berperan sebagai pengayom masyarakat, tetapi kerap melukai hati rakyat,” katanya.
Seperti diketahui, bermula dari Surat Pengaduan March Vini Handoko Putra tanggal 25 Oktober 2013 yang memohon perlindungan hukum dan mohon pencabutan surat ketetapan penghentian penyidikan serta dilanjutkan kembali proses penyidikan Laporan Polisi Nomor LP/113/IV/2012/Bali/Ditreskrimum tanggal 12 April 2013.
Menanggapi Surat Pengaduan tersebut, Kapolri mengeluarkan Surat Perintah Kapolri Nomor: Sprin/208/II/2014, tanggal 3 Februari 2014 tentang perintah untuk melaksanakan audit investigasi terhadap adanya dugaan pelanggaran kode etik profesi Polri yang dilakukan oleh penyidik.
Berdasarkan Surat Perintah Kapolri tersebut audit investigasi dilakukan Tim dari Biro Pertanggung jawab Profesi (Rowabprof) Divpropam Polri di wilayah hukum Polda Bali sejak tanggal 4 Februari sampai dengan tanggal 7 Februari 2014. Hasil investigasi tersebut disampaikan dalam Laporan Hasil Audit Investigasi Nomor: LHAI/13/III/2014/Rowabprof Di Polda Bali.
Dari Laporan Hasil Audit Investigasi tersebut terungkap fakta-fakta telah telah terjadinya tindakan rekayasa dalam proses penerbitan SP3 untuk tersangka Ir. M. Nashrun Radhi yang dilakukan penyidik Polda Bali, dan terjadi perbuatan penyidik yang melawan perintah kedinasan dan hirarki kewenangan dalam proses gelar perkara dalam penentuan rekomendasi SP3.
Dalam Laporan tersebut direkomendasikan, untuk kepentingan kewibawaan institusi, maka para penyidik dan pejabat peserta gelar dimintakan pertanggungjawaban hukum melalui mekanisme penegakan pelanggaran Kode Etik Profesi Polri.
Dari Laporan tersebut, terungkap pula fakta bahwa penyidik Polda Bali melakukan rekayasa penyidikan dalam penanganan perkara Laporan Polisi Nomor: LP/104/III/2012/Bali/Ditreskrimum tanggal 30 Maret 2012 dengan Pelapor Suryanti Fitriani dan terlapor March Vini Handoko Putra, dan Laporan Polisi Nomor: LP/105/IV/2012/Bali/Ditreskrimum tanggal 2 April 2012 dengan pelapor Susanti Agustina dan terlapor March Vini Handoko Putra.
Menurut M Soewarno, Laporan Hasil Audit Investigasi yang diperintahkan Kapolri ini tidak ditindaklanjuti oleh Kapolda Bali, bahkan proses perkara hasil penyidikan yang direkayasa itu dilanjutkan.
“Seharusnya proses itu dihentikan dan Kapolda Bali menindaklanjuti hasil audit investigasi yang diperintahkan Kapolri itu,” ungkap Soewarno.
Sementara itu, Wasekjen Perhimpunan Gerakan Advokat Anti Suap (Pegaas) Muhammad Achyar menilai, kasus hukum yang menimpa Handoko Putra ini bukan hanya miscarriage of justice yang dilakukan penyidik Polda Bali, tetapi mencoreng citra dan kewibawaan Polri, khususnya Kapolri yang menerbitkan perintah untuk dilakukan audit investigasi itu.
“Untuk tegaknya kewibawaan institusi Polri, dan Kapolri, Laporan Hasil Audit Investigasi itu harus ditindaklanjuti,” ungkap Achyar.
(maf)