Thailand Persenjatai Sukarelawan Keamanan
A
A
A
BANGKOK - Thailand terus berupaya mempertahankan kawasan bagian selatan dari invasi kelompok militan Islam. Mereka akan memberikan bantuan senjata kepada ribuan sukarelawan keamanan yang sudah beberapa bulan bertahan di sana.
Namun, organisasi hak asasi manusia menilai kebijakan militer bukan solusi terbaik. Perang saudara di Thailand sudah lama terjadi. Tentara Nasional Thailand kerap terlibat kontak senjata dengan kelompok separatis untuk memperebutkan dan mempertahankan kawasan bagian selatan dalam satu dekade terakhir. Konflik tidak pernah usai karena kedua kelompok senantiasa gagal melakukan kesepakatan perdamaian.
Pemerintah sudah beberapa kali mencoba mengendalikan situasi melalui perundingan. Namun, pendekatan sering gagal. Skenario yang sama juga terjadi pada masa kekuasaan Prayut Chan-ocha, meski dia berjanji akan menyelesaikannya tahun ini. Justru, Chan-ocha memutuskan menyerahkannya pada pemerintah tahun depan. Juru Bicara Komando Keamanan Operasi Internal atau ISOC Kolonel Banphot Phunphien mengatakan, pihak militer sudah mengirimkan 2.700 senjata laras panjang Heckler & Kock HK33 dalam dua bulan terakhir.
“Mereka membutuhkan senjata untuk membela diri. Mereka tidak bisa berjuang hanya dengan tongkat,” katanya, dikutip AFP. Phunphien menambahkan, senjata itu ditujukan untuk mempersenjatai sukarelawan keamanan yang berjaga di kantor pemerintah. Namun, tidak sedikit senjata yang jatuh ke tangan militan.
Karena itu, personel keamanan di kawasan bagian selatan selalu siaga dan waspada. Menurut organisasi hak asasi manusia, masuknya senjata baru di kawasan bagian selatan akan memperburuk situasi. Sebab, senjata akan membuat kedua belah pihak merasa memiliki kekuatan. Dengan demikian, mereka akan mudah terdorong untuk melakukan kontak senjata dan semakin sulit menyepakati perdamaian.
Muh shamil
Namun, organisasi hak asasi manusia menilai kebijakan militer bukan solusi terbaik. Perang saudara di Thailand sudah lama terjadi. Tentara Nasional Thailand kerap terlibat kontak senjata dengan kelompok separatis untuk memperebutkan dan mempertahankan kawasan bagian selatan dalam satu dekade terakhir. Konflik tidak pernah usai karena kedua kelompok senantiasa gagal melakukan kesepakatan perdamaian.
Pemerintah sudah beberapa kali mencoba mengendalikan situasi melalui perundingan. Namun, pendekatan sering gagal. Skenario yang sama juga terjadi pada masa kekuasaan Prayut Chan-ocha, meski dia berjanji akan menyelesaikannya tahun ini. Justru, Chan-ocha memutuskan menyerahkannya pada pemerintah tahun depan. Juru Bicara Komando Keamanan Operasi Internal atau ISOC Kolonel Banphot Phunphien mengatakan, pihak militer sudah mengirimkan 2.700 senjata laras panjang Heckler & Kock HK33 dalam dua bulan terakhir.
“Mereka membutuhkan senjata untuk membela diri. Mereka tidak bisa berjuang hanya dengan tongkat,” katanya, dikutip AFP. Phunphien menambahkan, senjata itu ditujukan untuk mempersenjatai sukarelawan keamanan yang berjaga di kantor pemerintah. Namun, tidak sedikit senjata yang jatuh ke tangan militan.
Karena itu, personel keamanan di kawasan bagian selatan selalu siaga dan waspada. Menurut organisasi hak asasi manusia, masuknya senjata baru di kawasan bagian selatan akan memperburuk situasi. Sebab, senjata akan membuat kedua belah pihak merasa memiliki kekuatan. Dengan demikian, mereka akan mudah terdorong untuk melakukan kontak senjata dan semakin sulit menyepakati perdamaian.
Muh shamil
(bbg)