Arsitek Masjid Pertama dari Perempuan
A
A
A
ANKARA - Nama Zeynep Fadillioglu menjadi perbincangan hangat di Turki baru-baru ini setelah ia diklaim sebagai perempuan pertama yang menjadi arsitek masjid. Dia menjadi kunci kesuksesan Turki dalam menciptakan salah satu masjid unik dan artistik, Masjid Sakirin, yang dibangun pada 2009.
Sebelum terlibat dalam pembangunan Masjid Sakirin, Fadillioglu sudah lebih dulu dikenal sebagai desain interior untuk hampir seluruh rumah, bar, dan restoran di Turki, Eropa, dan Timur Tengah. Perempuan yang gemar menggabungkan antara estetika dan fungsionalitas ini mengakui bahwa merancang desain interior untuk ruang publik merupakan tantangan terberat. Ketika merancang desain ruang publik, Fadillioglu dituntut untuk berpikir lebih dalam mengenai lingkungan, arsitektur bangunan, selera klien, estetika, dan fungsionalitas.
Ketika mendesain restoran misalnya, perempuan berusia 59 tahun ini dipaksa untuk mengolaborasikan antara keinginan pemilik dan kenyamanan pelanggan yang tentu sangat heterogen. Lain lagi dengan desain masjid, Fadillioglu menuturkan, dalam merancang desain interior masjid, peraturan agamalah yang menentukan kerangka desain.
Kebutuhan penduduk agama adalah hal terpenting dibanding estetika. Masjid harus didesain untuk memberikan suasana tenang dan nyaman dalam melakukan ibadah. Fadillioglu bersyukur tantangan tersebut bisa ia hadapi berkat ketertarikannya terhadap sejarah Ottoman, Islam Seljuk, dan Bizantium.
Walhasil dia mampu menciptakan Masjid Sakirin yang menggabungkan tampilan gaya lama dan modern. “Setiap desain yang saya buat selalu mencerminkan pemahaman modern. Saya ceritakan itu melalui warna, tekstur, tekstil, dan barang-barang seni,” ucap Fadillioglu, dilansir SABAH.
Berbeda dengan arsitek masjid pada umumnya yang kurang berani melakukan campuran desain klasik dan modern seperti Saibo Lebbe yang merancang Masjid Jami-Ul-Alfar, Kolombo, Sri Lanka atau Tan Kok Hiang, perancang Masjid Assyafaah Singapura, Fadillioglu justru lebih berani dalam mencampur simbolisme budaya tradisional ke dalam ruang kontemporer. Desain-desainnya muncul berkat pengalamannya bekerja di berbagai belahan dunia mulai dari Amerika , Inggris, Belanda, Prancis, Abu Dhabi, Qatar, Kuwait, hingga India. Fadillioglu mengaku terinspirasi dari segala hal yang dia lihat, dengar, dan rasakan.
Biasanya berupa kain, lukisan, alam, pemandangan, aksesoris, bahkan detail sebuah formulir. Fadillioglu mengatakan tak memiliki rumus khusus untuk membuat desain unik. Perempuan yang menempuh pendidikan di jurusan ilmu komputer tersebut hanya berusaha untuk menyelaraskan segala hal yang rumit menjadi mudah seperti melakukan pencampuran warna dan bentuk agar terlihat harmonis. “Saya ingin terus mencoba untuk memperbaiki diri melalui warna, tekstil, dan bentuk. Saya pikir saya bisa menjadi arsitek autodidak yang sukses,” kata Fadillioglu.
Rini agustina
Sebelum terlibat dalam pembangunan Masjid Sakirin, Fadillioglu sudah lebih dulu dikenal sebagai desain interior untuk hampir seluruh rumah, bar, dan restoran di Turki, Eropa, dan Timur Tengah. Perempuan yang gemar menggabungkan antara estetika dan fungsionalitas ini mengakui bahwa merancang desain interior untuk ruang publik merupakan tantangan terberat. Ketika merancang desain ruang publik, Fadillioglu dituntut untuk berpikir lebih dalam mengenai lingkungan, arsitektur bangunan, selera klien, estetika, dan fungsionalitas.
Ketika mendesain restoran misalnya, perempuan berusia 59 tahun ini dipaksa untuk mengolaborasikan antara keinginan pemilik dan kenyamanan pelanggan yang tentu sangat heterogen. Lain lagi dengan desain masjid, Fadillioglu menuturkan, dalam merancang desain interior masjid, peraturan agamalah yang menentukan kerangka desain.
Kebutuhan penduduk agama adalah hal terpenting dibanding estetika. Masjid harus didesain untuk memberikan suasana tenang dan nyaman dalam melakukan ibadah. Fadillioglu bersyukur tantangan tersebut bisa ia hadapi berkat ketertarikannya terhadap sejarah Ottoman, Islam Seljuk, dan Bizantium.
Walhasil dia mampu menciptakan Masjid Sakirin yang menggabungkan tampilan gaya lama dan modern. “Setiap desain yang saya buat selalu mencerminkan pemahaman modern. Saya ceritakan itu melalui warna, tekstur, tekstil, dan barang-barang seni,” ucap Fadillioglu, dilansir SABAH.
Berbeda dengan arsitek masjid pada umumnya yang kurang berani melakukan campuran desain klasik dan modern seperti Saibo Lebbe yang merancang Masjid Jami-Ul-Alfar, Kolombo, Sri Lanka atau Tan Kok Hiang, perancang Masjid Assyafaah Singapura, Fadillioglu justru lebih berani dalam mencampur simbolisme budaya tradisional ke dalam ruang kontemporer. Desain-desainnya muncul berkat pengalamannya bekerja di berbagai belahan dunia mulai dari Amerika , Inggris, Belanda, Prancis, Abu Dhabi, Qatar, Kuwait, hingga India. Fadillioglu mengaku terinspirasi dari segala hal yang dia lihat, dengar, dan rasakan.
Biasanya berupa kain, lukisan, alam, pemandangan, aksesoris, bahkan detail sebuah formulir. Fadillioglu mengatakan tak memiliki rumus khusus untuk membuat desain unik. Perempuan yang menempuh pendidikan di jurusan ilmu komputer tersebut hanya berusaha untuk menyelaraskan segala hal yang rumit menjadi mudah seperti melakukan pencampuran warna dan bentuk agar terlihat harmonis. “Saya ingin terus mencoba untuk memperbaiki diri melalui warna, tekstil, dan bentuk. Saya pikir saya bisa menjadi arsitek autodidak yang sukses,” kata Fadillioglu.
Rini agustina
(bbg)