Banyak Pengembang Belum Serahkan Aset ke Pemprov DKI
A
A
A
JAKARTA - Pemprov DKI Jakarta akan mengejar penambahan aset lahan dari pengembang yang belum menyerahkan surat izin penunjukan penggunaan tanah (SIPPT). Jumlah SIPPT itu akan dijadikan sebagai fasilitas sosial (fasos) dan fasilitas umum (fasum).
Jumlah SIPPT yang belum diserahkan sangat banyak dan tersebar di lima wilayah. Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Heru Budi Hartono mengatakan, dia diminta pelaksana tugas (Plt) Gubernur Basuki Tjahaja Purnama untuk menyelesaikan pencatatan aset. Salah satu sumber aset yang tidak jelas statusnya yakni lahan yang diserahkan pengembang dalam bentuk SIPPT.
Lahan itu diberikan dalam berbagai bentuk, baik berupa jalan, sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana ibadah, taman, ruang terbuka hijau, rumah susun, maupun lainnya. ”Sampai sekarang tidak jelas datanya SIPPT yang sudah diserahkan. Intinya volumenya sangat banyak,” kata dia di Balai Kota DKI Jakarta kemarin. Mantan wali kota Jakarta Utara itu menyebutkan, sumber utama penambahan jumlah aset Pemprov DKI Jakarta dapat diperoleh dari SIPPT karena pembangunan Ibu Kota terus berkembang, terutama di Jakarta Utara, Jakarta Barat, dan Jakarta Timur.
SIPPT yang belum diserahkan tidak hanya dalam tempo waktu satu tahun terakhir. Ada juga SIPPT yang diterbitkan beberapa tahun lalu. ”Ada juga banyak SIPPT dari beberapa tahun lalu yang belum diketahui statusnya apakah sudah diserahkan atau belum,” sebutnya. Dia berharap SIPPT yang belum diterima Pemprov DKI Jakarta dari pengembang akan dapat dijadikan sebagai fasos fasum. Terutama pembangunan rumah susun sewa (rusunawa), sarana pendidikan, dan sebagainya.
SIPPT salah satu dokumen yang wajib dipenuhi pengembang sebelum mendapatkan surat izin mendirikan bangunan (IMB) dan beberapa kelengkapan dokumen lain untuk membangun properti. SIPPT diterbitkan Dinas Tata Ruang. ”Saat ini ada beberapa rusun yang sedang dibangun untuk menampung warga yang akan kita relokasi. Rusun dibangun dari SIPPT,” ungkapnya Heru mendesak Dinas Tata Ruang menjelaskan jumlah SIPPT yang perlu dieksekusi lebih cepat.
Kepala Dinas Tata Ruang DKI Jakarta Gamal Sinurat mengatakan, tidak semua lahan yang dibangun pengembang dapat dikenakan SIPPT. Pengembangan yang wajib menyerahkan SIPPT ke Pemprov DKI Jakarta jika lahan yang dibangun di atas 5.000 meter persegi. Gamal tidak bisa menyebutkan berapa SIPPT yang belum diserahkan karena datanya terus berkembang setiap hari. ”Datanya tak ada di saya. Ada sama anak buah saya,” ungkapnya.
Anggota Fraksi Gerindra DPRD DKI Jakarta Prabowo Soenirman mengatakan, banyak SIPPT belum dicatat dalam aset daerah karena kenakalan pengembang dan kelambanan Pemprov DKI Jakarta. Pengembang yang nakal sengaja menjadikan lahan fasosfasum sebagai lokasi komersial. ”Pengembang mendapatkan keuntungan,” katanya. Penyebab lain, pihak yang berwenang dalam penyerahan fasos dan fasum lamban menindaklanjuti SIPPT. Mereka tidak transparan di mana lokasi dan jumlah SIPPT yang belum diserahkan. ”Mestinya Dinas Tata Ruang itu menyampaikan ke publik. Bukan menyimpan saja data itu,” ungkapnya.
Agar aset benar-benar jelas tercatat, Dinas Tata Ruang serta Dinas Pengawasan dan Penertiban (P2B) perlu mengaudit SIPPT yang belum diserahkan. Audit itu bisa dilakukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) atau Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). ”Kalau diaudit internal Dinas Tata Ruang, bisa saja data itu dimanipulasi,” ucapnya.
Ilham safutra
Jumlah SIPPT yang belum diserahkan sangat banyak dan tersebar di lima wilayah. Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Heru Budi Hartono mengatakan, dia diminta pelaksana tugas (Plt) Gubernur Basuki Tjahaja Purnama untuk menyelesaikan pencatatan aset. Salah satu sumber aset yang tidak jelas statusnya yakni lahan yang diserahkan pengembang dalam bentuk SIPPT.
Lahan itu diberikan dalam berbagai bentuk, baik berupa jalan, sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana ibadah, taman, ruang terbuka hijau, rumah susun, maupun lainnya. ”Sampai sekarang tidak jelas datanya SIPPT yang sudah diserahkan. Intinya volumenya sangat banyak,” kata dia di Balai Kota DKI Jakarta kemarin. Mantan wali kota Jakarta Utara itu menyebutkan, sumber utama penambahan jumlah aset Pemprov DKI Jakarta dapat diperoleh dari SIPPT karena pembangunan Ibu Kota terus berkembang, terutama di Jakarta Utara, Jakarta Barat, dan Jakarta Timur.
SIPPT yang belum diserahkan tidak hanya dalam tempo waktu satu tahun terakhir. Ada juga SIPPT yang diterbitkan beberapa tahun lalu. ”Ada juga banyak SIPPT dari beberapa tahun lalu yang belum diketahui statusnya apakah sudah diserahkan atau belum,” sebutnya. Dia berharap SIPPT yang belum diterima Pemprov DKI Jakarta dari pengembang akan dapat dijadikan sebagai fasos fasum. Terutama pembangunan rumah susun sewa (rusunawa), sarana pendidikan, dan sebagainya.
SIPPT salah satu dokumen yang wajib dipenuhi pengembang sebelum mendapatkan surat izin mendirikan bangunan (IMB) dan beberapa kelengkapan dokumen lain untuk membangun properti. SIPPT diterbitkan Dinas Tata Ruang. ”Saat ini ada beberapa rusun yang sedang dibangun untuk menampung warga yang akan kita relokasi. Rusun dibangun dari SIPPT,” ungkapnya Heru mendesak Dinas Tata Ruang menjelaskan jumlah SIPPT yang perlu dieksekusi lebih cepat.
Kepala Dinas Tata Ruang DKI Jakarta Gamal Sinurat mengatakan, tidak semua lahan yang dibangun pengembang dapat dikenakan SIPPT. Pengembangan yang wajib menyerahkan SIPPT ke Pemprov DKI Jakarta jika lahan yang dibangun di atas 5.000 meter persegi. Gamal tidak bisa menyebutkan berapa SIPPT yang belum diserahkan karena datanya terus berkembang setiap hari. ”Datanya tak ada di saya. Ada sama anak buah saya,” ungkapnya.
Anggota Fraksi Gerindra DPRD DKI Jakarta Prabowo Soenirman mengatakan, banyak SIPPT belum dicatat dalam aset daerah karena kenakalan pengembang dan kelambanan Pemprov DKI Jakarta. Pengembang yang nakal sengaja menjadikan lahan fasosfasum sebagai lokasi komersial. ”Pengembang mendapatkan keuntungan,” katanya. Penyebab lain, pihak yang berwenang dalam penyerahan fasos dan fasum lamban menindaklanjuti SIPPT. Mereka tidak transparan di mana lokasi dan jumlah SIPPT yang belum diserahkan. ”Mestinya Dinas Tata Ruang itu menyampaikan ke publik. Bukan menyimpan saja data itu,” ungkapnya.
Agar aset benar-benar jelas tercatat, Dinas Tata Ruang serta Dinas Pengawasan dan Penertiban (P2B) perlu mengaudit SIPPT yang belum diserahkan. Audit itu bisa dilakukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) atau Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). ”Kalau diaudit internal Dinas Tata Ruang, bisa saja data itu dimanipulasi,” ucapnya.
Ilham safutra
(bbg)