UU Advokat Kembali Digugat

Selasa, 04 November 2014 - 14:39 WIB
UU Advokat Kembali Digugat
UU Advokat Kembali Digugat
A A A
JAKARTA - Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, kembali digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Kali ini gugatan terkait proses pengambilan sumpaha dvokatdi sidang terbuka pada pengadilan tinggi. Pasalnya, pengambilan sumpah advokat hanya bisa dilakukan jika tergabung dalam Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), sehingga ketentuan tersebut menyebabkan diskriminasi bagi organisasi advokat diluar Peradi.

Pernyataan ini diungkapkan Ismet selaku advokat dari Kongres Advokat Indonesia (KAI) saat sidang perdananya di MK kemarin. Dalam sidang yang dipimpin hakim konstitusi Muhammad Alim, Ismet mempersoalkan ketentuan pengambilan sumpah yang tertuang dalam Pasal 4 ayat (1) dan ayat (3) UU 18 Tahun 2003.

Dalam Pasal 4 ayat (1) UU Advokat disebutkan, sebelum menjalankan profesinya, advokat wajib bersumpah menurut agamanya atau berjanji dengan sungguh-sungguh di sidang terbuka pengadilan tinggi di wilayah domisili hukumnya. Sementara Pasal 4 ayat (3) menyatakan, salinan berita acara sumpah seperti dimaksud ayat (2) oleh panitera pengadilan tinggi yang bersangkutan dikirimkan kepada Mahkamah Agung (MA), menteri hukum dan HAM, dan organisasi advokat.

Menurut Ismet, tidak diperkenankannya pengambilan sumpah atas dirinya yang bukan bagian dari Peradi telah memberangus hak dan membatasi tugasnya sebagai advokat. Dampaknya, dirinya tidak bisa beracara di pengadilan karena tidak pernah diambil sumpah. “Itu diskriminatif yang bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1), (2), dan (3) UUD 1945,” ungkap Ismet.

Padahal, ujarnya, Mahkamah Agung (MA) pernah mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Ketua MA Tahun 2011 yang memperbolehkan advokat dari organisasi manapun beracara di persidangan. Bukan hanya itu, melalui Komnas HAM dan Komisi Yudisial (KY), pernah mengirimi surat ke MA untuk memperhatikan hak advokat yang masih tidak diakomodasi khususnya untuk pengambilan sumpah di PT.

Meski demikian, PT tetap tidak bersedia untuk mengambil sumpah di sidang terbuka karena adanya ketentuan pasal di atas. Bahkan, ungkapnya, MK pun pernah memerintahkan PT untuk menggelar sidang terbuka terkait pengambilan sumpah advokat. Dalam putusan bernomor 101/PUU/VII/2009, MK menyebutkan sumpah dapat dilakukan advokat dari organisasi mana pun.

Melihat itu, sikap PT yang tetap menolak melakukan pengambilan sumpah terhadap advokat di luar Peradi merupakan bentuk pembangkangan hukum. “Putusan MK itu kan dari organisasi advokat mana pun, dan putusan itu tidak dipatuhi MA dan pengadilan tinggi. Itu pembangkangan hukum,” tandasnya.

Menurut dia, MK harus bisa menegaskan kembali putusannya. Namun, nantinya pengambilan sumpah dapat dilakukan dengan kemandirian advokat, baik di PT maupun tempat lain yang layak dengan mengundang pimpinan pengadilan. Jadi, organisasi advokat bisa menyelenggarakan sumpah dengan dihadiri pejabat hukum setempat, bukan hanya di PT saja. “Dan, berita acaranya tetap dikirimkan ke MA serta menkumham,” paparnya.

MK menyatakan apa yang diujikan Ismet sudah pernah diputus MK dan dinyatakan tidak dapat diterima. Materi yang sudah pernah diuji tidak bisa kembali diajukan ke MK. Lagi pula, apa yang diuraikan Ismet bukan masalah norma, melainkan implementasi. “Ini bukan karena rumusan pasal yang bertentangan dengan UUD 1945, tetapi implementasi pelaksanaan dari pasal itu. Ini yang harus Saudara perhatikan,” terang hakim konstitusi Maria Farida.

Adapun permintaan pengambilan sumpah selain di PT, Maria justru memandang alasan tersebut tidak jelas dan menimbulkan ketidakpastian hukum.

Nurul adriyana
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6171 seconds (0.1#10.140)