Jokowi Diingatkan Tak Salah Pilih Kepala BIN
A
A
A
JAKARTA - Presiden Jokowi-JK diminta berhati-hati menempatkan pejabat untuk menduduki jabatan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN). Pasalnya, bila salah menempatkan, bisa berdampak buruk bagi stabilitas bangsa.
"Jangan sampai Kepala BIN di pegang oleh orang partai karena ini sangat berbahaya dan bisa dimanfaatkan oleh kelompok tertentu jika seorang politikus memengang kendali intelijen," kata Direktur Eksekutif Pustaka Institute Yusuf Aryadi dalam keterangan persnya, Senin (3/11/2014).
Ilmu intelijen, kata dia, anggota intelijen akan mudah digerakkan untuk merongrong stabilitas bangsa jika ditunggangi kepentingan partai politik tertentu.
"Banyak mudaratnya, jika orang partai pimpin BIN. Baik dari tingkat kerahasian yang akan mudah dibocorkan, arah reformasi intelijen negara akan berubah menjadi politik praktis. Fungsi intelijen bisa berubah menjadi fungsi membesarkan partainya, citra professional intelijen pun akan berubah menjadi premanisme intelijen, dan yang paling penting adalah arus mainstream orde baru akan kembali lagi jika orang partai kuasai BIN," katanya.
Yusuf berharap, Jokowi betul-betul meneliti dan tidak sembarangan dalam menempatkan orang di posisi Kepala BIN. Posisi kepala BIN itu adalah jantungnya negara.
"Da menjaga keutuhan negara, Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, jika bukan orang benar hancur negara ini," katanya.
Nama Sutiyoso yang juga Ketua Umum Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) santer akan mengisi posisi Kepala BIN menggantikan Mayjen TNI Marciano Norman.
Bahkan mantan Pangdam Jaya tersebut juga disebut-sebut ikut andil dalam penyerangan kantor PDI di Jalan Diponegoro pada 27 Juli 2006 silam. Namun pengusutan kasus itu tak tuntas hingga saat ini.
"Jangan sampai Kepala BIN di pegang oleh orang partai karena ini sangat berbahaya dan bisa dimanfaatkan oleh kelompok tertentu jika seorang politikus memengang kendali intelijen," kata Direktur Eksekutif Pustaka Institute Yusuf Aryadi dalam keterangan persnya, Senin (3/11/2014).
Ilmu intelijen, kata dia, anggota intelijen akan mudah digerakkan untuk merongrong stabilitas bangsa jika ditunggangi kepentingan partai politik tertentu.
"Banyak mudaratnya, jika orang partai pimpin BIN. Baik dari tingkat kerahasian yang akan mudah dibocorkan, arah reformasi intelijen negara akan berubah menjadi politik praktis. Fungsi intelijen bisa berubah menjadi fungsi membesarkan partainya, citra professional intelijen pun akan berubah menjadi premanisme intelijen, dan yang paling penting adalah arus mainstream orde baru akan kembali lagi jika orang partai kuasai BIN," katanya.
Yusuf berharap, Jokowi betul-betul meneliti dan tidak sembarangan dalam menempatkan orang di posisi Kepala BIN. Posisi kepala BIN itu adalah jantungnya negara.
"Da menjaga keutuhan negara, Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, jika bukan orang benar hancur negara ini," katanya.
Nama Sutiyoso yang juga Ketua Umum Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) santer akan mengisi posisi Kepala BIN menggantikan Mayjen TNI Marciano Norman.
Bahkan mantan Pangdam Jaya tersebut juga disebut-sebut ikut andil dalam penyerangan kantor PDI di Jalan Diponegoro pada 27 Juli 2006 silam. Namun pengusutan kasus itu tak tuntas hingga saat ini.
(mhd)