Jelang Kenaikan BBM, Buruh Tuntut Hapus Politik Upah Murah

Senin, 03 November 2014 - 03:31 WIB
Jelang Kenaikan BBM, Buruh Tuntut Hapus Politik Upah Murah
Jelang Kenaikan BBM, Buruh Tuntut Hapus Politik Upah Murah
A A A
JAKARTA - Jelang kenaikan bahan bakar minyak (BBM), buruh meminta pemerintah menghapus politik upah murah. Sebab, kenaikan BBM akan berpengaruh pada kesejahteraan buruh.

Presiden Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Mudhofir mengatakan, rencana kenaikan harga BBM yang akan dilakukan pemerintah akan berdampak meningkatkan laju inflasi, terutama kebutuhan hidup pokok akan melambung tinggi.

"Otomatis sangat berpengaruh terhadap daya beli buruh yang berimbas pada jauhnya cita-cita hidup layak bagi buruh," katanya di Jakarta, Minggu (2/11/2014).

Mudhofir mengatakan, politik upah murah hanya akan membuat perekonomian bangsa menjadi hancur, kurangnya produktifitas, kurangnya daya beli dan melemahnya sektor perdagangan. Mereka juga meminta politik upah murah ditiadakan karena adanya pasar bebas ASEAN 2015.

Bahkan, pemerintah dituntut untuk menyediakan sarana prasarana salah satunya upah layak bagi buruh. Dia menuturkan, persaingan pasar bebas ASEAN akan memaksa buruh membeli berbagai macam kebutuhan.

Dia mengkhawatirkan, harga barang nanti akan disamakan dengan harga pada negara-negara lain di wilayah Asean. Untuk itu, kenaikan upah harus disejajarkan dengan upah layak negara regional ASEAN lainnya.

Selain itu, Mudhofir juga menyampaikan delapan poin tuntutan menyikapi pemberlakuan UMP 2015. Pertama kenaikan upah minimum DKI sebesar Rp3,2 juta. Angka tersebut diperoleh setelah dilakukan survei selama delapan bulan dari Februari hingga September silam berdasarkan Komponen Hidup Layak (KHL).

"Jika tuntutan upah DKI ini tidak ditanggapi maka kami akan lakukan demo besar-besaran pada 4 dan 10 November. Kami akan berdemo di depan kantor gubernur, DPRD dan Disnakertrans dan berlanjut ke Kemenaker," ancamnya.

Tuntutan kedua ialah pemerintah harus mencabut Kepmen Nomor 231/2003 tentang tata cara penangguhan pembayaran upah. Pemerintah juga harus mencabut Permenaker Nomor 7/2013 tentang Upah Minimum, cabut Permenaker Nomor 19/2012 tentang outsourcing dan hapus outsourcing ditubuh BUMN.

Tuntutan keenam adalah ratifikasi konvensi ILO Nomor 189 tentang kerja layak pekerja rumah tangga. Ketujuh, Menolak KHL Dewan Pengupahan DKI dan Terakhir, cabut Pergub DKI Nomor 42/2007 tentang penangguhan UMP DKI.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5486 seconds (0.1#10.140)