Dituduh Hina Jokowi, Tukang Sate Ditahan
A
A
A
JAKARTA - Berhati-hatilah dalam menggunakan media sosial, jika tidak ingin berurusan dengan hukum. Pengalaman buruk dialami Muhammad Arsyad Assegaf alias Imen, 24, warga Ciracas, JakartaTimuryangmengunggah foto rekayasa Presiden Joko Widodo (Jokowi). Buruh tusuk sate di sebuah rumah makan itu diringkus polisi atas tuduhan pelanggaran sejumlah tindak pidana. Namun, penangkapan ini menuai kritik keras.
Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Chrisbiantoro mengaku kecewa dengan sikap Polri. Menurut dia, meskipun sudah menjadi tugas aparat penegak hukum untuk menjaga kewibawaan kepala negara, penangkapan seharusnya menjadi pilihan terakhir."Apalagi yang menangkap langsung Mabes Polri, ini berlebihan," kata Chrisbiantoro di Jakarta kemarin.
Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menilai penangkapan Arsyad aneh dan diskriminatif.
Dalam pandangannya, jika pelaku penghinaan adalah rakyat kecil, Polri bekerja cepat. "Giliran pelaku penghinaan itu orang kuat dan berpengaruh, Polri berputar-putar serta tidak segera menangkap," kata dia.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly mengaskan, pemidanaan Arsyad merupakan tindakan over reaktif kepolisian. Bagi mantan anggota Komisi III DPR itu, Polri mestinya melihat persoalan secara benar."Saya yakin Pak Presiden (Jokowi) juga tidak terlalu ambil pusing, kecuali yang menyangkut dengan keamanan negara dan ancaman fisik," katanya.
Arsyad ditangkap aparat Mabes Polri di rumahnya, Jalan H Jum, Kampung Rambutan, Jakarta Timur, Kamis (23/10). Penangkapan itu merupakan buntut laporan Koordinator Hukum Tim Kampanye Jokowi-JK, Henry Yosodiningrat, pada 27 Juli 2014. Arsyad dilaporkan melakukan tindak pidana penghinaan dan pencemaran nama baik Jokowi melalui media sosial serta pornografi.
Untuk diketahui, Arsyad didugasecara sengajamengunggah foto-foto hasil rekayasa di akun Facebook miliknya dengan maksudmenghinaJokowi. Foto-foto itu menunjukkan Jokowi dan Megawati Soekarnoputri dalam pose tidak senonoh.
Polisi menegaskan, tindakan Arsyad bukan delik aduan melainkan delik umum yang tanpa adanya laporan pun petugas berhak untuk menindaklanjutinya."Karena itu, kami langsung memprosesnya," ujar Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol A Kamil Razak di Mabes Polri.
Kamil menjelaskan, polisi baru menyelidiki penuh kasus ini pada Agustus mengingat bulan sebelumnya berlangsung Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014. Adapun pada pemeriksaan awal, Polri telah meminta keterangan dari pihak pelapor (Henry Yosodiningrat), dilanjutkan beberapa pihak terkait lainnya, termasuk Jokowi yang telah dimintai keterangannya pada 10 Oktober silam.
Kamil memastikan bahwa Arsyad yang mengedit langsung gambar-gambar itu. Kesimpulan ini diperoleh berdasarkan keterangan pelaku dan akun Facebook miliknya."Mengenai motif belum diakui oleh tersangka, namun dia punya kelompok yang memang dengan sengaja melakukan penghinaan nama baik dan mengedarkan foto-foto pornografi," kata Kamil.
Atas perbuatan itu, tersangka dijerat dengan pasal berlapis, yakni Pasal 29 juncto Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, Pasal 310, 311 156 dan 157 KUHP, serta Pasal 27, 45, 32, 35, 36, 51 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Kamil menjamin tidak akan ada perlakukan istimewa terkait penyelesaian kasus ini, meskipun korbannya merupakan tokoh-tokoh penting di negeri ini."Tidak ada perbedaan, sama saja dengan kasus lain. Kami juga ada kasus yang sama," ujarnya.
Sementara itu, Henry Yosodiningrat mengakui bahwa dirinya yang melaporkan kasus ini. Meski demikian, dia menegaskan tidak mengenal Arsyad."Saya tidak tahu dia siapa, tinggal di mana. Saya melaporkan dalam kapasitas sebagai koordinator tim hukum Jokowi-JK," kata Henry.
Menurut advokat yang juga anggota DPR ini, laporan itu didasari tindak pidana yang nyata-nyata dilakukan pelaku. Tersangka, kata dia, telah merekayasa foto seronok Jokowi dengan Megawati dan ditambahkan kalimat-kalimat yang merendahkan."Ini persoalannya bukan dia tukang sate atau bukan. Tapi ini telah merendahkan martabat Jokowi," ujarnya.
Dia pun meminta semua orang memandang jernih kasus ini. Sebab, yang dilaporkannya bukan untuk Jokowi, tapi semata- mata untuk penegakan hukum. "Apakah benar Arsyad yang membuat itu atau dia justru diminta seseorang untuk mengupload gambar tersebut," tegas dia.
Minta Maaf
Penangkapan dan penahanan Arsyad alias Imen membuat ibunya, Mursidah, shock. Dia mengaku tak tahu-menahu perihal penghinaan presiden yang dituduhkan polisi. Sepengetahuannya, Arsyad selama ini tak pernah berbuat macam-macam.
Dia menceritakan, penangkapan Imen mendadak dan mengejutkan."Kamis itu Imen baru saja nganter adiknya sekolah. Gak lama, ada empat orang yang mengaku polisi datang dan bilang kalau mencari dia," kata Mursidah saat ditemui di rumahnya kemarin. Saat itu, dirinya langsung memanggil anaknya. Apa yang terjadi? Imen langsung disergap.
Mengetahui hal itu, Mursidah pun menangis keras. Dia bahkan sempat memohon-mohon kepada polisiagarputranya tidakdibawa ke kantor kepolisian. Namun, polisi merespons dengan menunjukkan selembar kertas yang belakangan diketahuinya sebagai surat penangkapan.
"Saya ini nggak bisa baca tulis. Polisi minta saya suruh tulis nama dan tanda tangan,” ujarnya. Ketika Imen digelandang keluar rumah, Mursidah kembali mencoba menghalangi. Dia menjerit, meronta, dan menangis keras, memohon polisi untuk melepaskan anaknya. “Nggak bisa, anak saya tetap dibawa. Saya hanya nangis saja waktu itu. Saya yakin anak saya nggak bersalah, karena dia rajin bekerja," ucapnya.
Mursidah berharap anaknya bisa kembali kepada dirinya. Apalagi, Arsyad adalah tulang punggung keluarga."Kalaupun anak saya salah, mohon dimaafkan. Kalau perlu, saya ingin ketemu Pak Jokowi biar saya ngomong langsung, saya mau sujud mohon maaf demi anak saya," katanya.
Pengamat teknologi informasi Ruby Alamsyah menilai, UU ITE belum tersosialisasi dengan baik. Dampaknya, sering kali masyarakat tanpa sadar melakukan pelanggaran UU tersebut. Untuk itu, dia mendesak agar regulator, dalam hal ini, pemerintah lebih meningkatkan lagi sosialisasi peraturan tersebut. Selain itu, diperlukan juga kesadaran para pengguna media sosial untuk lebih berhatihati dan bijak saat di dunia maya.
Dian ramdhani/Dita angga/Helmi syarif/Okezone
Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Chrisbiantoro mengaku kecewa dengan sikap Polri. Menurut dia, meskipun sudah menjadi tugas aparat penegak hukum untuk menjaga kewibawaan kepala negara, penangkapan seharusnya menjadi pilihan terakhir."Apalagi yang menangkap langsung Mabes Polri, ini berlebihan," kata Chrisbiantoro di Jakarta kemarin.
Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menilai penangkapan Arsyad aneh dan diskriminatif.
Dalam pandangannya, jika pelaku penghinaan adalah rakyat kecil, Polri bekerja cepat. "Giliran pelaku penghinaan itu orang kuat dan berpengaruh, Polri berputar-putar serta tidak segera menangkap," kata dia.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly mengaskan, pemidanaan Arsyad merupakan tindakan over reaktif kepolisian. Bagi mantan anggota Komisi III DPR itu, Polri mestinya melihat persoalan secara benar."Saya yakin Pak Presiden (Jokowi) juga tidak terlalu ambil pusing, kecuali yang menyangkut dengan keamanan negara dan ancaman fisik," katanya.
Arsyad ditangkap aparat Mabes Polri di rumahnya, Jalan H Jum, Kampung Rambutan, Jakarta Timur, Kamis (23/10). Penangkapan itu merupakan buntut laporan Koordinator Hukum Tim Kampanye Jokowi-JK, Henry Yosodiningrat, pada 27 Juli 2014. Arsyad dilaporkan melakukan tindak pidana penghinaan dan pencemaran nama baik Jokowi melalui media sosial serta pornografi.
Untuk diketahui, Arsyad didugasecara sengajamengunggah foto-foto hasil rekayasa di akun Facebook miliknya dengan maksudmenghinaJokowi. Foto-foto itu menunjukkan Jokowi dan Megawati Soekarnoputri dalam pose tidak senonoh.
Polisi menegaskan, tindakan Arsyad bukan delik aduan melainkan delik umum yang tanpa adanya laporan pun petugas berhak untuk menindaklanjutinya."Karena itu, kami langsung memprosesnya," ujar Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol A Kamil Razak di Mabes Polri.
Kamil menjelaskan, polisi baru menyelidiki penuh kasus ini pada Agustus mengingat bulan sebelumnya berlangsung Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014. Adapun pada pemeriksaan awal, Polri telah meminta keterangan dari pihak pelapor (Henry Yosodiningrat), dilanjutkan beberapa pihak terkait lainnya, termasuk Jokowi yang telah dimintai keterangannya pada 10 Oktober silam.
Kamil memastikan bahwa Arsyad yang mengedit langsung gambar-gambar itu. Kesimpulan ini diperoleh berdasarkan keterangan pelaku dan akun Facebook miliknya."Mengenai motif belum diakui oleh tersangka, namun dia punya kelompok yang memang dengan sengaja melakukan penghinaan nama baik dan mengedarkan foto-foto pornografi," kata Kamil.
Atas perbuatan itu, tersangka dijerat dengan pasal berlapis, yakni Pasal 29 juncto Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, Pasal 310, 311 156 dan 157 KUHP, serta Pasal 27, 45, 32, 35, 36, 51 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Kamil menjamin tidak akan ada perlakukan istimewa terkait penyelesaian kasus ini, meskipun korbannya merupakan tokoh-tokoh penting di negeri ini."Tidak ada perbedaan, sama saja dengan kasus lain. Kami juga ada kasus yang sama," ujarnya.
Sementara itu, Henry Yosodiningrat mengakui bahwa dirinya yang melaporkan kasus ini. Meski demikian, dia menegaskan tidak mengenal Arsyad."Saya tidak tahu dia siapa, tinggal di mana. Saya melaporkan dalam kapasitas sebagai koordinator tim hukum Jokowi-JK," kata Henry.
Menurut advokat yang juga anggota DPR ini, laporan itu didasari tindak pidana yang nyata-nyata dilakukan pelaku. Tersangka, kata dia, telah merekayasa foto seronok Jokowi dengan Megawati dan ditambahkan kalimat-kalimat yang merendahkan."Ini persoalannya bukan dia tukang sate atau bukan. Tapi ini telah merendahkan martabat Jokowi," ujarnya.
Dia pun meminta semua orang memandang jernih kasus ini. Sebab, yang dilaporkannya bukan untuk Jokowi, tapi semata- mata untuk penegakan hukum. "Apakah benar Arsyad yang membuat itu atau dia justru diminta seseorang untuk mengupload gambar tersebut," tegas dia.
Minta Maaf
Penangkapan dan penahanan Arsyad alias Imen membuat ibunya, Mursidah, shock. Dia mengaku tak tahu-menahu perihal penghinaan presiden yang dituduhkan polisi. Sepengetahuannya, Arsyad selama ini tak pernah berbuat macam-macam.
Dia menceritakan, penangkapan Imen mendadak dan mengejutkan."Kamis itu Imen baru saja nganter adiknya sekolah. Gak lama, ada empat orang yang mengaku polisi datang dan bilang kalau mencari dia," kata Mursidah saat ditemui di rumahnya kemarin. Saat itu, dirinya langsung memanggil anaknya. Apa yang terjadi? Imen langsung disergap.
Mengetahui hal itu, Mursidah pun menangis keras. Dia bahkan sempat memohon-mohon kepada polisiagarputranya tidakdibawa ke kantor kepolisian. Namun, polisi merespons dengan menunjukkan selembar kertas yang belakangan diketahuinya sebagai surat penangkapan.
"Saya ini nggak bisa baca tulis. Polisi minta saya suruh tulis nama dan tanda tangan,” ujarnya. Ketika Imen digelandang keluar rumah, Mursidah kembali mencoba menghalangi. Dia menjerit, meronta, dan menangis keras, memohon polisi untuk melepaskan anaknya. “Nggak bisa, anak saya tetap dibawa. Saya hanya nangis saja waktu itu. Saya yakin anak saya nggak bersalah, karena dia rajin bekerja," ucapnya.
Mursidah berharap anaknya bisa kembali kepada dirinya. Apalagi, Arsyad adalah tulang punggung keluarga."Kalaupun anak saya salah, mohon dimaafkan. Kalau perlu, saya ingin ketemu Pak Jokowi biar saya ngomong langsung, saya mau sujud mohon maaf demi anak saya," katanya.
Pengamat teknologi informasi Ruby Alamsyah menilai, UU ITE belum tersosialisasi dengan baik. Dampaknya, sering kali masyarakat tanpa sadar melakukan pelanggaran UU tersebut. Untuk itu, dia mendesak agar regulator, dalam hal ini, pemerintah lebih meningkatkan lagi sosialisasi peraturan tersebut. Selain itu, diperlukan juga kesadaran para pengguna media sosial untuk lebih berhatihati dan bijak saat di dunia maya.
Dian ramdhani/Dita angga/Helmi syarif/Okezone
(bbg)