Pungli Marak di Lokasi Parkir Meter
A
A
A
JAKARTA - Keberadaan parkir meter di Jalan Agus Salim (Sabang), Menteng, Jakarta Pusat, yang awalnya bertujuan mengurangi kebocoran retribusi justru marak praktik pungutan liar (pungli) di luar ketentuan tarif yang berlaku.
Sejak pemberlakuan parkir meter di kawasan Sabang sistem pengendalian parkir tidak lagi membayar kepada petugas atau juru parkir. Pengendara cukup membayar dengan memasukkan uang koin ke mesin parkir. Namun, KORAN SINDO kemarin menemukan petugas menerima uang dari pengendara yang hendak keluar dari lokasi parkir.
Petugas tersebut mengenakan seragam parkir berwarna biru yang dilengkapi topi. Saat itu memang kendaraan yang parkir di Sabang cukup banyak. Juru parkir berdalih bahwa uang yang diberikan oleh pengendara untuk menukar koin. Laksmono, salah seorang pengendara, mengatakan, pada akhir pekan dia kerap membayar kelebihan waktu parkir kepada juru parkir. Biasanya saat weekend, dia bersama teman- temannya kumpul di Sabang dan bisa menghabiskan waktu lebih dari tiga jam.
Namun, saat memasukkan koin ke mesin parkir meter, dia hanya membayar Rp4.000 untuk biaya parkir selama satu jam. “Biasanya jika lebih dari satu jam saya berikan Rp5.000 ke petugas,” katanya. Menurut dia, minimnya juru parkir membuat pengendara lebih mengabaikan parkir meter karena masyarakat ketika ke kawasan Sabang tujuannya untuk santai, tidak untuk repot membayar uang parkir. Apalagi kondisi di Sabang sangat tidak rapi dan macet.
“Sebelum parkir saja sudah susah karena macet, sehingga ketika parkir cari yang simpel saja,” ujarnya. Hal serupa disampaikan Rudi, pengendara sepeda motor. Dia tidak membayar parkir meter dengan alasan dia datang ke sana hanya untuk makan. Motornya pun diparkir di depan tenda warung pempek. Setelah itu dia tetap memberikan uang parkir Rp2.000 kepada juru parkir. “Tidak ada yang mengarahkan saya untuk ke mesin parkir meter, ya sudah selesai makan saya bayar kepada petugas,” katanya.
Selain masih terjadi praktik pungli, kondisi infrastruktur di Sabang juga amburadul. Di sana Pemprov DKI Jakarta sedang memperbaiki trotoar di bagian tengah Jalan Agus Salim. Di pinggir jalan terlihat batu konblok berserakan sehingga mempersempit jalan. Namun, di bagian ujung Jalan Agus Salim yang sebelumnya ada perbaikan trotoar kini sudah selesai. Menanggapi adanya praktik pungli, Kepala Unit Pengelola (UP) Perparkiran DKI Jakarta Sunardi Sinaga menyatakan tidak akan menoleransi petugas parkir yang menerima uang tip dari pengendara.
Mereka telah digaji dua kali upah minimum provinsi (UMP) atau sekitar Rp4,6 juta per bulan. “Tolong kasih kami nama petugas itu. Kalau perlu fotonya. Biar kami pecat. Tidak dapat ditoleransi,” ujarnya di Balai Kota DKI Jakarta kemarin. Dia mengimbau warga untuk tidak memberikan uang ke juru parkir karena cara itu bisa memicu praktik pungli dan merusak visi Pemprov DKI dalam membuat proyek percontohan di Sabang. Tarif parkir meter di Sabang sebesar Rp5.000/- jam untuk mobil dan Rp2.000/- jam untuk sepeda motor.
Pada 1 November 2014 sistem pembayaran parkir meter diubah dari uang koin menggunakan kartu prabayar yang diproduksi oleh bank nasional seperti Bank Mandiri, BNI, BRI, BCA, dan Bank DKI. Kartu tersebut memudahkan pelayanan pembayaran parkir di Ibu Kota. “Kartu itu sama dengan kartu eticketing yang dipakai oleh penumpang bus Transjakarta. Kami sudah mendapatkan kesepakatan dengan perbankan untuk menerapkan sistem ini,” kata mantan Kabid Pengendalian dan Operasional (Dalops) Dinas Perhubungan DKI Jakarta itu.
Pada pekan ini dinasnya akan memasang mesin pembaca kartu prabayar di mesin parkir meter. Diharapkan sistem ini juga diterapkan untuk parkir off street atau parkir di gedung parkir sehingga tidak ada lagi transaksi parkir menggunakan uang tunai. Dia menyebutkan parkir meter akan dikembangkan di Pantai Indah Kapuk (PIK) dan Kelapa Gading, Jakarta Utara. Khusus untuk PIK ada potensi daya tampung parkir sepanjang 3 km. Lokasi parkir tersebut selama ini dikelola pihak swasta.
“Pihak swastanya minta kami menggunakan parkir meter,” imbuhnya. Ketua Koalisi Rakyat Pemerhati Jakarta Baru (Katar) Sugiyanto menuturkan cara kerja juru parkir yang masih menerima uang tip menunjukkan Dishub sebagai regulator terhadap parkir meter belum menjalankan sistem pengawasan secara maksimal. “Pada tahap uji coba saja sudah ditemukan pelanggaran, apalagi nanti jika diberlakukan menyeluruh di lokasi lain. Bisa saja bentuk pelanggaran serupa ditemukan,” ujarnya.
Dia mendesak Pemprov DKI mengevaluasi kinerja UP Perparkiran dan Dishub dalam membuat sistem kerja parkir meter. Dia khawatir sistem ini ketika benar-benar sudah berjalan ternyata memiliki standard operating procedure (SOP) tidak ketat. “Ini bisa memicu kebocoran parkir dan ketidaktertiban di area parkir on street,” ucapnya.
Ridwansyah/ Ilham safutra
Sejak pemberlakuan parkir meter di kawasan Sabang sistem pengendalian parkir tidak lagi membayar kepada petugas atau juru parkir. Pengendara cukup membayar dengan memasukkan uang koin ke mesin parkir. Namun, KORAN SINDO kemarin menemukan petugas menerima uang dari pengendara yang hendak keluar dari lokasi parkir.
Petugas tersebut mengenakan seragam parkir berwarna biru yang dilengkapi topi. Saat itu memang kendaraan yang parkir di Sabang cukup banyak. Juru parkir berdalih bahwa uang yang diberikan oleh pengendara untuk menukar koin. Laksmono, salah seorang pengendara, mengatakan, pada akhir pekan dia kerap membayar kelebihan waktu parkir kepada juru parkir. Biasanya saat weekend, dia bersama teman- temannya kumpul di Sabang dan bisa menghabiskan waktu lebih dari tiga jam.
Namun, saat memasukkan koin ke mesin parkir meter, dia hanya membayar Rp4.000 untuk biaya parkir selama satu jam. “Biasanya jika lebih dari satu jam saya berikan Rp5.000 ke petugas,” katanya. Menurut dia, minimnya juru parkir membuat pengendara lebih mengabaikan parkir meter karena masyarakat ketika ke kawasan Sabang tujuannya untuk santai, tidak untuk repot membayar uang parkir. Apalagi kondisi di Sabang sangat tidak rapi dan macet.
“Sebelum parkir saja sudah susah karena macet, sehingga ketika parkir cari yang simpel saja,” ujarnya. Hal serupa disampaikan Rudi, pengendara sepeda motor. Dia tidak membayar parkir meter dengan alasan dia datang ke sana hanya untuk makan. Motornya pun diparkir di depan tenda warung pempek. Setelah itu dia tetap memberikan uang parkir Rp2.000 kepada juru parkir. “Tidak ada yang mengarahkan saya untuk ke mesin parkir meter, ya sudah selesai makan saya bayar kepada petugas,” katanya.
Selain masih terjadi praktik pungli, kondisi infrastruktur di Sabang juga amburadul. Di sana Pemprov DKI Jakarta sedang memperbaiki trotoar di bagian tengah Jalan Agus Salim. Di pinggir jalan terlihat batu konblok berserakan sehingga mempersempit jalan. Namun, di bagian ujung Jalan Agus Salim yang sebelumnya ada perbaikan trotoar kini sudah selesai. Menanggapi adanya praktik pungli, Kepala Unit Pengelola (UP) Perparkiran DKI Jakarta Sunardi Sinaga menyatakan tidak akan menoleransi petugas parkir yang menerima uang tip dari pengendara.
Mereka telah digaji dua kali upah minimum provinsi (UMP) atau sekitar Rp4,6 juta per bulan. “Tolong kasih kami nama petugas itu. Kalau perlu fotonya. Biar kami pecat. Tidak dapat ditoleransi,” ujarnya di Balai Kota DKI Jakarta kemarin. Dia mengimbau warga untuk tidak memberikan uang ke juru parkir karena cara itu bisa memicu praktik pungli dan merusak visi Pemprov DKI dalam membuat proyek percontohan di Sabang. Tarif parkir meter di Sabang sebesar Rp5.000/- jam untuk mobil dan Rp2.000/- jam untuk sepeda motor.
Pada 1 November 2014 sistem pembayaran parkir meter diubah dari uang koin menggunakan kartu prabayar yang diproduksi oleh bank nasional seperti Bank Mandiri, BNI, BRI, BCA, dan Bank DKI. Kartu tersebut memudahkan pelayanan pembayaran parkir di Ibu Kota. “Kartu itu sama dengan kartu eticketing yang dipakai oleh penumpang bus Transjakarta. Kami sudah mendapatkan kesepakatan dengan perbankan untuk menerapkan sistem ini,” kata mantan Kabid Pengendalian dan Operasional (Dalops) Dinas Perhubungan DKI Jakarta itu.
Pada pekan ini dinasnya akan memasang mesin pembaca kartu prabayar di mesin parkir meter. Diharapkan sistem ini juga diterapkan untuk parkir off street atau parkir di gedung parkir sehingga tidak ada lagi transaksi parkir menggunakan uang tunai. Dia menyebutkan parkir meter akan dikembangkan di Pantai Indah Kapuk (PIK) dan Kelapa Gading, Jakarta Utara. Khusus untuk PIK ada potensi daya tampung parkir sepanjang 3 km. Lokasi parkir tersebut selama ini dikelola pihak swasta.
“Pihak swastanya minta kami menggunakan parkir meter,” imbuhnya. Ketua Koalisi Rakyat Pemerhati Jakarta Baru (Katar) Sugiyanto menuturkan cara kerja juru parkir yang masih menerima uang tip menunjukkan Dishub sebagai regulator terhadap parkir meter belum menjalankan sistem pengawasan secara maksimal. “Pada tahap uji coba saja sudah ditemukan pelanggaran, apalagi nanti jika diberlakukan menyeluruh di lokasi lain. Bisa saja bentuk pelanggaran serupa ditemukan,” ujarnya.
Dia mendesak Pemprov DKI mengevaluasi kinerja UP Perparkiran dan Dishub dalam membuat sistem kerja parkir meter. Dia khawatir sistem ini ketika benar-benar sudah berjalan ternyata memiliki standard operating procedure (SOP) tidak ketat. “Ini bisa memicu kebocoran parkir dan ketidaktertiban di area parkir on street,” ucapnya.
Ridwansyah/ Ilham safutra
(ars)