Butuh Konsistensi Penindakan dan Peninggian Separator

Selasa, 28 Oktober 2014 - 15:17 WIB
Butuh Konsistensi Penindakan...
Butuh Konsistensi Penindakan dan Peninggian Separator
A A A
JAKARTA - Berbagai cara dilakukan pemerintah untuk membuat jalur bus Transjakarta (busway ) bisa steril dari kendaraan pribadi, baik itu mobil maupun sepeda motor.

Namun, kenyataan di lapangan razia tidak konsisten digelar sehingga beberapa busway kembali dipenuhi kendaraan pribadi. Berdasarkan pantauan pada pagi hari, beberapa busway yang kerap diterobos kendaraan pribadi yakni di Jalan Gatot Subroto dari Pancoran yang menuju ke Polda Metro Jaya, Jalan Salemba Raya menuju Jalan Gunung Sahari, Jalan Hasyim Ashari, dan Jalan I Gusti Ngurah Rai. Ini tentu berdampak pada bus angkutan perbatasan terintegrasi bus Transjakarta (APTB).

Perjalanan menjadi lebih lama dan penumpang menumpuk. Direktur PO Mayasari Bhakti Arifin Azhari mengatakan, saat busway steril armadanya bisa berjalan enam rit dalam satu hari untuk rute Bekasi-Tanah Abang. ”Jika busway kembali dipenuhi kendaraan pribadi, maksimal ATPB hanya bisa empat rit dalam satu hari,” katanya kemarin. Dengan demikian, pendapatan pengemudi berkurang karena mereka dibayar menggunakan sistem kilometer. Dia berharap sterilisasi kembali digalakkan seperti November 2013 sehingga waktu tempuh bus bisa lebih cepat dan jumlah perjalanan meningkat. ”Karena lalu lintas jadi lebih lancar, bus pun bisa lebih cepat sampai,” ucapnya.

Kepala Badan Layanan Umum (BLU) Transjakarta Pargaulan Butar-Butar mengakui proses sterilisasi busway tidak optimal karena ada berbagai kegiatan berskala nasional yang membutuhkan banyak pengawalan polisi sehingga penilangan berkurang. Dia juga menyesalkan pengadilan yang belum sepenuhnya memberlakukan denda maksimal sehingga tujuan memberikan efek jera kepada pelanggar tidak terpenuhi.

Menurut Pargaulan, tidak sterilnya busway menyebabkan jarak kedatangan antarbus di 12 koridor tidak optimal. Hanya di koridor I (Blok M-Kota) yang kedatangan armadanya bisa diprediksi. Di koridor I kedatangan bus paling lama tiga menit dan bisa diprediksi. ”Sedangkan untuk koridor lain sekitar 10-20 menit,” katanya. Cara lain untuk sterilisasi busway yakni meninggikan pemisah jalur atau separator. Cara ini juga bisa menghemat tenaga karena petugas cuma mengawasi di bagian ujung atau persimpangan jalur. ”Tapi kalau separator itu bukan wewenang kami,” tuturnya.

Pengamat transportasi dari Institut Studi Transportasi, Darmaningtyas menegaskan, sebelumnya dia mengatakan bahwa penindakan terhadap pelanggar yang masuk busway tidak boleh hanya sesaat. Petugas harus bisa konsisten. Namun, kenyataan di lapangan berbeda sehingga masyarakat kembali berani masuk busway dan yang menjadi korban adalah pengguna transportasi massal. ”Penegakan hukum dalam bentuk sterilisasi jalur Transjakarta harus dilaksanakan secara konsisten. Itu harus dilakukan terus menerus setiap hari, bukan bersifat insidental. Tujuannya menciptakan budaya tertib,” tuturnya.

Darmaningtyas pesimistis dengan upaya sterilisasi yang dilakukan petugas gabungan. Seringkali masyarakat bisa masuk busway melalui mix traffic. Di titik ini tidak ada separator. Keberadaan u turn juga memungkinkan busway mudah diterobos. ”Sebenarnya pokok masalah dari sterilisasi busway adalah desain jalur dan kemauan anggota melakukan penindakan secara konsisten,” katanya.

Budi Darmawan, pengguna bus Transjakarta, mengaku sudah tiga bulan ini tidak naik transportasi massal tersebut karena waktu tempuh dari Cililitan menuju Grogol tidak bisa diprediksi lagi. Ketika ada petugas yang berjaga, dari Cililitan hingga Grogol bisa ditempuh dalam waktu 60 menit. ”Jika tidak steril, waktu tempuh lebih lama dan kondisi di dalam bus juga tidak manusiawi karena terlalu padat,” ungkapnya.

RIDWANSYAH
Jakarta
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1112 seconds (0.1#10.140)