Kabinet Jokowi Menuai Kekecewaan

Selasa, 28 Oktober 2014 - 12:17 WIB
Kabinet Jokowi Menuai Kekecewaan
Kabinet Jokowi Menuai Kekecewaan
A A A
JAKARTA - Formasi Kabinet Kerja pimpinan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) menuai ketidakpuasan. Hal ini antara lain terkait dengan proporsi kabinet yang dianggap tidak adil dan masih kental dengan kompromi.

Kekecewaan itu di antaranya disampaikan kalangan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Muhammadiyah.

Dari PDIP, kekecewaan terjadi karena kabinet hanya mengakomodasi empat kader partai, sama dengan jumlah kader Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)."Saya banyak dapat masukan dari kader di daerah tentang formasi dari jumlah orang di kabinet kalau dibandingkan dengan perolehan suara di DPR RI. Masukan yang menyatakan tidak puas dalam komposisi seperti itu," kata anggota DPR dari Fraksi PDIP TB Hasanuddin di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.

Menurut purnawira TNI bintang dua ini, semestinya kabinet mempertimbangkan proporsionalitas. Seperti diketahui, kursi PDIP di DPR sebanyak 109, PKB 47, Partai NasDem 32, dan Hanura 16. "Maunya proporsional dongkalau kader di daerah itu. PDIP misalnya tak sama dong dengan PKB. Dia 4 kami 4. Saya jujur, apa yang saya sampaikan sesuai dengan masukan sejak kemarin sampai 5 menit lalu," ungkapnya.

Walaupun kecewa, Hasanuddin menegaskan bahwa Presiden Jokowi punya hak prerogatif untuk menentukan susunan dan komposisi kabinetnya yang harus dihormati dan dihargai.

Bagi PDIP, kata dia, yang terpenting sekarang bagaimana kader yang duduk di kabinet bisa ikut berperan mengimplementasikan visi misi pemerintahan Jokowi. Dengan begitu, kata dia, rakyat akan melihat bagaimana kesungguhan pengabdian partainya yang nantinya membuahkan hasil kemenanganpada Pemilu2019mendatang."Format ini harus dijaga, ada banyak anggota kabinet dari kami, agar Pemilu 2019 menang lagi dalam mengaplikasikan Trisakti itu," ujarnya.

Seperti diketahui, 4 kader PDIP yang masuk Kabinet Kerja adalah Sekjen Tjahjo Kumolo sebagai menteri dalam negeri, Ketua Fraksi PDIP di DPR Puan Maharani sebagai menko bidang pembangunan manusia dan kebudayaan, Yasonna H Laoly sebagai menteri hukum dan HAM, serta AAGN Puspayoga sebagai menteri koperasi dan UMKM. Sebelumnya diprediksi kader yang masuk kabinet mencapai 7 atau setidaknya 6 orang. Namun belakangan beberapa nama yang sebelumnya diproyeksikan masuk justru terpental.

Mereka antara lain Pramono Anung, Maruarar Sirait, Eva K Sundari. Untuk nama Maruarar bahkan masih tertera dalam daftar calon menteri yang beredar ke publik di hari pelantikan. Nama Maruarar yang sebelumnya didapuk sebagai menkominfo tenggelam tak lama sebelum pengumuman. Presiden Jokowi mengumumkan yang menduduki posisi menkominfo adalah Rudiantara.

Sementara itu, dalam rapat pleno Fraksi PDIP kemarin, Pramono Anung dan Maruarar tidak hadir. Namun Sekretaris Fraksi PDIP Bambang Wuryanto mengatakan, ketidakhadiran Maruarar sudah menyampaikan izin karena ada keperluan.

Sementara untuk ketidakhadiran Pramono, Bambang tidak menjelaskannya. Dia juga enggan berspekulasi perihal pernyataan Pramono Anung sebelumnya yang mengatakan bahwa dirinya tidak masuk di kabinet karena mendapatkan tugas lain dari Megawati. Yang pasti, kata Bambang, rapat pleno fraksi tak membahas orang atau kader per kader, melainkan bagaimana sikap fraksi agar dalam melihat dinamika politik terkini punya kesamaan persepsi.

"Teman-teman PDIP ini harus mendapat info aktif dari perkembangan politik saat ini. Supaya ada pemahaman yang sama, supaya nanti suaranya sama. (Bila) nanti kalau ditanya ngomong -nya enggak ke sanakemari. Agar kami bisa satukan persepsinya," katanya.

Sekjen PDIP Tjahjo Kumolo enggan menanggapi wacana yang berkembang di publik, khususnya mengenai posisi Maruarar dan Pramono yang tidak masuk dalam Kabinet Kerja Presiden Jokowi.

Menurut Tjahjo, semua yang berangkat dari partai, pintunya hanya satu, melalui mekanisme partai yang diputuskan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri."Itu kan partai mengusulkan, masukatautidaktergantung partai. Semua lewat partai dahulu. Ini kan partai ada aturan mekanisme sendiri dong," katanya.

Adapun mantan Deputi Tim Transisi Jokowi-JK, Andi Widjajanto, menegaskan dirinya legawa tidak menjadi menteri di Kabinet Kerja. Putra politikus senior PDIP Theo Syafei, tersebut tidak seberuntung Rini Soemarno dan Anies Baswedan, mantan anggota Tim Transisi Jokowi-JK yang didapuk menjadi pembantu Presiden."Saya tidak dapat (menteri). Saya tidak jadi apa-apa kok," kata Andi di Kompleks Istana Merdeka, Jakarta, kemarin.

Seusai kesibukan mengurusi transisi pemerintah, pakar politik dan militer ini mengaku akan berlibur ke Australia hingga Natal dan Tahun Baru. Sebelumnya, nama Andi sempat digadang- gadang untuk sejumlah posisi seperti sekretaris kabinet atau menteri pertahanan.

Dari kalangan Muhammadiyah, walaupun tidak mempersoalkan proporsi kabinet, mereka prihatin dengan komposisi kabinet diisi orang-orang yang bermasalah baik yang terindikasi terlibat kasus korupsi maupun kasus HAM.

Ketua DPP Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Benny Pramula menegaskan pihaknya mengambil sikap untuk terus melakukan pengawalan terhadap Kabinet Kerja tersebut yang disebutnya berpotensi merugikan masyarakat.

"Secara tegas sebagai bentuk pengawalan kami akan melakukan kontrol sosial dan menolak kabinet yang dibentuk karena masih ada beberapa tokoh yang tidak bersih dari korupsi dan pelanggaran HAM," ujar Benny saat menyampaikan sikap resmi IMM di Kantor Muhammadiyah Jalan Menteng Raya Jakarta kemarin.

Sekretaris PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti yang disebutsebut sebagai kandidat menteri dari ormas Islam terbesar kedua di Tanah Air tersebut mengaku tidak ingin berspekulasi lebih jauh mengapa dirinya tidak terpilih di dalam kabinet.

Menurutnya semua keputusan penentuan menteri ada di tangan presiden dan menjadi hak prerogatif Kepala Negara."Nama saya muncul kan hanya di sejumlah penelitian lembaga survei dan saya tidak tahu apa pertimbangan Presiden dalam menentukan menterinya karena itu hak prerogatifnya," ucap Mu'ti.

Dia menandaskan, penentuan menteri juga hanya bagian dari sistem pemerintahan yang dibangun lima tahun ke depan. Oleh karenanya tentu ada berbagai macam pemikiran untuk memilih menteri. Namun Mu’ti mempertanyakan komitmen Jokowi-JK dalam membangun kabinet profesional tanpa mengedepankan kontrak politik serta tanpa tekanan partai. Sebab nyatanya kedua hal itu justru dilanggar dengan merekrut orang-orang yang tidak sesuai kompetensinya serta hanya berdasarkan kebutuhan jatah partai.

"Sekarang bisa kita lihat parpol pengusung dapat jatah dan partai juga menyodorkan nama-nama dari jajaran pengurus partainya," ujar Mu'ti.

Akibatnya menurut Mu’ti ada sejumlah pos kementerian tidak diisi orang yang sesuai dengan keahlian dan pengalamannya. Kondisi ini bisa berdampak pada tidakmaksimalnya program kerja pemerintah. "Akademik dan track record-nya tidak diperhatikan, asal masuk yang penting mengakomodasi," katanya.

Sementara itu pengamat politik dari Indo Barometer M Qodari menilai wajar PDIP kecewa karena selama ini diwacanakan lebih, yakni antara 6 atau 7 kursi. Jadi, kekecewaan tersebut bisa dipahami, apalagi bagi nama-nama yang sebelumnya masuk dalam daftar yang dispekulasikan masuk kabinet."Bisa dipahami, dalam konteks kader PDIP yang mestinya bisa masuk juga, kok ternyata karena hanya empat, maka tidak masuk," kata Qodari.

Qodari sendiri merasa kaget atas porsi PDIP yang hanya 4 kursi, sementara untuk partai lain tetap dengan porsinya, yakni PKB 4 kursi, NasDem 3 kursi, dan Hanura 2 kursi, serta belakangan PPP mendapatkan 1 kursi. Menurut dia, bisa jadi berkurangnya porsi PDIP tidak disadari mengingat keluar masuknya nama calon menteri begitu intens."Jadi sangat mungkin juga itu baru disadari ketika sudahdiumumkan," ujarnya. Kemungkinan lain, hal itu memang sudah disadari karena di luar 4 kursi itu juga ada menteri yang kadar kedekatannya dengan PDIP, seperti Rini Soemarno.

Kompromi Politik


Pengamat politik dari Universitas Mercu Buana Heri Budianto menilai nama-nama menteri yang menduduki kursi Kabinet Kerja Jokowi-JK kurang ideal dan sarat kompromi politik."Walau dipoles dengan istilah profesional dan profesional parpol tetap aroma kompromi politik tak bisa dilepaskan," ujarnya.

Dia menunjuk tampilnya sejumlah elite parpol yang diangkat menjadi menteri, terutama dari PDIP, sebagai pemilik saham terbesar. Menurut dia, munculnya nama Puan Maharani, Rini Soemarno, Tjahjo Kumolo membuktikan bahwa Megawati Soekarnoputri masih sangat berpengaruh dalam penyusunan kabinet.

"Terutama nama Puan dan Rini, saya melihat ini digaransi Bu Mega. Keduanya memiliki posisi strategis," katanya.

Direktur Utama Polcomm Institute itu lantas mengatakan bahwa ekspektasi Presiden terhadap kabinetnya terlalu tinggi. Hal itu bisa dilihat dari beberapa aspek pertama, penamaan "Kabinet Kerja" itu tentu memiliki makna sangat aplikatif. Kedua, pernyataan Presiden ketika memperkenalkan menterinya satu per satu lengkap dengan latar belakang dan harapan, juga menunjukkan ekspektasi yang tinggi.

Rahmat sahid/ sucipto/okezone.com
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6354 seconds (0.1#10.140)