Komposisi Kabinet Jokowi Dinilai Kerdilkan Partai Politik
A
A
A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah melantik 34 menteri Kabinet Kerja periode 2014-2019. Namun, masih muncul ketidakpuasan dari kalangan partai politik terkait susunan kabinet bentukan Jokowi tersebut.
Pengamat Politik Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) Said Salahudin mengatakan, ketidakpuasan terhadap komposisi kabinet itu justru muncul dari partai politik pendukung pemeruntah. Terutama dari sisi keseluruhan komposisi personel partai yang lebih sedikit.
"Dulu komposisinya 16- 18, ini menyusut menjadi 13. Jokowi seperti tidak percaya dengan partai pendukungnya dan khawatir mereka akan korupsi," kata Said saat berbincang dengan Sindonews, Senin 27 Oktober 2014 malam.
Melihat komposisi tersebut, Said menilai apa yang telah dilakukan Jokowi adalah keliru. Meski langkah Jokowi itu sebagai usaha menangkap kegelisahan publik terkait elite partai yang melakukan tindak pidana korupsi, namun tidak serta merta orang nomor satu di Indonesia itu memusuhi partai politik.
"Yang korupsi itu bukan orang partai saja. Banyak birokrat yang juga ditangkap KPK," kata dia.
Said memaparkan, menteri adalah jabatan politik, sehingga pantas dijabat oleh orang politik. Dia juga menjadi kepanjangan tangan dari pemerintah untuk berkomunikasi dengan lembaga politik di DPR.
"Hanya orang politik yang dapat berkomunikasi baik dengan lembaga legislatif itu," kata Said.
Lantas, seperti apa dampak yang akan ditimbulkan dari minimnya unsur partai dalam Kabinet Kerja Jokowi-JK? Said menambahkan, hal itu akan berujung pada rusaknya sistem kenegaraan.
"Parpol dibentuk untuk mengakomodir kepentingan anggota untuk turut serta menentukan kebijakan negara. Namun, parpol ini dikerdilkan oleh Jokowi," kata Said.
Pengamat Politik Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) Said Salahudin mengatakan, ketidakpuasan terhadap komposisi kabinet itu justru muncul dari partai politik pendukung pemeruntah. Terutama dari sisi keseluruhan komposisi personel partai yang lebih sedikit.
"Dulu komposisinya 16- 18, ini menyusut menjadi 13. Jokowi seperti tidak percaya dengan partai pendukungnya dan khawatir mereka akan korupsi," kata Said saat berbincang dengan Sindonews, Senin 27 Oktober 2014 malam.
Melihat komposisi tersebut, Said menilai apa yang telah dilakukan Jokowi adalah keliru. Meski langkah Jokowi itu sebagai usaha menangkap kegelisahan publik terkait elite partai yang melakukan tindak pidana korupsi, namun tidak serta merta orang nomor satu di Indonesia itu memusuhi partai politik.
"Yang korupsi itu bukan orang partai saja. Banyak birokrat yang juga ditangkap KPK," kata dia.
Said memaparkan, menteri adalah jabatan politik, sehingga pantas dijabat oleh orang politik. Dia juga menjadi kepanjangan tangan dari pemerintah untuk berkomunikasi dengan lembaga politik di DPR.
"Hanya orang politik yang dapat berkomunikasi baik dengan lembaga legislatif itu," kata Said.
Lantas, seperti apa dampak yang akan ditimbulkan dari minimnya unsur partai dalam Kabinet Kerja Jokowi-JK? Said menambahkan, hal itu akan berujung pada rusaknya sistem kenegaraan.
"Parpol dibentuk untuk mengakomodir kepentingan anggota untuk turut serta menentukan kebijakan negara. Namun, parpol ini dikerdilkan oleh Jokowi," kata Said.
(kri)