Tiga Momentum Menakar Kualitas Menteri
A
A
A
JAKARTA - Beragam penilaian bermunculan menyikapi 34 figur menteri dalam Kabinet Kerja yang dibentuk Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK).
Ada yang memberikan penilaian positif, namun tidak sedikit pula yang berpandangan negatif.
Misalnya mempertanyakan relevansi keilmuan dan pengalaman figur dengan jabatannya sebagai menteri.
"Ada tiga momentum yang bisa diperhatikan untuk mengukur kualitas menteri," tutur pengamat politik dari Universitas Parahyangan, Asep Warlan Yusuf kepada Sindonews, Senin 27 Oktober 2014.
Pertama, publik bisa menilai kualitas figur ketika masih menjabat sebagai calon menteri. Misalnya ketika ditanya jurnalis tentang program kerjanya. "Jika menjawab lihat saja nanti atau menunggu arahan presiden. Dari sana akan terlihat kualitasnya," tuturnya.
Kedua, lanjut dia, pada hari pertama kerja sebagai menteri. Pada saat itu biasanya menteri akan mengumpulkan jajarannya. "Jika ternyata menteri itu lebih banyak meminta masukan, daripada memberikan arahan maka kualitasnya diragukan," tutur Asep.
Menurut dia, seorang menteri harus memberikan arahan kepada jajarannya terkait konsep dan program yang diinginkan pemerintah.
Jika sebaliknya meminta banyak masukan dari bawahannya, kata Asep, bisa menjadi isyarat bahwa menteri seperti itu mudah didikte oleh pejabat di bawahnya.
"Bisa saja menteri itu nantinya justru akan dipermainkan oleh bawahannya. Itu mengkhawatirkan," tuturnya.
Ketiga, kata dia, publik bisa melihat performa menteri dalam kurun waktu 100 hari.
Dia mengungkapkan, 100 hari cukup menggambarkan kemampuan menteri, khusunsnya dalam hal perencanaan. "Dari sana akan terlihat bagaimana kemampuan menteri menetapkan skala prioritas, yakni membedakan program yang penting dan mendesak," tuturnya.
Asep yakin publik akan mengawasi kinerja Kabinet Kerja ini secara ketat. Publik juga berhak memberikan penilaian terhadap kinerja menteri.
Ada yang memberikan penilaian positif, namun tidak sedikit pula yang berpandangan negatif.
Misalnya mempertanyakan relevansi keilmuan dan pengalaman figur dengan jabatannya sebagai menteri.
"Ada tiga momentum yang bisa diperhatikan untuk mengukur kualitas menteri," tutur pengamat politik dari Universitas Parahyangan, Asep Warlan Yusuf kepada Sindonews, Senin 27 Oktober 2014.
Pertama, publik bisa menilai kualitas figur ketika masih menjabat sebagai calon menteri. Misalnya ketika ditanya jurnalis tentang program kerjanya. "Jika menjawab lihat saja nanti atau menunggu arahan presiden. Dari sana akan terlihat kualitasnya," tuturnya.
Kedua, lanjut dia, pada hari pertama kerja sebagai menteri. Pada saat itu biasanya menteri akan mengumpulkan jajarannya. "Jika ternyata menteri itu lebih banyak meminta masukan, daripada memberikan arahan maka kualitasnya diragukan," tutur Asep.
Menurut dia, seorang menteri harus memberikan arahan kepada jajarannya terkait konsep dan program yang diinginkan pemerintah.
Jika sebaliknya meminta banyak masukan dari bawahannya, kata Asep, bisa menjadi isyarat bahwa menteri seperti itu mudah didikte oleh pejabat di bawahnya.
"Bisa saja menteri itu nantinya justru akan dipermainkan oleh bawahannya. Itu mengkhawatirkan," tuturnya.
Ketiga, kata dia, publik bisa melihat performa menteri dalam kurun waktu 100 hari.
Dia mengungkapkan, 100 hari cukup menggambarkan kemampuan menteri, khusunsnya dalam hal perencanaan. "Dari sana akan terlihat bagaimana kemampuan menteri menetapkan skala prioritas, yakni membedakan program yang penting dan mendesak," tuturnya.
Asep yakin publik akan mengawasi kinerja Kabinet Kerja ini secara ketat. Publik juga berhak memberikan penilaian terhadap kinerja menteri.
(dam)