Ruwatan dan Jamasan Pusaka Dongkrak Kunjungan Wisatawan
A
A
A
KULONPROGO - Sejumlah tradisi dan ritual menyambut Tahun Baru Islam, Muharam 1436 H atau dikenal dengan bulan Assyura, masih dilaksanakan masyarakat Kulonprogo, Yogyakarta.
Mereka menggelar beberapa tradisi mulai jamasan (memandikan) barang-barang pusaka, ruwatan, hingga melarung sesaji. Puncak objek wisata Suroloyo pun banyak dipadati pengunjung.
Di Padepokan Gunung Lanang Pedukuhan Kalibayem Desa Sindutan Kecamatan Temon, pada malam 1 Muharam ini dilaksanakan ”Ruwatan Agung Salira Lestari Jati dan pentas wayang kulit oleh Ki Basuki dengan lakon Gatotkaca Winisudha (Brajadenta Balela)”. Pagi harinya dilakukan labuhan di Pantai Congot untuk membuang sukerta. ”Ada 77 peserta dari beberapa kota besar di Jawa,” papar pengelola Padepokan Gunung Lanang Ki Soewaldji.
Ruwatan ini memiliki makna membersihkan diri demi masa depan yang lebih baik yang ditandai dengan mandi. Mereka juga membuang sial dengan membuang sukerto dengan melabuhkan benda-benda di Pantai Congot. Sementara pada pagi harinya juga digelar upacara adat suran dan jamasan pusaka Suroloyo di Sendang Kawidodaren. Sebelum dijamas, pusaka yang dibawa itu dikirab menuju Sendang Kawidodaren yang airnya diyakini bisa memancarkan kecantikan dan lebih awet muda.
Di perdukuhan Klebakan Salamrejo, Sentolo, juga dilakukan jamasan pusaka berupa kitab daun lontar. Kitab ini sudah berusia ratusan tahun dan ada sejak Kerajaan Mataram. Secara turun-temurun, kitab ini dirawat keluarga Ny Mangun Sukirah. ”Sesuai wasiat kakek buyut, setiap 1 Muharam dilakukan jamasan,” ujarnya.
Kepala Dinas Kebudayaan, Pa-riwisata, Pemuda, dan Olahraga (Disbudparpora) Kulonprogo Eko Wisnu Wardhana mengatakan, tradisi ini sudah rutin dilaksanakan setiap tahun. Hal ini menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk datang. Puncak Suroloyo, misalnya, mampu mendatangkan ribuan pengunjung. ”Tradisi ini telah menjadi bagian pengembangan pariwisata,” ujarnya.
Kuntadi
Mereka menggelar beberapa tradisi mulai jamasan (memandikan) barang-barang pusaka, ruwatan, hingga melarung sesaji. Puncak objek wisata Suroloyo pun banyak dipadati pengunjung.
Di Padepokan Gunung Lanang Pedukuhan Kalibayem Desa Sindutan Kecamatan Temon, pada malam 1 Muharam ini dilaksanakan ”Ruwatan Agung Salira Lestari Jati dan pentas wayang kulit oleh Ki Basuki dengan lakon Gatotkaca Winisudha (Brajadenta Balela)”. Pagi harinya dilakukan labuhan di Pantai Congot untuk membuang sukerta. ”Ada 77 peserta dari beberapa kota besar di Jawa,” papar pengelola Padepokan Gunung Lanang Ki Soewaldji.
Ruwatan ini memiliki makna membersihkan diri demi masa depan yang lebih baik yang ditandai dengan mandi. Mereka juga membuang sial dengan membuang sukerto dengan melabuhkan benda-benda di Pantai Congot. Sementara pada pagi harinya juga digelar upacara adat suran dan jamasan pusaka Suroloyo di Sendang Kawidodaren. Sebelum dijamas, pusaka yang dibawa itu dikirab menuju Sendang Kawidodaren yang airnya diyakini bisa memancarkan kecantikan dan lebih awet muda.
Di perdukuhan Klebakan Salamrejo, Sentolo, juga dilakukan jamasan pusaka berupa kitab daun lontar. Kitab ini sudah berusia ratusan tahun dan ada sejak Kerajaan Mataram. Secara turun-temurun, kitab ini dirawat keluarga Ny Mangun Sukirah. ”Sesuai wasiat kakek buyut, setiap 1 Muharam dilakukan jamasan,” ujarnya.
Kepala Dinas Kebudayaan, Pa-riwisata, Pemuda, dan Olahraga (Disbudparpora) Kulonprogo Eko Wisnu Wardhana mengatakan, tradisi ini sudah rutin dilaksanakan setiap tahun. Hal ini menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk datang. Puncak Suroloyo, misalnya, mampu mendatangkan ribuan pengunjung. ”Tradisi ini telah menjadi bagian pengembangan pariwisata,” ujarnya.
Kuntadi
(ars)