KPK Usut Peran Presdir PT Avidisc Crestec Interindo
A
A
A
JAKARTA - KPK mengusut peran Presiden Direktur PT Avidisc Crestec Interindo Wirawan Tanzil dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) tahun anggaran 2011-2012.
Juru Bicara KPK Johan Budi SP mengatakan, kemarin sedianya Wirawan Tanzil akan diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi e-KTP dengan tersangka Sugiharto, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan e-KTP sekaligus Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan pada Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Ditjen Dukcapil Kemendagri). Tapi Wirawan tak hadir dan sudah menyampaikan pemberitahuan.
Johan menuturkan, saksi yang hadir dan sudah diperiksa Jumat ini adalah Kasubag Penyusunan Program Bagian Perencanaan pada Setditjen Dikcapil Suparmanto. Pemanggilan dan pemeriksaan Wirawan Tanzil serta Suparmanto diperlukan untuk melengkapi berkas Sugiharto.
"Wirawan Tanzil hari ini enggak hadir. Tapi ada pemberitahuan. Penyidik akan menjadwalkan ulang. Perannya seperti apa tentu penyidik yang tahu, saya tidak diinformasikan," kata Johan kepada SINDO, Jumat 24 Oktober 2014.
Dia mengaku, belum mengetahui posisi PT Avidisc Crestec Interindo dalam konteks pengadaan e-KTP. Apakah termasuk sebagai subkontraktor/rekanan atau bukan. Menurut Johan, penyidik terus mendalami dan mengembangkan kasus e-KTP.
Pengembangannya apakah ada pihak-pihak lain yang terlibat atau tidak. Baik dari unsur Kemendagri, swasta ataupun penyelenggara negara di luar Kemendagri.
Penyidik masih akan memeriksa sejumlah saksi. Johan belum mengetahui kapan berkas perkara Sugiharto rampung dan dilimpahkan ke tahap penuntutan. "Kasusnya masih kita kembangkan," tandas pria yang kini menjabat Deputi Pencegahan.
Dari penelusuran SINDO, PT Avidisc Crestec Interindo adalah perusahaan yang bergerak di bidang Optical Disc Manufacturing. Perusahaan ini beralamat di Jalan Sulawesi I Kawasan Industri MM 2100 Bl H-4/421 Cibitung, Bekasi, Jawa Barat. Perusahaan yang berdiri sejak 2001 ini memasarkan produknya di dalam negeri dan mengekspor ke luar negeri.
Sebelumnya, KPK mengumumkan secara resmi penetapan Sugiharto sebagai tersangka proyek pengadaan e-KTP pada Selasa 22 April 2014. Yang bersangkutan disangka melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo Pasal 55 Ayat (1) ke-(1) KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Dari pasal-pasal ini, Sugiharto diduga menyalahgunaan kewenangannya secara melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau sebuah korporasi. Perbuatan pidana yang bersangkutan diduga dilakukan secara bersama-sama dan melakukan sejumlah gabungan perbuatan yang harus dipandang sebagai satu perbuatan.
Anggaran yang digunakan dalam proyek ini berasal dari pagu anggaran tahun anggaran 2011-2012 dengan nilai Rp6 triliun. Dari penyidikan KPK, penyidik sudah menemukan dugaan kerugian sementara dalam proyek ini.
Dari pengadaan 2011 (dengan anggaran lebih dari Rp2 triliun) dan 2012 (lebih dari Rp3 triliun) negara mengalami kerugian sekira Rp1,12 triliun. Kerugian negara itu terjadi karena ada beberapa dugaan mark up atau penggelembungan harga satuan dalam konteks pengadaan e-KTP.
Juru Bicara KPK Johan Budi SP mengatakan, kemarin sedianya Wirawan Tanzil akan diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi e-KTP dengan tersangka Sugiharto, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan e-KTP sekaligus Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan pada Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Ditjen Dukcapil Kemendagri). Tapi Wirawan tak hadir dan sudah menyampaikan pemberitahuan.
Johan menuturkan, saksi yang hadir dan sudah diperiksa Jumat ini adalah Kasubag Penyusunan Program Bagian Perencanaan pada Setditjen Dikcapil Suparmanto. Pemanggilan dan pemeriksaan Wirawan Tanzil serta Suparmanto diperlukan untuk melengkapi berkas Sugiharto.
"Wirawan Tanzil hari ini enggak hadir. Tapi ada pemberitahuan. Penyidik akan menjadwalkan ulang. Perannya seperti apa tentu penyidik yang tahu, saya tidak diinformasikan," kata Johan kepada SINDO, Jumat 24 Oktober 2014.
Dia mengaku, belum mengetahui posisi PT Avidisc Crestec Interindo dalam konteks pengadaan e-KTP. Apakah termasuk sebagai subkontraktor/rekanan atau bukan. Menurut Johan, penyidik terus mendalami dan mengembangkan kasus e-KTP.
Pengembangannya apakah ada pihak-pihak lain yang terlibat atau tidak. Baik dari unsur Kemendagri, swasta ataupun penyelenggara negara di luar Kemendagri.
Penyidik masih akan memeriksa sejumlah saksi. Johan belum mengetahui kapan berkas perkara Sugiharto rampung dan dilimpahkan ke tahap penuntutan. "Kasusnya masih kita kembangkan," tandas pria yang kini menjabat Deputi Pencegahan.
Dari penelusuran SINDO, PT Avidisc Crestec Interindo adalah perusahaan yang bergerak di bidang Optical Disc Manufacturing. Perusahaan ini beralamat di Jalan Sulawesi I Kawasan Industri MM 2100 Bl H-4/421 Cibitung, Bekasi, Jawa Barat. Perusahaan yang berdiri sejak 2001 ini memasarkan produknya di dalam negeri dan mengekspor ke luar negeri.
Sebelumnya, KPK mengumumkan secara resmi penetapan Sugiharto sebagai tersangka proyek pengadaan e-KTP pada Selasa 22 April 2014. Yang bersangkutan disangka melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo Pasal 55 Ayat (1) ke-(1) KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Dari pasal-pasal ini, Sugiharto diduga menyalahgunaan kewenangannya secara melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau sebuah korporasi. Perbuatan pidana yang bersangkutan diduga dilakukan secara bersama-sama dan melakukan sejumlah gabungan perbuatan yang harus dipandang sebagai satu perbuatan.
Anggaran yang digunakan dalam proyek ini berasal dari pagu anggaran tahun anggaran 2011-2012 dengan nilai Rp6 triliun. Dari penyidikan KPK, penyidik sudah menemukan dugaan kerugian sementara dalam proyek ini.
Dari pengadaan 2011 (dengan anggaran lebih dari Rp2 triliun) dan 2012 (lebih dari Rp3 triliun) negara mengalami kerugian sekira Rp1,12 triliun. Kerugian negara itu terjadi karena ada beberapa dugaan mark up atau penggelembungan harga satuan dalam konteks pengadaan e-KTP.
(kri)