ICW Nilai Pembebasan Bersyarat Hartati Cacat Hukum
A
A
A
JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai pembebasan bersyarat (PB) yang diberikan Kemenkum HAM kepada Hartati Murdaya cacat hukum.
Pembebasan bersyarat Hartati Murdaya dinilai melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Khususnya Pasal 43 A dan Pasal 43 B PP 99/2012.
"Dalam Pasal 43 A Ayat 1 huruf a syarat bagi seorang koruptor untuk mendapatkan pembebasan bersyarat adalah narapidana yang bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya atau lebih dikenal sebagai Justice Collaborator," ujar Koordinator Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan ICW Emerson Yuntho melalui rilis yang diterima Sindonews, Senin (1/9/2014).
Selanjutnya, dalam Pasal 43 A Ayat 3 jelas menyebutkan, "Kesediaan untuk bekerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus dinyatakan secara tertulis oleh instansi penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan”.
"KPK sendiri sudah menyatakan bahwa Hartati bukanlah pelaku yang mau bekerja sama (Justice Collaborator). Dengan demikian syarat PB bersyarat untuk Hartati tidak terpenuhi," tegasnya.
Selain itu, lanjut Emerson, pada Pasal 43 B yang pada intinya menyebutkan Direktur Jenderal Pemasyarakatan dalam memberikan pertimbangan kepada Menteri Hukum dan HAM wajib meminta rekomendasi dari instansi terkait, yakni Polri, Kejagung, dan KPK atas narapidana tindak pidana korupsi.
"KPK sudah nyata-nyata menolak kapasitas Hartati sebagai Justice Collaborator. Selain itu, KPK juga sudah menolak permintaan surat dari Dirjen Pemasyarakatan untuk meminta rekomendasi agar Hartati mendapatkan PB," tandasnya.
Karena itu, pihaknya meminta Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin membatalkan Surat Keputusan tentang pemberian PB untuk Hartati. Pasalnya, cacat hukum dan melukai rasa keadilan masyarakat.
"Serta tidak sejalan dengan upaya pemberantasan korupsi yang juga diusung oleh pemerintah," pungkasnya.
Pembebasan bersyarat Hartati Murdaya dinilai melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Khususnya Pasal 43 A dan Pasal 43 B PP 99/2012.
"Dalam Pasal 43 A Ayat 1 huruf a syarat bagi seorang koruptor untuk mendapatkan pembebasan bersyarat adalah narapidana yang bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya atau lebih dikenal sebagai Justice Collaborator," ujar Koordinator Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan ICW Emerson Yuntho melalui rilis yang diterima Sindonews, Senin (1/9/2014).
Selanjutnya, dalam Pasal 43 A Ayat 3 jelas menyebutkan, "Kesediaan untuk bekerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus dinyatakan secara tertulis oleh instansi penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan”.
"KPK sendiri sudah menyatakan bahwa Hartati bukanlah pelaku yang mau bekerja sama (Justice Collaborator). Dengan demikian syarat PB bersyarat untuk Hartati tidak terpenuhi," tegasnya.
Selain itu, lanjut Emerson, pada Pasal 43 B yang pada intinya menyebutkan Direktur Jenderal Pemasyarakatan dalam memberikan pertimbangan kepada Menteri Hukum dan HAM wajib meminta rekomendasi dari instansi terkait, yakni Polri, Kejagung, dan KPK atas narapidana tindak pidana korupsi.
"KPK sudah nyata-nyata menolak kapasitas Hartati sebagai Justice Collaborator. Selain itu, KPK juga sudah menolak permintaan surat dari Dirjen Pemasyarakatan untuk meminta rekomendasi agar Hartati mendapatkan PB," tandasnya.
Karena itu, pihaknya meminta Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin membatalkan Surat Keputusan tentang pemberian PB untuk Hartati. Pasalnya, cacat hukum dan melukai rasa keadilan masyarakat.
"Serta tidak sejalan dengan upaya pemberantasan korupsi yang juga diusung oleh pemerintah," pungkasnya.
(kri)