PR Besar Pemerintahan Baru di Sektor Pertanian
A
A
A
JAKARTA - Hingga menjelang akhir masa kepemimpinannya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dinilai tidak mampu memberikan kontribusi berarti terhadap terwujudnya kedaulatan pangan dan meningkatnya kesejahteraan petani kecil di Indonesia.
Hal tersebut seperti diungkapkan Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih, saat dihubungi Sindonews, Sabtu (23/8/2014).
Henry mengatakan, dalam 10 tahun di bawah kepemimpinan SBY, negeri agraris ini menjauh dari cita-cita kedaulatan pangan dan mensejahterakan petani kecil.
Hal tersebut, menurut Henry, tercermin dari meningkatnya nilai impor pangan sebanyak empat kali lipat, yaitu sebesar US$ 3,34 miliar pada 2003, dan menjadi US$ 14,9 miliar pada 2013.
"Diperparah lagi dengan menyusutnya luas lahan pertanian sebanyak lima juta hektar lebih, atau menurun sekitar 16,32 persen selama 10 tahun terakhir," kata Henry.
Sejalan dengan menyusutnya lahan pertanian itu, Henry memaparkan, hingga saat ini, tingkat kemiskinan di pedesaan sebagai basis hidup petani kecil masih sangat tinggi.
Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) pada Maret 2014, tingkat kemiskinan pedesaan tercatat sebesar 17 juta jiwa atau hampir setara dengan 50 persen dari jumlah petani yang ada di Indonesia, 31,70 juta jiwa.
Oleh karena itu, Henry mengimbau kepada presiden terpilih untuk tidak mengikuti jejak SBY dalam menangani sektor pertanian di Indonesia.
"Presiden terpilih harus melaksanakan pembaruan agraria yang sebenarnya telah dijanjikan SBY di awal masa pemerintahannya, namun sama sekali tak dijalankan," pungkasnya.
Hal tersebut seperti diungkapkan Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih, saat dihubungi Sindonews, Sabtu (23/8/2014).
Henry mengatakan, dalam 10 tahun di bawah kepemimpinan SBY, negeri agraris ini menjauh dari cita-cita kedaulatan pangan dan mensejahterakan petani kecil.
Hal tersebut, menurut Henry, tercermin dari meningkatnya nilai impor pangan sebanyak empat kali lipat, yaitu sebesar US$ 3,34 miliar pada 2003, dan menjadi US$ 14,9 miliar pada 2013.
"Diperparah lagi dengan menyusutnya luas lahan pertanian sebanyak lima juta hektar lebih, atau menurun sekitar 16,32 persen selama 10 tahun terakhir," kata Henry.
Sejalan dengan menyusutnya lahan pertanian itu, Henry memaparkan, hingga saat ini, tingkat kemiskinan di pedesaan sebagai basis hidup petani kecil masih sangat tinggi.
Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) pada Maret 2014, tingkat kemiskinan pedesaan tercatat sebesar 17 juta jiwa atau hampir setara dengan 50 persen dari jumlah petani yang ada di Indonesia, 31,70 juta jiwa.
Oleh karena itu, Henry mengimbau kepada presiden terpilih untuk tidak mengikuti jejak SBY dalam menangani sektor pertanian di Indonesia.
"Presiden terpilih harus melaksanakan pembaruan agraria yang sebenarnya telah dijanjikan SBY di awal masa pemerintahannya, namun sama sekali tak dijalankan," pungkasnya.
(maf)