SBY Kembali Singgung Soal WikiLeaks di Ratas
A
A
A
JAKARTA - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kembali menyinggung informasi WikiLeaks tentang perintah pencegahan pemerintah Australia untuk mengungkap kasus dugaan korupsi pencetakan uang tahun 1999 yang diduga melibatkan para tokoh dan pemimpin Asia, di rapat kabinet terbatas (ratas).
"Hal lain yang menjadi perhatian kita di dalam negeri, sudah sempat saya sampaikan beberapa hari lalu, ketika ada isu yang dipicu oleh WikiLeaks dan diamplifikasi oleh beberapa media di dalam negeri. Ada permasalahan yang berkaitan dengan pencetakan uang di Australia. Sejumlah pemimpin di asia disebut-sebut," kata SBY saat memimpin ratas, di kantornya, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (4/8/2014).
Sekadar diketahui, dua orang yang disebut-sebut WikiLeaks itu adalah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan mantan Presiden Megawati Soekarnorputri.
"Agar tidak ada spekulasi dan fitnah, saya jelaskan, pencetakan itu menjadi kewenangan urusan Bank Indonesia, bukan presiden, bukan pemerintah," katanya.
Menurut SBY, isu yang dikeluarkan WikiLeaks merupakan isu yang sensitif. Karena itu, dirinya sudah menyerukan lewat Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalhi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk bekerja sama dengan Australia.
"Kalau ada yang tidak benar pada tahun 1999 itu, saya masih ada di TNI, segalanya bisa diklarifikasi dengan benar. Hukum dan kebenaran harus ditegakkan. Saya serius untuk meminta KPK bekerja sama dengan Australia," tuturnya.
Sekadar diketahui, kasus ini mencuat setelah situs antikerahasiaan, WikiLeaks, Selasa 29 Juli 2014 mengungkap perintah Pengadilan Australia untuk menyensor publikasi terkait kasus dugaan penyuapan oleh anak usaha Bank Sentral Australia, Reserve Bank of Australia (RBA).
WikiLeaks menyebutkab kasus tersebut diduga dilakukan para agen anak usaha RBA, Securency and Note Printing Australia, demi mengamankan sejumlah kontrak untuk menyuplai uang kertas polimer pada Pemerintah Indonesia, Malaysia, dan Vietnam.
Berkaitan dengan kasus itu, dalam perintah sensor tersebut ditegaskan agar publikasi apa pun tidak mengungkapkan atau menyiarkan nama-nama beberapa pejabat tinggi Indonesia, Malaysia, dan Vietnam.
Informasi yang dilansir Wikileaks pun mendapatkan reaksi dari Presiden SBY. Presiden menilai informasi yang disiarkan WikiLeaks telah mencemarkan nama baiknya dan mantan Presiden Megawati Soekarnoputri.
Dia menilai informasi tersebut bisa menimbulkan berbagai spekulasi. "Juga menimbulkan spekulasi kecurigaan, bisa-bisa fitnah nanti terhadap baik Ibu Mega maupun saya," ujar SBY dalam jumpa pers di kediamannya, Puri Cikeas, Bogor, Kamis 31 Juli 2014.
"Hal lain yang menjadi perhatian kita di dalam negeri, sudah sempat saya sampaikan beberapa hari lalu, ketika ada isu yang dipicu oleh WikiLeaks dan diamplifikasi oleh beberapa media di dalam negeri. Ada permasalahan yang berkaitan dengan pencetakan uang di Australia. Sejumlah pemimpin di asia disebut-sebut," kata SBY saat memimpin ratas, di kantornya, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (4/8/2014).
Sekadar diketahui, dua orang yang disebut-sebut WikiLeaks itu adalah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan mantan Presiden Megawati Soekarnorputri.
"Agar tidak ada spekulasi dan fitnah, saya jelaskan, pencetakan itu menjadi kewenangan urusan Bank Indonesia, bukan presiden, bukan pemerintah," katanya.
Menurut SBY, isu yang dikeluarkan WikiLeaks merupakan isu yang sensitif. Karena itu, dirinya sudah menyerukan lewat Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalhi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk bekerja sama dengan Australia.
"Kalau ada yang tidak benar pada tahun 1999 itu, saya masih ada di TNI, segalanya bisa diklarifikasi dengan benar. Hukum dan kebenaran harus ditegakkan. Saya serius untuk meminta KPK bekerja sama dengan Australia," tuturnya.
Sekadar diketahui, kasus ini mencuat setelah situs antikerahasiaan, WikiLeaks, Selasa 29 Juli 2014 mengungkap perintah Pengadilan Australia untuk menyensor publikasi terkait kasus dugaan penyuapan oleh anak usaha Bank Sentral Australia, Reserve Bank of Australia (RBA).
WikiLeaks menyebutkab kasus tersebut diduga dilakukan para agen anak usaha RBA, Securency and Note Printing Australia, demi mengamankan sejumlah kontrak untuk menyuplai uang kertas polimer pada Pemerintah Indonesia, Malaysia, dan Vietnam.
Berkaitan dengan kasus itu, dalam perintah sensor tersebut ditegaskan agar publikasi apa pun tidak mengungkapkan atau menyiarkan nama-nama beberapa pejabat tinggi Indonesia, Malaysia, dan Vietnam.
Informasi yang dilansir Wikileaks pun mendapatkan reaksi dari Presiden SBY. Presiden menilai informasi yang disiarkan WikiLeaks telah mencemarkan nama baiknya dan mantan Presiden Megawati Soekarnoputri.
Dia menilai informasi tersebut bisa menimbulkan berbagai spekulasi. "Juga menimbulkan spekulasi kecurigaan, bisa-bisa fitnah nanti terhadap baik Ibu Mega maupun saya," ujar SBY dalam jumpa pers di kediamannya, Puri Cikeas, Bogor, Kamis 31 Juli 2014.
(kri)