Jalan Panjang Lobi Politik Menuju 'Kekuatan' Ideal di Parlemen
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah usai menggelar Pemilihan Umum (Pemilu) 2014, baik Pemilihan Legislatif (Pileg) 2014, maupun Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014.
Sejumlah nama yang akan menduduki kursi panas di Gedung DPR/MPR telah bermunculan. Ada yang kembali terpilih, dan ada yang harus rela untuk tak terpilih dan tergantikan dengan yang baru.
Pileg 2014 diikuti 12 partai politik (parpol), yang dilaksanakan pada 9 April 2014. Di antaranya, Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Kemudian Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Partai Bulan Bintang (PBB), dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI).
Hasilnya, PDIP menjadi partai yang paling banyak meraih suara pada Pileg 2014 dengan 18,95 persen, diikuti Golkar 14,75 persen, Gerindra 11,81 persen, Demokrat 10,19 persen, PKB 9,04 persen, PAN 7,59 persen, PKS 6,79 persen, Nasdem 6,72 persen, PPP 6,53 persen, Hanura 5,26 persen.
Kemudian dua partai terbawah, PBB memperoleh 1,46 persen suara dan PKPI di urutan buncit dengan 0,91 persen. Hingga menuju Pilpres 2014, sejumlah parpol mulai mengerucut menjadi dua kutub.
Pertama kutub yang digawangi Partai Gerindra, dengan Calon Presiden (Capres) Prabowo Subianto. Sampai memunculkan nama Hatta Rajasa sebagai calon wakil presiden (cawapres).
Parpol seperti Gerindra, PPP, PAN, PKS, PBB, Golkar, bulat mendukung pencalonan Prabowo-Hatta menuju Pilpres 2014. Meski belakangan Demokrat ikut bergabung dalam koalisi ini. Koalisi parpol ini diberi nama Koalisi Merah Putih, dengan lambang Garuda Merah di dada sebelah kanan.
Sedangkan kutub kedua yang dipelopori PDIP, mengusung Joko Widodo (Jokowi) sebagai capres. Dengan cawapres Jusuf Kalla (JK). Jokowi-JK didukung oleh PDIP, Nasdem, PKB dan PKPI.
Kedua kontestan capres-cawapres ini pun bertarung di Pilpres 2014. Sampai akhirnya, 22 Juli, KPU menetapkan Jokowi-JK sebagai pemenangnya dengan perolehan suara 53,15 persen (70.997.833). Sedangkan Prabowo-Hatta memperoleh 46,85 persen (62.576.444).
Membaca hasil Pilpres 2014 ini, tentu kekuatan parlemen yang dimiliki kubu Jokowi-JK tak sebanding dengan kekuatan yang ada pada Koalisi Merah Putih.
Sebagai pembanding, Koalisi Merah Putih yang diisi oleh Gerindra (73 kursi), Golkar (91 kursi), Demokrat (61 kursi), PAN (49 kursi), PKS (40 kursi), dan PPP (39 kursi). Kekuatan koalisi ini di parlemen berjumlah 280 kursi.
Cawapres Hatta Rajasa menyatakan, dalam koalisi Merah Putih ini diharapkan bisa menjaga komitmen yang dibangun antara partai politik (parpol).
"Harga mati empat pilar (Pancasila, Undang-undang Dasar, Bhineka Tunggal Ika, NKRI) yang menjadi komitmen bangsa Indonesia," kata Hatta Rajasa di Tugu Proklamasi, Jakarta, Senin 14 Juli.
"Oleh sebab itu koalisi Merah Putih akan memimpin, dan tidak akan ada satu kelompok manapun yang bisa mengusik. Kita akan memfungsikan fungsi parlemen agar berjalan dengan baik. Sehingga kita tidak kehilangan waktu," imbuhnya.
Berbanding terbalik dengan parpol Koalisi Jokowi-JK yang terdiri dari PDIP (109 kursi), Nasdem (35 kursi), dan PKB (47 kursi). Kekuatan koalisi ini di parlemen berjumlah 191 kursi.
Jokowi berkali-kali menegaskan, koalisi yang dibangunnya adalah koalisi tanpa syarat. Saat deklarasi partai pendukung Jokowi di Kantor DPP PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Rabu 14 Mei.
Jokowi menyatakan bahagia dengan kemurnian kerja sama antarpartai, tanpa berbicara soal menteri dan calon wakil presiden. Wahyuni mengaku, tidak terlalu yakin dengan pernyataan koalisi tanpa syarat tersebut.
Karena ada konsekuensi logis yang menjadi perekat ketika parpol berkoalisi. Meski tampak dari luar menyebut tanpa syarat. "Koalisi tanpa syarat itu hanya lips service. Kalau koalisi, pasti ada syarat yang sudah disepakati," tandasnya.
Tentu berkaca dari kekuatan parlemen yang dimiliki oleh kubu Jokowi-JK, maka tak akan mudah untuk mengarungi derasnya pertarungan politik di parlemen, melawan kubu Prabowo-Hatta.
Jika hal ini tidak diantisipasi dengan menggandeng beberapa parpol Koalisi Merah Putih. Bukan tidak mungkin, kubu Jokowi-JK akan melempem di Parlemen.
Sejumlah nama yang akan menduduki kursi panas di Gedung DPR/MPR telah bermunculan. Ada yang kembali terpilih, dan ada yang harus rela untuk tak terpilih dan tergantikan dengan yang baru.
Pileg 2014 diikuti 12 partai politik (parpol), yang dilaksanakan pada 9 April 2014. Di antaranya, Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Kemudian Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Partai Bulan Bintang (PBB), dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI).
Hasilnya, PDIP menjadi partai yang paling banyak meraih suara pada Pileg 2014 dengan 18,95 persen, diikuti Golkar 14,75 persen, Gerindra 11,81 persen, Demokrat 10,19 persen, PKB 9,04 persen, PAN 7,59 persen, PKS 6,79 persen, Nasdem 6,72 persen, PPP 6,53 persen, Hanura 5,26 persen.
Kemudian dua partai terbawah, PBB memperoleh 1,46 persen suara dan PKPI di urutan buncit dengan 0,91 persen. Hingga menuju Pilpres 2014, sejumlah parpol mulai mengerucut menjadi dua kutub.
Pertama kutub yang digawangi Partai Gerindra, dengan Calon Presiden (Capres) Prabowo Subianto. Sampai memunculkan nama Hatta Rajasa sebagai calon wakil presiden (cawapres).
Parpol seperti Gerindra, PPP, PAN, PKS, PBB, Golkar, bulat mendukung pencalonan Prabowo-Hatta menuju Pilpres 2014. Meski belakangan Demokrat ikut bergabung dalam koalisi ini. Koalisi parpol ini diberi nama Koalisi Merah Putih, dengan lambang Garuda Merah di dada sebelah kanan.
Sedangkan kutub kedua yang dipelopori PDIP, mengusung Joko Widodo (Jokowi) sebagai capres. Dengan cawapres Jusuf Kalla (JK). Jokowi-JK didukung oleh PDIP, Nasdem, PKB dan PKPI.
Kedua kontestan capres-cawapres ini pun bertarung di Pilpres 2014. Sampai akhirnya, 22 Juli, KPU menetapkan Jokowi-JK sebagai pemenangnya dengan perolehan suara 53,15 persen (70.997.833). Sedangkan Prabowo-Hatta memperoleh 46,85 persen (62.576.444).
Membaca hasil Pilpres 2014 ini, tentu kekuatan parlemen yang dimiliki kubu Jokowi-JK tak sebanding dengan kekuatan yang ada pada Koalisi Merah Putih.
Sebagai pembanding, Koalisi Merah Putih yang diisi oleh Gerindra (73 kursi), Golkar (91 kursi), Demokrat (61 kursi), PAN (49 kursi), PKS (40 kursi), dan PPP (39 kursi). Kekuatan koalisi ini di parlemen berjumlah 280 kursi.
Cawapres Hatta Rajasa menyatakan, dalam koalisi Merah Putih ini diharapkan bisa menjaga komitmen yang dibangun antara partai politik (parpol).
"Harga mati empat pilar (Pancasila, Undang-undang Dasar, Bhineka Tunggal Ika, NKRI) yang menjadi komitmen bangsa Indonesia," kata Hatta Rajasa di Tugu Proklamasi, Jakarta, Senin 14 Juli.
"Oleh sebab itu koalisi Merah Putih akan memimpin, dan tidak akan ada satu kelompok manapun yang bisa mengusik. Kita akan memfungsikan fungsi parlemen agar berjalan dengan baik. Sehingga kita tidak kehilangan waktu," imbuhnya.
Berbanding terbalik dengan parpol Koalisi Jokowi-JK yang terdiri dari PDIP (109 kursi), Nasdem (35 kursi), dan PKB (47 kursi). Kekuatan koalisi ini di parlemen berjumlah 191 kursi.
Jokowi berkali-kali menegaskan, koalisi yang dibangunnya adalah koalisi tanpa syarat. Saat deklarasi partai pendukung Jokowi di Kantor DPP PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Rabu 14 Mei.
Jokowi menyatakan bahagia dengan kemurnian kerja sama antarpartai, tanpa berbicara soal menteri dan calon wakil presiden. Wahyuni mengaku, tidak terlalu yakin dengan pernyataan koalisi tanpa syarat tersebut.
Karena ada konsekuensi logis yang menjadi perekat ketika parpol berkoalisi. Meski tampak dari luar menyebut tanpa syarat. "Koalisi tanpa syarat itu hanya lips service. Kalau koalisi, pasti ada syarat yang sudah disepakati," tandasnya.
Tentu berkaca dari kekuatan parlemen yang dimiliki oleh kubu Jokowi-JK, maka tak akan mudah untuk mengarungi derasnya pertarungan politik di parlemen, melawan kubu Prabowo-Hatta.
Jika hal ini tidak diantisipasi dengan menggandeng beberapa parpol Koalisi Merah Putih. Bukan tidak mungkin, kubu Jokowi-JK akan melempem di Parlemen.
(maf)