Tim Prabowo Ungkap Empat Bentuk Kecurangan
A
A
A
JAKARTA - Tim Pembela Merah Putih mengaku menerima berbagai laporan tentang kecurangan yang terjadi di berbagai daerah. Mereka menyatakan kecurangan itu telah merugikan pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa.
Menurut tim advokasi Prabowo-Hatta itu ada empat pola dugaan kecurangan yang terjadi di Pilpres 2014 secara umum. "Pertama adalah politik uang," ujar Anggota Tim Pembela Merah Putih, Habiburokhman saat jumpa pers di Hotel Kartika Chandra, Jakarta, Rabu (16/7/2014).
Dia mengatakan, kasus politik uang (money politics) itu terjadi secara terstruktur, sistematis dan masif di berbagai daerah. "Di Kabupaten Bandung, Tangerang, Jakarta Timur, Jakarta Pusat, kami menemukan pembagian sembako dan alat peraga Jokowi-JK," ungkapnya.
Sementara di Kabupaten Bekasi, pihaknya menemukan kasus pembagian amplop berisi uang dan kartu petunjuk pencoblosan Joko Widodoi-Jusuf Kalla (Jokowi-JK).
"Kami mendapati aktivitas pemuatan sejumlah besar minyak goreng di salah satu posko relawan Jokowi-JK di Jalan Banyumas Nomor 5 Jakarta Pusat pada H-1 pencoblosan," katanya.
Dia mengatakan, berbagai kasus itu secara resmi sudah dikaporkan pihaknya ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) kabupaten setempat.
Sedangkan pola kecurangan yang kedua, lanjut dia, adalah adanya dugaan ketidaknetralan kepala daerah yang merugikan pasangan Prabowo-Hatta.
"Kami mendapat informasi bahwa di Jawa Tengah ada surat edaran gubernur kepada lurah, kepala desa (kades) dan aparat desa yang isinya secara garis besar meminta lurah, kades, aparat desa untuk tidak menunjukkan sikap berbeda secara haluan politik gubernur yang jelas-jelas adalah kader PDIP," tutur Habiburokhman.
Dia mengatakan, meskipun Gubernur Jawa Tengah telah membantah menerbitkan surat edaran itu, namun hingga hari ini belum ada keterangan resmi dari pihak kepolisian setempat yang membantah keaslian surat itu.
Sementara itu, pola yang ketiga adalah perampasan dan perampokan formulir C1 milik pasangan Prabowo-Hatta. "Di Bima Nusa Tenggara Barat, mobil pembawa formulir C1 dirampok orang tak dikenal. Di Garut, rumah penyimpanan formulir C1 juga sempat didatangi sejumlah orang yang memaksa meminta form itu," tuturnya.
Kemudian, pola yang keempat, lanjut dia, indikasi adanya mobilisasi pemilih siluman. "Di DKI Jakarta saja kami menemukan kasus banyaknya pemilih nonpenduduk setempat yang tidak memiliki form A5 yang seharusnya diperlukan untuk melakukan pencoblosan di lebih dari 5.800 TPS," ucap dia.
Dia mengungkapkan, diperkirakan jumlah pemilih jenis ini mencapai lebih dari 272.000 orang. Menurut dia, jumlah ini sangat signifikan mempengaruhi hasil pemilihan secara nasional, mengingat peserta pemilu presiden dan wakil presiden hanya dua pasangan calon.
Menurut tim advokasi Prabowo-Hatta itu ada empat pola dugaan kecurangan yang terjadi di Pilpres 2014 secara umum. "Pertama adalah politik uang," ujar Anggota Tim Pembela Merah Putih, Habiburokhman saat jumpa pers di Hotel Kartika Chandra, Jakarta, Rabu (16/7/2014).
Dia mengatakan, kasus politik uang (money politics) itu terjadi secara terstruktur, sistematis dan masif di berbagai daerah. "Di Kabupaten Bandung, Tangerang, Jakarta Timur, Jakarta Pusat, kami menemukan pembagian sembako dan alat peraga Jokowi-JK," ungkapnya.
Sementara di Kabupaten Bekasi, pihaknya menemukan kasus pembagian amplop berisi uang dan kartu petunjuk pencoblosan Joko Widodoi-Jusuf Kalla (Jokowi-JK).
"Kami mendapati aktivitas pemuatan sejumlah besar minyak goreng di salah satu posko relawan Jokowi-JK di Jalan Banyumas Nomor 5 Jakarta Pusat pada H-1 pencoblosan," katanya.
Dia mengatakan, berbagai kasus itu secara resmi sudah dikaporkan pihaknya ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) kabupaten setempat.
Sedangkan pola kecurangan yang kedua, lanjut dia, adalah adanya dugaan ketidaknetralan kepala daerah yang merugikan pasangan Prabowo-Hatta.
"Kami mendapat informasi bahwa di Jawa Tengah ada surat edaran gubernur kepada lurah, kepala desa (kades) dan aparat desa yang isinya secara garis besar meminta lurah, kades, aparat desa untuk tidak menunjukkan sikap berbeda secara haluan politik gubernur yang jelas-jelas adalah kader PDIP," tutur Habiburokhman.
Dia mengatakan, meskipun Gubernur Jawa Tengah telah membantah menerbitkan surat edaran itu, namun hingga hari ini belum ada keterangan resmi dari pihak kepolisian setempat yang membantah keaslian surat itu.
Sementara itu, pola yang ketiga adalah perampasan dan perampokan formulir C1 milik pasangan Prabowo-Hatta. "Di Bima Nusa Tenggara Barat, mobil pembawa formulir C1 dirampok orang tak dikenal. Di Garut, rumah penyimpanan formulir C1 juga sempat didatangi sejumlah orang yang memaksa meminta form itu," tuturnya.
Kemudian, pola yang keempat, lanjut dia, indikasi adanya mobilisasi pemilih siluman. "Di DKI Jakarta saja kami menemukan kasus banyaknya pemilih nonpenduduk setempat yang tidak memiliki form A5 yang seharusnya diperlukan untuk melakukan pencoblosan di lebih dari 5.800 TPS," ucap dia.
Dia mengungkapkan, diperkirakan jumlah pemilih jenis ini mencapai lebih dari 272.000 orang. Menurut dia, jumlah ini sangat signifikan mempengaruhi hasil pemilihan secara nasional, mengingat peserta pemilu presiden dan wakil presiden hanya dua pasangan calon.
(dam)