Netralitas KPU Diuji Lewat Real Count
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan menjadi menjadi penentu titik terang siapa pasangan capres dan cawapres yang menjadi pemenang Pilpres 2014 melalui real count. Karena itu, perhatian publik akan terkonsentrasi pada KPU hingga 22 Juli nanti.
Pengamat Politik dari Universitas Indonesia Said Salahuddin mengatakan, kepercayaan publik terhadap KPU akan seberapa netral dan profesional lembaga ini dalam mengawal penghitungan suara.
Untuk itu, lanjutnya, apabila selama proses rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara ditemukan ada anggota penyelenggara di bawahnya yang melakukan tindakan menyimpang, KPU harus langsung menjatuhkan sanksi terhadap mereka.
"Jangan menunggu datangnya laporan dari kedua kubu pasangan calon atau menunggu tindakan dari Bawaslu. Harus KPU sendiri yang pro aktif memantau dan memonitor proses rekap di tingkatan bawah," ujarnya kepada Sindonews, Kamis 10 Juli 2014 malam.
Menurutnya, ruang komplain dari saksi masing-masing pasangan pada tahap rekapitulasi di tiap jenjang harus benar-benar dibuka dan diperhatikan, tanpa harus menggerus independensi penyelenggara pemilu.
Sepanjang KPU dan jajaran di bawahnya memastikan diri bekerja secara profesional menurut peraturan perundang-undangan, tutur dia, maka hasil pilpres mereka nantinya pasti akan diperkuat oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Ditambahkannya, pasangan yang mengajukan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) ke MK akan sia-sia.
"Tetapi sebaliknya, jika penyelenggara pemilu ternyata terlibat dalam kecurangan, apalagi sifatnya terstruktur, sistematis, dan masif, maka besar kemungkinan MK akan memerintahkan dilaksanakannya pemungutan suara ulang atau penghitungan ulang di sebagian atau seluruh daerah," katanya.
Bahkan, tambah Said, bisa saja MK membatalkan keputusan pemenang pilpres yang ditetapkan oleh KPU. Jika MK menemukan adanya kesalahan penghitungan suara atau mendapati pelanggaran yang dilakukan oleh salah satu pasangan, maka bisa saja MK langsung menetapkan pasangan calon yang kalah menurut KPU menjadi pemenang pilpres.
"Sebab, hanya ada dua pasangan calon yang berlaga. Dalam kasus PHPU Pemilukada hal yang semacam itu pernah juga terjadi," pungkasnya.
Pengamat Politik dari Universitas Indonesia Said Salahuddin mengatakan, kepercayaan publik terhadap KPU akan seberapa netral dan profesional lembaga ini dalam mengawal penghitungan suara.
Untuk itu, lanjutnya, apabila selama proses rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara ditemukan ada anggota penyelenggara di bawahnya yang melakukan tindakan menyimpang, KPU harus langsung menjatuhkan sanksi terhadap mereka.
"Jangan menunggu datangnya laporan dari kedua kubu pasangan calon atau menunggu tindakan dari Bawaslu. Harus KPU sendiri yang pro aktif memantau dan memonitor proses rekap di tingkatan bawah," ujarnya kepada Sindonews, Kamis 10 Juli 2014 malam.
Menurutnya, ruang komplain dari saksi masing-masing pasangan pada tahap rekapitulasi di tiap jenjang harus benar-benar dibuka dan diperhatikan, tanpa harus menggerus independensi penyelenggara pemilu.
Sepanjang KPU dan jajaran di bawahnya memastikan diri bekerja secara profesional menurut peraturan perundang-undangan, tutur dia, maka hasil pilpres mereka nantinya pasti akan diperkuat oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Ditambahkannya, pasangan yang mengajukan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) ke MK akan sia-sia.
"Tetapi sebaliknya, jika penyelenggara pemilu ternyata terlibat dalam kecurangan, apalagi sifatnya terstruktur, sistematis, dan masif, maka besar kemungkinan MK akan memerintahkan dilaksanakannya pemungutan suara ulang atau penghitungan ulang di sebagian atau seluruh daerah," katanya.
Bahkan, tambah Said, bisa saja MK membatalkan keputusan pemenang pilpres yang ditetapkan oleh KPU. Jika MK menemukan adanya kesalahan penghitungan suara atau mendapati pelanggaran yang dilakukan oleh salah satu pasangan, maka bisa saja MK langsung menetapkan pasangan calon yang kalah menurut KPU menjadi pemenang pilpres.
"Sebab, hanya ada dua pasangan calon yang berlaga. Dalam kasus PHPU Pemilukada hal yang semacam itu pernah juga terjadi," pungkasnya.
(kri)