Din: Hasil Survei Timbulkan Potensi Konflik di Masyarakat
A
A
A
JAKARTA - Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin mengaku setuju jika sejumlah lembaga survei dilakukan audit untuk memastikan apakah selama ini metode yang digunakan berdasarkan metedologi dan kaidah ilmiah dalam memprediksi hasil pemilu.
Menurut Din, perbedaan hitung cepat (quick count) sejumlah lembaga survei cukup membingungkan masyarakat. Bahkan, perbedaan tersebut berpotensi menyulut konflik di masyarakat.
"Karena hasil lembaga survei itu ternyata telah menimbulkan potensi masalah di tubuh bangsa ini. Sehingga kedua belah pihak mengklaim kemenangan," ujar Din di Kantor DPP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (10/7/2014).
Din menjelaskan, seharusnya perbedaan hasil hitung cepat bisa dihindarkan, jika masing-masing lembaga survei berpedoman pada kaidah penelitian dan metode yang tepat. Namun, ia khawatir justru hitung cepat lembaga survei dilakukan karena ada pesanan.
Sejauh ini dirinya menyerahkan sepenuhnya kepada lembaga kode etik seperti Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) untuk mengaudit keberadaan survei tersebut. Dari situ, katanya, lembaga survei gampang diukur kepantasannya.
"Seharusnya pemenangnya ada satu. Jika ada perbedaan pasti ada yang salah. Tapi kalau nanti ada lembaga yang tidak benar harus di sanksi," ungkapnya.
Terlepas dari peran lembaga survei, tambah Din, dirinya berharap penyelenggara pemilu seperti KPU dan Bawaslu tetap bersikap netral dan profesional. Apalagi, netralitas KPU dan Bawaslu saat ini diuji menjelang penghitungan resmi (real count) di KPU pada 22 Juli mendatang.
"Selama mereka (penyelenggara pemilu) tidak jujur dan ada intervensi maka membuka peluang bagi konflik di tubuh bangsa ini," tutupnya.
Menurut Din, perbedaan hitung cepat (quick count) sejumlah lembaga survei cukup membingungkan masyarakat. Bahkan, perbedaan tersebut berpotensi menyulut konflik di masyarakat.
"Karena hasil lembaga survei itu ternyata telah menimbulkan potensi masalah di tubuh bangsa ini. Sehingga kedua belah pihak mengklaim kemenangan," ujar Din di Kantor DPP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (10/7/2014).
Din menjelaskan, seharusnya perbedaan hasil hitung cepat bisa dihindarkan, jika masing-masing lembaga survei berpedoman pada kaidah penelitian dan metode yang tepat. Namun, ia khawatir justru hitung cepat lembaga survei dilakukan karena ada pesanan.
Sejauh ini dirinya menyerahkan sepenuhnya kepada lembaga kode etik seperti Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) untuk mengaudit keberadaan survei tersebut. Dari situ, katanya, lembaga survei gampang diukur kepantasannya.
"Seharusnya pemenangnya ada satu. Jika ada perbedaan pasti ada yang salah. Tapi kalau nanti ada lembaga yang tidak benar harus di sanksi," ungkapnya.
Terlepas dari peran lembaga survei, tambah Din, dirinya berharap penyelenggara pemilu seperti KPU dan Bawaslu tetap bersikap netral dan profesional. Apalagi, netralitas KPU dan Bawaslu saat ini diuji menjelang penghitungan resmi (real count) di KPU pada 22 Juli mendatang.
"Selama mereka (penyelenggara pemilu) tidak jujur dan ada intervensi maka membuka peluang bagi konflik di tubuh bangsa ini," tutupnya.
(kri)