Apakah Hasil Quick Count Akurat?
A
A
A
JAKARTA - Pusat Studi Sosial Politik (Puspol) Indonesia menilai klaim kemenangan kubu calon presiden dan calon wakil presiden yang didasarkan atas hitung cepat atau quick count mengandung risiko.
Selain terlalu dini, pengumuman kemenangan yang disandarkan atas quick count juga dapat memicu konflik horizontal. Padahal belum tentu hasil quick count tepat.
"Perlu menjadi catatan bagi semua lembaga survei dari kedua kubu calon Presiden bahwa bisa jadi menang dalam quick count tetapi kalah dalam real count," ujar Direktur Puspol Indonesia, Ubedilah Badrun melalui siaran persnya yang dikirim ke Sindonews, Kami 10 Juli 2014.
Ubedilah pun memaparkan tentang sejumlah hasil quick count pada pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) di sejumlah daerah.
Misalnya pada pemilukada tahun 2013 di Bali. Menurut quick count Saiful Mujani Research Center (SMRC) disebutkan bahwa perolehan suara pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur Puspayoga-Sukrawan 50,2%, sedangkan I Made Mangku Pastika-Sudikerta 49,8%.
Hasil quick count itu didasarkan atas data yang masuk sebesar 99,50%. Ternyata kemudian perhitungan real count KPU, kata dia, hasilnya menunjukkan sebaliknya.
Pada Pemilukada Jawa Timur pada tahun 2008, Pusat Kajian Pengembangan Strategis (Puskaptis) melakukan quick count dengan hasil pasangan Khofifah-Mujiono 50,83% dan Soekarwo-Saifullah Yusuf 49,17% dengan tingkat keyakinan 99%. Ternyata kemudian perhitungan real count KPU hasilnya menunjukan sebaliknya.
Ubedilah mengatakan, saat ini sebaiknya elite politik melakukan sesuati untik menenangkan pendukungnya. "Yang paling tepat saat ini adalah pernyataan elit politik untuk menenangkan pengikutnya dan menahan diri menunggu pengumuman resmi KPU.
Menurut dia, pengumuman kemenangan yang terlalu dini, juga menunjukan hasrat berkuasa yang sangat tinggi dari calon penguasa serta sebagai upaya perang urat saraf.
Ubedilah menilai hasil quick count meragukan karena hanya didasarkan atas sampel perolehan suara di sejumlah tempat pemungutan suara (TPS)..
"Quick count itu masih menggunakan sampel, bahkan ada yang sampelnya 200 TPS. Validitasnya diragukan karena tidak 100% TPS. Berbeda dengan real count yang nanti diumumkan KPU pada 22 Juli," kata Ubedilah.
Selain terlalu dini, pengumuman kemenangan yang disandarkan atas quick count juga dapat memicu konflik horizontal. Padahal belum tentu hasil quick count tepat.
"Perlu menjadi catatan bagi semua lembaga survei dari kedua kubu calon Presiden bahwa bisa jadi menang dalam quick count tetapi kalah dalam real count," ujar Direktur Puspol Indonesia, Ubedilah Badrun melalui siaran persnya yang dikirim ke Sindonews, Kami 10 Juli 2014.
Ubedilah pun memaparkan tentang sejumlah hasil quick count pada pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) di sejumlah daerah.
Misalnya pada pemilukada tahun 2013 di Bali. Menurut quick count Saiful Mujani Research Center (SMRC) disebutkan bahwa perolehan suara pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur Puspayoga-Sukrawan 50,2%, sedangkan I Made Mangku Pastika-Sudikerta 49,8%.
Hasil quick count itu didasarkan atas data yang masuk sebesar 99,50%. Ternyata kemudian perhitungan real count KPU, kata dia, hasilnya menunjukkan sebaliknya.
Pada Pemilukada Jawa Timur pada tahun 2008, Pusat Kajian Pengembangan Strategis (Puskaptis) melakukan quick count dengan hasil pasangan Khofifah-Mujiono 50,83% dan Soekarwo-Saifullah Yusuf 49,17% dengan tingkat keyakinan 99%. Ternyata kemudian perhitungan real count KPU hasilnya menunjukan sebaliknya.
Ubedilah mengatakan, saat ini sebaiknya elite politik melakukan sesuati untik menenangkan pendukungnya. "Yang paling tepat saat ini adalah pernyataan elit politik untuk menenangkan pengikutnya dan menahan diri menunggu pengumuman resmi KPU.
Menurut dia, pengumuman kemenangan yang terlalu dini, juga menunjukan hasrat berkuasa yang sangat tinggi dari calon penguasa serta sebagai upaya perang urat saraf.
Ubedilah menilai hasil quick count meragukan karena hanya didasarkan atas sampel perolehan suara di sejumlah tempat pemungutan suara (TPS)..
"Quick count itu masih menggunakan sampel, bahkan ada yang sampelnya 200 TPS. Validitasnya diragukan karena tidak 100% TPS. Berbeda dengan real count yang nanti diumumkan KPU pada 22 Juli," kata Ubedilah.
(dam)