Wali Kota Solo Minta Warganya Terima Hasil Pilpres

Rabu, 09 Juli 2014 - 11:16 WIB
Wali Kota Solo Minta Warganya Terima Hasil Pilpres
Wali Kota Solo Minta Warganya Terima Hasil Pilpres
A A A
SOLO - Wali Kota Solo FX Hadi Rudyatmo meminta warganya untuk bisa menerima apapun hasil Pemilu Presiden (Pilpres) nanti. Termasuk untuk menjaga kondisi Kota Solo tetap tenang serta tidak mudah terprovokasi.

Menurut Rudy, tindakan anarkis seperti yang terjadi di Solo akibat ketidakpuasan massa 1999 akibat kekalahan Megawati Soekarnoputri dalam pilpres waktu itu, cukup menjadi pengalaman mengerikan yang jangan sampai terulang lagi.

Ia menilai, masyarakat saat ini sudah mulai menyadari dan melek politik dan bisa berpikir secara dewasa dan bisa menerima kekalahan secara legowo. Karena itulah demokrasi.

"Jauh lebih penting menjaga iklim kondusif kota Solo yang sudah lama terbangun. Apalagi digelar pada bulan suci Ramadan, semua harus bisa mengendalikan diri masing-asing," jelas Rudy disela inspeksi ke sejumlah TPS di Solo,Jawa Tengah, Selasa (8/7/2014) malam.

Rudy mengungkapkan meski banyak kalangan yang menilai Solo adalah kota yang rawan konflik, namun bagi siapa yang merasa dirinya rakyat Solo serta merasa memiliki Kota Solo, wajib mengamankan kota agar tetap dingin dan damai.

"Sebagai sekaligus ketua partai saya juga edarkan instruksi berisi larangan berhura-hura dalam bentuk apapun, seandainya pasangan Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) keluar sebagai pemenang, begitu pula sebaliknya," ungkapnya lebih lanjut.

Dalam pilpres ini, jelas Rudy, di Solo Jumlah TPS terdapat 1.272 TPS, tiap TPS jumlah pemilih sekitar 400-500 Orang. Sedangkan untuk jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pilpres 2014 sebanyak 410.583 orang.

Sementara itu Pengamat Politik Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Jawa Tengah Supriyadi menilai kekahwatiran timbulnya kerusuhan pasca pilpres seperti halnya kerusuhan 1998 di Kota Solo terlalu berlebihan.

Pasalnya sekalipun Jokowi kalah dalam pilpres, Kota Solo tidak mungkin akan terjadi kerusuhan. Sebab, kultur konflik yang dianut Kota Solo berbeda dengan kota lainnya.

Konflik yang terjadi di Kota Solo, seperti pada tahun 1998 tersebut bukan disebabkan karena sosok figur. Namun, kerusuhan di Solo tersebut lebih banyak didominasi karena ikatan-ikatan primordial.

"Kebetulan saja waktu itu waktunya bersamaan. Namun sebenarnya konflik di Kota Solo itu condong didominasi oleh ikatan-ikatan primordial. "Jadi ekstrimnya, Jadi kalau mau menghancurkan Solo itu lewat gerakan SARA seperti halnya 1998 lalu," pungkasnya.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6979 seconds (0.1#10.140)