Komunitas Kampus Awasi Pilpres dengan Sistem IT
A
A
A
JAKARTA - Founding Fathers House (FFH) dan komunitas kampus dari berbagai universitas di Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Jawa Timur siap memantau Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2014 agar berlangsung jujur dan adil.
FFH menyebar relawan yang berasal dari komunitas kampus tersebut ke sejumlah tempat pemungutan suara (TPS) untuk melakukan penelitan dan pengawasan dengan menggunakan teknologi informasi (IT) dengan aplikasi yang diberi nama Matar, singkatan dari Mata Rakyat. Matar sendiri berasal dari bahasa sansekerta yang berarti ibu pertiwi.
"FFH dan komunitas kampus akan mengawasi jalannya pemungutan suara di TPS-TPS menggunakan gadget berteknologi tinggi. Dengan aplikasi sistem Matar yang kami ciptakan khusus untuk mengawasi jalannya pemungutan suara, maka kecurangan dan data autentik di lapangan dapat diperoleh real time," kata Sekretaris Jenderal FFH Syahrial Nasution dalam siaran persnya, Minggu (6/7/2014).
Menurut Syahrial, aplikasi sistem Matar yang diciptakan FFH akan mampu mendata tingkat partisipasi pemilih, merekam aktivitas di TPS, kecenderungan pemilih (exit poll), dan perhitungan quick count.
Berbeda dengan sistem pengawasan dan survei yang dilaksanakan manual, aplikasi sistem Matar berbasis GPS dan GPRS. Pendataan responden juga sangat ketat karena menampilkan foto dan sidik jari.
"Termasuk aktivitas recording (merekam) pada setiap penandatanganan berita acara hasil pemungutan suara oleh petugas TPS, pengawas, dan saksi. Termasuk jika ada kejadian luar biasa. Sehingga, dengan penandaan GPS dan sistem berjenjang dalam pengiriman data berbasis GSM, diharapkan tidak akan ada manipulasi baik secara metodologi maupun akurasi data," paparnya.
Menurut Syahrial, target FFH dan komunitas kampus melaksanakan penelitian dan pengawasan pemungutan suara Pilpres 2014 berbasiskan IT adalah untuk mengawal kualitas demokrasi agar berlangsung jujur dan adil. Sehingga, keberhasilan penelitian dan pengawasan Pilpres 2014 berbasiskan IT ini dapat mendorong dilaksanakannya e-voting pada Pemilu 2019.
"Pemilu di India, di mana pemilihnya mencapai 800 juta orang, sudah mampu menggunakan e-voting. Kualitas demokrasi pelaksanaan pemilunya menjadi jauh lebih baik. Jadi, tidak ada alasan di Indonesia tidak dapat dilaksanakan. Dan, rakyat jangan lagi harus mendengar ribut-ribut urusan KPU yang selalu dinilai lambat soal pengiriman logistik pemilu setiap lima tahun," kata Syahrial.
Peniliti Senior FFH Dian Permata menambahkan, lebih dari 400 relawan yang berasal dari komunitas kampus akan disebar ke ratusan TPS yang rentan terhadap kecurangan dan potensi tarik-menarik suara di Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur.
Penempatan ratusan relawan peneliti dan pemantau di wilayah tersebut berdasarkan hasil survei terakhir FFH yang menunjukkan tingginya jumlah pemilih dan kuatnya tarik-menarik suara di antara kandidat presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Menurut dia, pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla dalam beberapa kali survei FFH dan survei yang diumumkan lembaga lainnya selalu menempati posisi suara tertinggi di Jawa Tengah dan DIY.
Di Jawa Timur, kata dia, Jokowi-JK juga didukung Ketua Muslimat NU Khofifah Indar Parawansa dan mantan Ketua PBNU Hasyim Muzadi. "Sementara pasangan Prabowo-Hatta dengan modal dukungan partai koalisi yang besar dan Ketua Tim Sukses Mahfud MD yang dekat dengan ulama karismatik NU juga punya modal kuat meraih simpati suara publik. Sehingga, FFH berkesimpulan bahwa penentu kemenangan dua kandidat presiden tersebut ada di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur," papar Dian.
Adapun kampus yang dilibatkan dalam pengamanan pilpres ini adalah Universitas Negeri Semarang (Unnes), Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Universitas Diponegoro (Undip), Universitas PGRI Semarang, Universitas Stikubank Semarang, Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Universitas Brawijaya (UB) Malang, Universitas Dr Soetomo (Unitomo) Surabaya, Universitas Negeri Surabaya (Unesa), IAIN Sunan Ampel Surabaya, ITS, Universitas Pembangunan Nasional Veteran (UPN) Jatim, dan Universitas Trunojoyo Madura (UTM).
FFH menyebar relawan yang berasal dari komunitas kampus tersebut ke sejumlah tempat pemungutan suara (TPS) untuk melakukan penelitan dan pengawasan dengan menggunakan teknologi informasi (IT) dengan aplikasi yang diberi nama Matar, singkatan dari Mata Rakyat. Matar sendiri berasal dari bahasa sansekerta yang berarti ibu pertiwi.
"FFH dan komunitas kampus akan mengawasi jalannya pemungutan suara di TPS-TPS menggunakan gadget berteknologi tinggi. Dengan aplikasi sistem Matar yang kami ciptakan khusus untuk mengawasi jalannya pemungutan suara, maka kecurangan dan data autentik di lapangan dapat diperoleh real time," kata Sekretaris Jenderal FFH Syahrial Nasution dalam siaran persnya, Minggu (6/7/2014).
Menurut Syahrial, aplikasi sistem Matar yang diciptakan FFH akan mampu mendata tingkat partisipasi pemilih, merekam aktivitas di TPS, kecenderungan pemilih (exit poll), dan perhitungan quick count.
Berbeda dengan sistem pengawasan dan survei yang dilaksanakan manual, aplikasi sistem Matar berbasis GPS dan GPRS. Pendataan responden juga sangat ketat karena menampilkan foto dan sidik jari.
"Termasuk aktivitas recording (merekam) pada setiap penandatanganan berita acara hasil pemungutan suara oleh petugas TPS, pengawas, dan saksi. Termasuk jika ada kejadian luar biasa. Sehingga, dengan penandaan GPS dan sistem berjenjang dalam pengiriman data berbasis GSM, diharapkan tidak akan ada manipulasi baik secara metodologi maupun akurasi data," paparnya.
Menurut Syahrial, target FFH dan komunitas kampus melaksanakan penelitian dan pengawasan pemungutan suara Pilpres 2014 berbasiskan IT adalah untuk mengawal kualitas demokrasi agar berlangsung jujur dan adil. Sehingga, keberhasilan penelitian dan pengawasan Pilpres 2014 berbasiskan IT ini dapat mendorong dilaksanakannya e-voting pada Pemilu 2019.
"Pemilu di India, di mana pemilihnya mencapai 800 juta orang, sudah mampu menggunakan e-voting. Kualitas demokrasi pelaksanaan pemilunya menjadi jauh lebih baik. Jadi, tidak ada alasan di Indonesia tidak dapat dilaksanakan. Dan, rakyat jangan lagi harus mendengar ribut-ribut urusan KPU yang selalu dinilai lambat soal pengiriman logistik pemilu setiap lima tahun," kata Syahrial.
Peniliti Senior FFH Dian Permata menambahkan, lebih dari 400 relawan yang berasal dari komunitas kampus akan disebar ke ratusan TPS yang rentan terhadap kecurangan dan potensi tarik-menarik suara di Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur.
Penempatan ratusan relawan peneliti dan pemantau di wilayah tersebut berdasarkan hasil survei terakhir FFH yang menunjukkan tingginya jumlah pemilih dan kuatnya tarik-menarik suara di antara kandidat presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Menurut dia, pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla dalam beberapa kali survei FFH dan survei yang diumumkan lembaga lainnya selalu menempati posisi suara tertinggi di Jawa Tengah dan DIY.
Di Jawa Timur, kata dia, Jokowi-JK juga didukung Ketua Muslimat NU Khofifah Indar Parawansa dan mantan Ketua PBNU Hasyim Muzadi. "Sementara pasangan Prabowo-Hatta dengan modal dukungan partai koalisi yang besar dan Ketua Tim Sukses Mahfud MD yang dekat dengan ulama karismatik NU juga punya modal kuat meraih simpati suara publik. Sehingga, FFH berkesimpulan bahwa penentu kemenangan dua kandidat presiden tersebut ada di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur," papar Dian.
Adapun kampus yang dilibatkan dalam pengamanan pilpres ini adalah Universitas Negeri Semarang (Unnes), Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Universitas Diponegoro (Undip), Universitas PGRI Semarang, Universitas Stikubank Semarang, Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Universitas Brawijaya (UB) Malang, Universitas Dr Soetomo (Unitomo) Surabaya, Universitas Negeri Surabaya (Unesa), IAIN Sunan Ampel Surabaya, ITS, Universitas Pembangunan Nasional Veteran (UPN) Jatim, dan Universitas Trunojoyo Madura (UTM).
(dam)