Rekapitulasi Berjenjang Celah Kecurangan di Pilpres 2014
A
A
A
JAKARTA - Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) mencatat, potensi kecurangan bisa terjadi saat penghitungan suara di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014, yang dilakukan secara berjenjang.
JPPR menilai, penghitungan dan rekapitulasi suara dari tingkat Tempat Pemungutan Suara (TPS) sampai kecamatan dan kabupaten kota sangat rawan dimanipulasi.
Sebab, penghitungan dengan model berjenjang baru diterapkan pada pilpres sekarang. Sedangkan di Pilpres 2004 dan Pilpres 2009 langsung dihitung di tingkat kecamatan
"Ketika diterapkan di 2014 ternyata beda. Justru sebaliknya, rekap di desa dan kecamatan untuk merubah suara bukan memerbaiki suara," kata Deputi Koordinator JPPR, Masykurudin Hafidz, saat jumpa pers di Gedung Bawaslu, Jakarta, Senin (23/6/2014).
Belajar dari pengalaman Pemilu Legislatif (Pileg) 2014, katanya, perubahan suara bisa terjadi dari tingkat kelurahan atau desa ke tingkat kecamatan.
Masykur menilai, potensi itu bisa terulang saat penghitungan dan rekapitulasi pilpres dilakukan. Apalagi, imbuh Masykur jika Komisi Pemilihan Umum (KPU) memutuskan Pilpres digelar dua putaran.
Catatan JPPR, potensi tersebut lebih besar terjadi di Pilpres ketimbang di pemilu legislatif. "Kalau dua putaran, maka salah satu akan mengejar kemenangan itu," ucapnya.
"Potensi perubahan suara berjenjang akan dilakukan sejak awal di desa dan kecamatan. Kalau kita lihat lembaga survei, perolehan mereka kan tipis," ungkapnya.
JPPR dalam memantau pergerakan penghitungan dan rekapitulasi berjenjang akan memfokuskan di tingkat TPS sampai kecamatan. Masykur menyatakan, untuk tiap desa akan ditunjuk satu koordinator yang bertugas mengumpulkan informasi sebelum dilaporkan ke Pengawas Pemilu (Panwaslu) di lapangan, jika ditemukan kecurangan.
JPPR menilai, penghitungan dan rekapitulasi suara dari tingkat Tempat Pemungutan Suara (TPS) sampai kecamatan dan kabupaten kota sangat rawan dimanipulasi.
Sebab, penghitungan dengan model berjenjang baru diterapkan pada pilpres sekarang. Sedangkan di Pilpres 2004 dan Pilpres 2009 langsung dihitung di tingkat kecamatan
"Ketika diterapkan di 2014 ternyata beda. Justru sebaliknya, rekap di desa dan kecamatan untuk merubah suara bukan memerbaiki suara," kata Deputi Koordinator JPPR, Masykurudin Hafidz, saat jumpa pers di Gedung Bawaslu, Jakarta, Senin (23/6/2014).
Belajar dari pengalaman Pemilu Legislatif (Pileg) 2014, katanya, perubahan suara bisa terjadi dari tingkat kelurahan atau desa ke tingkat kecamatan.
Masykur menilai, potensi itu bisa terulang saat penghitungan dan rekapitulasi pilpres dilakukan. Apalagi, imbuh Masykur jika Komisi Pemilihan Umum (KPU) memutuskan Pilpres digelar dua putaran.
Catatan JPPR, potensi tersebut lebih besar terjadi di Pilpres ketimbang di pemilu legislatif. "Kalau dua putaran, maka salah satu akan mengejar kemenangan itu," ucapnya.
"Potensi perubahan suara berjenjang akan dilakukan sejak awal di desa dan kecamatan. Kalau kita lihat lembaga survei, perolehan mereka kan tipis," ungkapnya.
JPPR dalam memantau pergerakan penghitungan dan rekapitulasi berjenjang akan memfokuskan di tingkat TPS sampai kecamatan. Masykur menyatakan, untuk tiap desa akan ditunjuk satu koordinator yang bertugas mengumpulkan informasi sebelum dilaporkan ke Pengawas Pemilu (Panwaslu) di lapangan, jika ditemukan kecurangan.
(maf)