Ketua MUI: Parpol Islam sudah lama meninggalkan mesjid
A
A
A
JAKARTA - Turunnya elektabilitas partai-partai Islam dalam Pemilu 2014 dinilai akibat tidak menggunakan mesjid sebagai sarana pengkajian dan pengkaderan politik.
"Parpol Islam sudah lama meninggalkan mesjid," ujar Ketua Majelis Ulama Indonesia KH Achmad Kholil Ridwan di Rumah Polonia, Cipinang Cempedak, Jakarta Timur, Sabtu (7/6/2014).
Dalam mengenalkan kembali fungsi mesjid sebagai tempat pengkajian politik, Achmad melalui forum yang ia namai Pengajian Politik Islam (PPI), secara rutin mulai mengenalkan pengajian politik yang dilakukan di mesjid. Melalui diskusi-diskusi politik yang dilaksanakan PPI, ia telah memecahkan mitos mesjid tidak digunakan sebagai tempat berpolitik.
Menurut Achmad, politik adalah panglima. Karena untuk melakukan perubahan dalam skala besar, umat membutuhkan politik sebagai alatnya. "Untuk menyelamatkan gerbong-gerbong umat Islam, maka lokomotif politik harus direbut," ujarnya.
Baginya, Pilpres 2014 harus dimenangkan umat Islam dengan mendukung partai-partai Islam yang berkoalisi mengusung pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.
"Kalau orang Islam tidak dukung Prabowo-Hatta bersama-sama partai Islam, ia adalah munafik," pungkasnya.
Seperti diketahui, perolehan suara di antara lima partai Islam peserta Pemilu 2014 tidak ada yang melebihi angka 10 persen. Berurutan dari yang terbanyak adalah PKB (9,4%), PAN (7,59%), PKS (6,79%), PPP (6,53%) dan PBB (1,46%).
Turunnya elektabilitas parpol Islam tersebut bukan hanya terjadi belakangan. Hal ini sudah terjadi secara bertahap sejak 1980-an. Perolehan suara partai Islam mulai anjlok pada pemilu 1982. Saat itu muncul jargon pengkafiran terhadap orang-orang Islam yang tidak memilih partai Islam.
"Parpol Islam sudah lama meninggalkan mesjid," ujar Ketua Majelis Ulama Indonesia KH Achmad Kholil Ridwan di Rumah Polonia, Cipinang Cempedak, Jakarta Timur, Sabtu (7/6/2014).
Dalam mengenalkan kembali fungsi mesjid sebagai tempat pengkajian politik, Achmad melalui forum yang ia namai Pengajian Politik Islam (PPI), secara rutin mulai mengenalkan pengajian politik yang dilakukan di mesjid. Melalui diskusi-diskusi politik yang dilaksanakan PPI, ia telah memecahkan mitos mesjid tidak digunakan sebagai tempat berpolitik.
Menurut Achmad, politik adalah panglima. Karena untuk melakukan perubahan dalam skala besar, umat membutuhkan politik sebagai alatnya. "Untuk menyelamatkan gerbong-gerbong umat Islam, maka lokomotif politik harus direbut," ujarnya.
Baginya, Pilpres 2014 harus dimenangkan umat Islam dengan mendukung partai-partai Islam yang berkoalisi mengusung pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.
"Kalau orang Islam tidak dukung Prabowo-Hatta bersama-sama partai Islam, ia adalah munafik," pungkasnya.
Seperti diketahui, perolehan suara di antara lima partai Islam peserta Pemilu 2014 tidak ada yang melebihi angka 10 persen. Berurutan dari yang terbanyak adalah PKB (9,4%), PAN (7,59%), PKS (6,79%), PPP (6,53%) dan PBB (1,46%).
Turunnya elektabilitas parpol Islam tersebut bukan hanya terjadi belakangan. Hal ini sudah terjadi secara bertahap sejak 1980-an. Perolehan suara partai Islam mulai anjlok pada pemilu 1982. Saat itu muncul jargon pengkafiran terhadap orang-orang Islam yang tidak memilih partai Islam.
(kri)