Ahli Pastikan Rekanan Hambalang Langgar Hukum
A
A
A
JAKARTA - Direktur Pusat Kajian Negara dan Daerah Universitas Patria Artha Makassar Siswo Sujanto memastikan rekanan proyek pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang, Bogor, Jawa Barat, melanggar sejumlah aturan hukum.
Siswo Sujanto dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi ahli dalam sidang lanjutan terdakwa mantan Kepala Divisi Konstruksi I PT Adhi Karya Teuku Bagus Mokhamad Noor di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jalan HR Rasuna Said, Jakarta, Selasa (3/6/2014).
Rekanan yang dimaksud yakni Kerja Sama Operasi PT Adhi Karya-PT Wijaya Karya (KSO Adhi-Wika), pemenang tender jasa konstruksi/fisik proyek Hambalang milik Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora).
Menurut Siswo secara prinsip, rekanan tidak boleh mengajukan tagihan berdasarkan progres/perkembangan perkiraan proyek. Dalam prinsip pemerintah ada prinsip dan peraturan menyebutkan, pemerintah tidak boleh menderita kerugian akibat perbuatan rekanan.
"Oleh karena itu pembayaran harus dilakukan pada saat kesepakatan sudah selesai. Kecuali uang muka atau kegiatan akhir tahun yang butuh kebijakan. Dalam kesehariaan pekerjaan belum selesai pembayaran tidak boleh dilakukan," kata Siswo di depan majelis hakim.
Penegasan ini menguatkan dakwaan JPU terhadap Teuku Bagus bahwa yang bersangkutan telah melawan hukum dalam mengajukan permohonan pembayaran kepada Kemenpora tidak didasarkan pada progres pekerjaan sesungguhnya, melainkan laporan perkembangan fisik prediksi.
Pengajuan itu dilakukan setelah kontrak induk 2010-2012 Rp1,077 miliar dan kontrak anak 2010 Rp246,238 miliar ditandatangani pada 10 Desember 2010. Akibat pengajuan tersebut, secara keseluruhan pada 2010 KSO mendapat pembayaran Rp217,317 miliar setelah dipotong pajak.
Padahal per 15 Desember 2010 pelaksanaan pekerjaan konstruksi baru mencapai 0,75 persen atau Rp551,039 miliar. Seharusnya pembayaran dilakukan sesuai dengan prestasi pekerjaan yang ditetapkan dalam kontrak.
Ketua JPU I Kadek Wiradana kemudian menanyakan apakah dari keterangan Siswo itu berarti rekanan mengajukan tagihan harus ada reasilsi rill yang sudah dilakukan? Siswo pun membenarkan. "Oh iya. Harus," jawabnya.
Menurut Siswo, kerugian negara itu bidangnya sangat luas. Karenanya dibagi menjadi tiga sub bidang. Ketiganya yakni, pengelola fiskal, moneter dan pengelola negara yang dipisahkan. Dalam pengertian pengelola negara yang dipisahkan ini di Indonesia dikenal Badan Usaha Milik Negera (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
"Uang Hambalang uang negara, uang APBN. Untuk proyek Hambalang kalau tidak membeirkan manfaat sepanjang umur yang diharapkan negara maka alami kerugian. Manfaat yang tidak tercapai maka kerugiannya kerugian total," tandasnya.
Siswo Sujanto dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi ahli dalam sidang lanjutan terdakwa mantan Kepala Divisi Konstruksi I PT Adhi Karya Teuku Bagus Mokhamad Noor di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jalan HR Rasuna Said, Jakarta, Selasa (3/6/2014).
Rekanan yang dimaksud yakni Kerja Sama Operasi PT Adhi Karya-PT Wijaya Karya (KSO Adhi-Wika), pemenang tender jasa konstruksi/fisik proyek Hambalang milik Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora).
Menurut Siswo secara prinsip, rekanan tidak boleh mengajukan tagihan berdasarkan progres/perkembangan perkiraan proyek. Dalam prinsip pemerintah ada prinsip dan peraturan menyebutkan, pemerintah tidak boleh menderita kerugian akibat perbuatan rekanan.
"Oleh karena itu pembayaran harus dilakukan pada saat kesepakatan sudah selesai. Kecuali uang muka atau kegiatan akhir tahun yang butuh kebijakan. Dalam kesehariaan pekerjaan belum selesai pembayaran tidak boleh dilakukan," kata Siswo di depan majelis hakim.
Penegasan ini menguatkan dakwaan JPU terhadap Teuku Bagus bahwa yang bersangkutan telah melawan hukum dalam mengajukan permohonan pembayaran kepada Kemenpora tidak didasarkan pada progres pekerjaan sesungguhnya, melainkan laporan perkembangan fisik prediksi.
Pengajuan itu dilakukan setelah kontrak induk 2010-2012 Rp1,077 miliar dan kontrak anak 2010 Rp246,238 miliar ditandatangani pada 10 Desember 2010. Akibat pengajuan tersebut, secara keseluruhan pada 2010 KSO mendapat pembayaran Rp217,317 miliar setelah dipotong pajak.
Padahal per 15 Desember 2010 pelaksanaan pekerjaan konstruksi baru mencapai 0,75 persen atau Rp551,039 miliar. Seharusnya pembayaran dilakukan sesuai dengan prestasi pekerjaan yang ditetapkan dalam kontrak.
Ketua JPU I Kadek Wiradana kemudian menanyakan apakah dari keterangan Siswo itu berarti rekanan mengajukan tagihan harus ada reasilsi rill yang sudah dilakukan? Siswo pun membenarkan. "Oh iya. Harus," jawabnya.
Menurut Siswo, kerugian negara itu bidangnya sangat luas. Karenanya dibagi menjadi tiga sub bidang. Ketiganya yakni, pengelola fiskal, moneter dan pengelola negara yang dipisahkan. Dalam pengertian pengelola negara yang dipisahkan ini di Indonesia dikenal Badan Usaha Milik Negera (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
"Uang Hambalang uang negara, uang APBN. Untuk proyek Hambalang kalau tidak membeirkan manfaat sepanjang umur yang diharapkan negara maka alami kerugian. Manfaat yang tidak tercapai maka kerugiannya kerugian total," tandasnya.
(hyk)