Birokrasi Pemda Bikin Pembayaran Kapitasi Mandek
A
A
A
JAKARTA - Pengamat Kesehatan Universitas Indonesia (UI) Hasbullah Thabrany mengatakan, keterlambatan pembayaran kapitasi disebabkan oleh birokrasi pemerintah daerah (pemda) yang beraneka ragam.
Menurutnya, Idealnya pembayaran kapitasi langsung diberikan kepada Puskesmas. "Birokrasi di daerah itu memang manja. Jadi dana tersebut langsung dipakai Puskesmas tanpa ada pemotongan dari Pemda," katanya saat ditemui KORAN SINDO di Jakarta, Minggu 1 Juni 2014.
Saat ini, BPJS kesehatan bersama IDI serta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bersama-sama malakukan advokasi agar pemda segera mencairkan dana kapitasi tersebut. Karena menyebbakan pelayanan yang tidak akan bagus dan maksimal.
Jika hal tersebut sulit dilakukan, maka biarkan nasyarakat daftar langsung ke dokter praktek swasta atau klinik. Karena jika dana kapitasi langsung diberikan maka dokter di sana dapat memberikan pelayanan seperti pemberian obat yang bagus, serta sebagai kontrol di pelayanan kesehatan.
"Mereka dapat berikan kontrol pelayanan termasuk usaha promotif dan preventif. Kalau begini ada gap, yang terima uangnya siapa, tetapi dokter yang disuruh kerja keras," ujar Hasbullah.
Menurut dia, pemberian kapitasi kepada Puskesmas memang bermasalah. Karena secara konseptual memang tidak cocok membayar kapitasi di Puskesmas, seharusnya pembayaran kapitasi disesuaikan oleh mekanisme pasar dan diberikan langsung kepada dokter sebagai kontrol pelayanan.
Saat ini uang yang masuk ke dalam kas daerah tidak sepenuhnya dapat di awasi oleh dokter. Maka kedepan BPJS kesahatan dapat mempengaruhi pesertanya untuk pindah. Dengan begitu akan ada persaingan Puskesmas oleh daerah dengan praktik swasta mandiri.
"Ini ada baiknya mereka akan memercepat pencairan dana kapitasi. Jika turun lebih cepat maka akan berpengaruh pada pelayanan. Jika tidak suka mereka keluar saja," tegasnya.
Menurutnya, Idealnya pembayaran kapitasi langsung diberikan kepada Puskesmas. "Birokrasi di daerah itu memang manja. Jadi dana tersebut langsung dipakai Puskesmas tanpa ada pemotongan dari Pemda," katanya saat ditemui KORAN SINDO di Jakarta, Minggu 1 Juni 2014.
Saat ini, BPJS kesehatan bersama IDI serta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bersama-sama malakukan advokasi agar pemda segera mencairkan dana kapitasi tersebut. Karena menyebbakan pelayanan yang tidak akan bagus dan maksimal.
Jika hal tersebut sulit dilakukan, maka biarkan nasyarakat daftar langsung ke dokter praktek swasta atau klinik. Karena jika dana kapitasi langsung diberikan maka dokter di sana dapat memberikan pelayanan seperti pemberian obat yang bagus, serta sebagai kontrol di pelayanan kesehatan.
"Mereka dapat berikan kontrol pelayanan termasuk usaha promotif dan preventif. Kalau begini ada gap, yang terima uangnya siapa, tetapi dokter yang disuruh kerja keras," ujar Hasbullah.
Menurut dia, pemberian kapitasi kepada Puskesmas memang bermasalah. Karena secara konseptual memang tidak cocok membayar kapitasi di Puskesmas, seharusnya pembayaran kapitasi disesuaikan oleh mekanisme pasar dan diberikan langsung kepada dokter sebagai kontrol pelayanan.
Saat ini uang yang masuk ke dalam kas daerah tidak sepenuhnya dapat di awasi oleh dokter. Maka kedepan BPJS kesahatan dapat mempengaruhi pesertanya untuk pindah. Dengan begitu akan ada persaingan Puskesmas oleh daerah dengan praktik swasta mandiri.
"Ini ada baiknya mereka akan memercepat pencairan dana kapitasi. Jika turun lebih cepat maka akan berpengaruh pada pelayanan. Jika tidak suka mereka keluar saja," tegasnya.
(maf)