Memaknai koalisi

Minggu, 18 Mei 2014 - 14:06 WIB
Memaknai koalisi
Memaknai koalisi
A A A
PEMILU Legislatif 2014 sudah terlewati dan berdasarkan hasil perhitungan cepat yang dilakukan oleh sejumlah lembaga survei Indonesia seperti Lingkaran Survei Indonesia, Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Indikator Politik Indonesia dan Indonesia Research Center, tidak ada satupun partai yang mendapat perolehan suara lebih dari 20% pada Pemilu Legislatif 9 April 2014. Data yang diperoleh dari Indonesia Research Center pada posisi pertama diduduki oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dengan perolehan suara sebesar 18,98%, posisi kedua Partai Golongan Karya (Golkar) 14,9%, dan disusul Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) 11,9%.

Sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Pasal 9 bahwa Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah nasional dalam Pemilu anggota DPR, sebelum pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Dari gambaran perolehan suara yang dilakukan oleh sejumlah lembaga survei Indonesia, proses koalisi pada Pemilu 2014 dapat disimak saat ini berjalan sangat ketat pada ketiga partai yang mendapat perolehan suara lebih banyak dibanding sembilan partai lainnya.

Koalisi adalah persekutuan, gabungan atau aliansi beberapa unsur, di mana dalam kerja samanya, masing-masing memiliki kepentingan sendiri-sendiri. Aliansi seperti ini mungkin bersifat sementara atau berasas manfaat. Dalam pemerintahan dengan sistem parlementer, sebuah pemerintahan koalisi adalah sebuah pemerintahan yang tersusun dari koalisi beberapa partai. Menurut Fachmi Basyaib dalam bukunya yang berjudul Teori Pembuatan Keputusan koalisi secara inheren tidak stabil dikarenakan dibangun berdasarkan aliansi sesaat, koalisi akan terancam jika muncul peluang baru yang lebih baik bagi pihak-pihak yang berkoalisi. Untuk itu pembentukan koalisi harus dilakukan melalui proses hitung-hitungan secara cermat dan tidak hanya menitikberatkan pada kekuasaan sesaat.

Kesamaan ideologi dan perjuangan bisa dijadikan sebagai salah satu kriteria untuk berkoalisi, sehingga tercipta alur yang jelas dalam berkoalisi. Namun kesamaan ideologi dan perjuangan pun belum cukup, seperti yang terjadi pada Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang secara terang-terangan menghindari koalisi dengan partai religius Islam dan membuka pintu sebesar-besarnya untuk berkoalisi dengan partai nasionalis karena luka masa lalu. Niat baik (good will) harus menjadi ruh bagi para partai yang ingin berkoalisi untuk membangun bangsa Indonesia menjadi lebih baik. Selain itu memperjelas aturan main dalam koalisi untuk menghindari benturan-benturan dengan sesama teman sekandang.

Bangunan koalisi yang nampak kuat pun diperlihatkan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Nasional Demokrat (Nasdem) yang memiliki kesamaan ideologi sehingga hubungan keduanya terlihat harmonis dengan mengusung koalisi anti transaksional dan lebih mementingkan untuk memperkokoh pemerintahan di Indonesia dalam koalisinya. Koalisi memang seharusnya bukan untuk kepentingan elite melainkan untuk kepentingan publik. Koalisi yang hanya berbicara mengenai pembagian kekuasaan, poros koalisi, siapa yang menjadi calon Presiden dan siapa yang menjadi wakil Presiden, partai mana yang harus menjadi partner koalisi tidak akan bertemu dengan kepentingan rakyat banyak.

Lain hal lagi bangunan koalisi yang dibentuk oleh Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), yakni koalisi gemuk atau koalisis tenda besar, dengan membangun komunikasi dengan enam partai lainnya yaitu Partai Demokrat, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Amanat Nasional (PAN), termasuk juga Partai Golongan Karya (Golkar) terlalu sibuk berbicara mengenai berbagai kepentingan elite dan sharing power untuk memperkuat pemerintahannya kelak. Partai yang diketuai oleh Aburizal Bakrie pun berniat membuat koalisi besar, meski sampai saat ini belum terlihat dengan siapa Partai Golongan Karya (Golkar) akan bekerja sama. Alangkah baiknya bahwa setiap partai politik di Indonesia menyadari bahwa ini bukanlah semata-mata masalah kekuasaan, tapi bagaimana bangunan koalisi yang dibentuk mampu membawa Indonesia ke arah yang lebih baik.

WULAN MAULIDA
Peneliti The Political Literacy Institute
(hyk)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7470 seconds (0.1#10.140)