Cawapres potensial versi survei FFH
A
A
A
Sindonews.com - Sejumlah kalangan menilai figur Mahfud MD dan M. Jusuf Kalla (JK) sebagai cawapres potensial pada Pilpres 2014. Keduanya memiliki modal sosial dan politik yang tertinggi apabila dipasangkan dengan calon presiden (capres) manapun.
Peneliti Senior Founding Fathers House (FFH) Dian Permata mengatakan, peluang dan kesempatan Mahfud MD dan JK dipinang oleh para capres lebih terbuka.
Hal ini karena keduanya punya kedekatan dengan partai. Mahfud MD misalnya, memiliki kedekatan dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Begitu juga dengan JK, mantan wakil presiden (wapres) ini memiliki kedekatan dengan Partai Golkar.
"Sebab mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu pernah menjadi elite PKB dan saat ini, sudah berkoalisi dengan PDIP," kata Dian Permana saat diskusi Mantenan Politik 2014-2019:Versi Rakyat vs Versi Elite yang digelar di FFH, Jakarta, Kamis 15 Mei 2014.
Menurut Dian, para capres harus hati-hati dalam memilih cawapres untuk bertarung di Pilpres 2014. Sebab, salah dalam memilih akan berakibat fatal. Kapabilitas, faktor kepribadian, visi misi atau program kerja merupakan faktor yang harus dipertimbangkan.
Berdasarkan hasil penelitian, sebanyak 40,74 persen pemilih menjadikan kapabilitas capres-cawapres sebagai pertimbangan untuk menentukan pilihan pada pilres mendatang. Kemudian, 19,9 persen karena faktor kepribadian. Sedangkan faktor visi misi atau program kerja 15,51 persen.
Selain itu, sebanyak 13,45 persen melihat rekam jejaknya, kemudian 3,45 persen latar belakang agama, sedangkan latar belakang suku sebesar 1,86 persen. Sementara, 0,84 persen faktor lainnya dan 0,98 persen tidak tahu atau tidak menjawab.
"Jadi dalam memilih itu harus jelas dan terukur, tidak asal. Karena kawin kontraknya lima tahun dan bisa dilanjutkan lagi di lima tahun kedua. Jangan sampai cerai di tengah jalan," paparnya.
Karena itu, cawapres yang akan dipilih harus memiliki faktor penambah nilai dan bukan penguran nilai. Ini penting dilakukan agar saat kampanye pilpres dimulai mampu mengantisipasi attacking campaign.
"Memiliki rekam jejak jelas, tidak ada kaitan dengan hukum di masa lalu ataupun di masa yang akan datang. Diindentifikasikan korupsi dan sebagainya. Ini sudah harus diantisipasi," katanya.
Dian menambahkan, dalam survei yang dilaksanakan pada 11 April-14 Mei di 34 provinsi dengan jumlah sampel 1.090 orang. Tingkat kepercayaan sebesar 95 persen dan margin of error tiga persen. Responden adalah mereka yang memiliki hak pilih pada pilpres serta bukan anggota TNI/Polri aktif.
Hasilnya, kata dia, ditemukan bahwa 95,70 persen sangat suka dengan tipe capres dan cawapres cerdas, kemudian 97,70 persen sangat suka tipe yang tegas. Dan 96,30 persen menyukai capres dan cawapres jujur atau bersih.
Selain itu, 95,60 persen sangat suka dengan tipe konsisten. Kemudian 97 persen sangat suka tipe merakyat. "Sebanyak 93,90 persen suka tipe nasionalis dan 90,20 persen sangat suka dengan tipe religius," pungkasnya.
Peneliti Senior Founding Fathers House (FFH) Dian Permata mengatakan, peluang dan kesempatan Mahfud MD dan JK dipinang oleh para capres lebih terbuka.
Hal ini karena keduanya punya kedekatan dengan partai. Mahfud MD misalnya, memiliki kedekatan dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Begitu juga dengan JK, mantan wakil presiden (wapres) ini memiliki kedekatan dengan Partai Golkar.
"Sebab mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu pernah menjadi elite PKB dan saat ini, sudah berkoalisi dengan PDIP," kata Dian Permana saat diskusi Mantenan Politik 2014-2019:Versi Rakyat vs Versi Elite yang digelar di FFH, Jakarta, Kamis 15 Mei 2014.
Menurut Dian, para capres harus hati-hati dalam memilih cawapres untuk bertarung di Pilpres 2014. Sebab, salah dalam memilih akan berakibat fatal. Kapabilitas, faktor kepribadian, visi misi atau program kerja merupakan faktor yang harus dipertimbangkan.
Berdasarkan hasil penelitian, sebanyak 40,74 persen pemilih menjadikan kapabilitas capres-cawapres sebagai pertimbangan untuk menentukan pilihan pada pilres mendatang. Kemudian, 19,9 persen karena faktor kepribadian. Sedangkan faktor visi misi atau program kerja 15,51 persen.
Selain itu, sebanyak 13,45 persen melihat rekam jejaknya, kemudian 3,45 persen latar belakang agama, sedangkan latar belakang suku sebesar 1,86 persen. Sementara, 0,84 persen faktor lainnya dan 0,98 persen tidak tahu atau tidak menjawab.
"Jadi dalam memilih itu harus jelas dan terukur, tidak asal. Karena kawin kontraknya lima tahun dan bisa dilanjutkan lagi di lima tahun kedua. Jangan sampai cerai di tengah jalan," paparnya.
Karena itu, cawapres yang akan dipilih harus memiliki faktor penambah nilai dan bukan penguran nilai. Ini penting dilakukan agar saat kampanye pilpres dimulai mampu mengantisipasi attacking campaign.
"Memiliki rekam jejak jelas, tidak ada kaitan dengan hukum di masa lalu ataupun di masa yang akan datang. Diindentifikasikan korupsi dan sebagainya. Ini sudah harus diantisipasi," katanya.
Dian menambahkan, dalam survei yang dilaksanakan pada 11 April-14 Mei di 34 provinsi dengan jumlah sampel 1.090 orang. Tingkat kepercayaan sebesar 95 persen dan margin of error tiga persen. Responden adalah mereka yang memiliki hak pilih pada pilpres serta bukan anggota TNI/Polri aktif.
Hasilnya, kata dia, ditemukan bahwa 95,70 persen sangat suka dengan tipe capres dan cawapres cerdas, kemudian 97,70 persen sangat suka tipe yang tegas. Dan 96,30 persen menyukai capres dan cawapres jujur atau bersih.
Selain itu, 95,60 persen sangat suka dengan tipe konsisten. Kemudian 97 persen sangat suka tipe merakyat. "Sebanyak 93,90 persen suka tipe nasionalis dan 90,20 persen sangat suka dengan tipe religius," pungkasnya.
(maf)