Komnas HAM pernah panggil Prabowo
A
A
A
Sindonews.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pernah hendak memeriksa mantan Komandan Jenderal Komandan Pasukan Khusus (Kopassus) Prabowo Subianto. Namun tidak terlaksana karena Prabowo tidak hadir.
Komisioner Komnas HAM Roichatul Aswidah mengungkapkan, Prabowo pernah diundang untuk memberikan keterangan terkait kasus penculikan aktivis pada tahun 2006.
Saat itu, Ketua Komnas HAM dipimpin oleh Abdul Hakim Garuda Nusantara. "Namun Prabowo tidak datang," kata Roichatul dalam jumpa pers di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Rabu (7/5/2014).
Hal itu disampaikan Roichatul saat menerima sejumlah aktivis HAM dan keluarga kasus penghilangan paksa, di Kantor Komnas HAM di Jakarta. Para aktivis mendesak Komnas HAM segera memeriksa Prabowo dan Kivlan Zen.
Komnas HAM, kata Roichatul, menilai Prabowo layak diperiksa.Sebab, pada saat peristiwa itu terjadi, Prabowo menjabat sebagai Danjen Kopassus.
Seperti diketahui, pasukan elite di TNI Angkatan Darat, Kopassus, pernah membentuk tim operasi rahasia yang bernama "Tim Mawar". Tim ini ditugaskan menculik para aktivis.
Roichatul mengatakan, Komnas HAM pernah sempat mengupayakan kembali pemeriksaan terhadap Prabowo. Namun, kata dia, pemeriksaan itu tak kunjung terwujud karena Pengadilan Negeri Jakarta tidak juga memberikan persetujuan pemanggilan paksa terhadap Prabowo.
Tahun 2006, Komnas HAM menggelar penyelidikan pro yustisia sesuai dengan UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Salah satu bagian dari penyelidikan itu antara lain pemeriksaan terhadap Prabowo dan sejumlah orang lainnya yang diduga terlibat kasus penculikan aktivis.
Paiaan siahaan, ayah dari aktivis yang hilang Ucok Munandar Siahaan mengatakan Komnas HAM harus segera memeriksa Prabowo dan Kivlan Zen, mantan Kepala Staf Kostrad TNI AD. Kivlan pernah mengatakan bahwa dirinya mengetahui operasi penculikan aktivis sekaligus keberadaan korban penculikan pada saat ini.
Oleh karena itu, kata Paiaan, Komnas HAM jangan lagi mengulur-ulur waktu atau menunda pemeriksaan terhadap Prabowo dan Kivlan. Dia mengatakan, langkah dirinya bersama keluarga korban pelanggaran HAM meminta Prabowo dan Kivlan diperiksa tidak ada kaitannya dengan politik atau pemilu.
"Kami sudah berjuang selama 16 tahun untuk mencari dan meminta kejelasaan atas keberadaan anak saya. Saya hanya meminta kepastian hukum, apakah anak saya sudah meninggal atau masih hidup. Saya tidak ada kaitannya dengan pemilu," ujarnya.
Hal senada disampaikan, Sumarsih, ibunda dari salah satu korban pelanggaran HAM. Dia berharap Komnas HAM menuntaskan kasus pelanggaran HAM yang terjadi pada masa lalu.
Menurut Sumarsih, Komnas HAM memiliki tanggung jawab moral untuk menyeret para pelaku pelanggaran HAM masa lalu ke pengadilan.
"Kami keluarga korban memperjuangan kasus pelanggaran HAM masa lalu agar bisa dibawa ke pengadilan HAM ad hoc sesuai undang-undang yang berlaku," kata Sumarsih.
Komisioner Komnas HAM Roichatul Aswidah mengungkapkan, Prabowo pernah diundang untuk memberikan keterangan terkait kasus penculikan aktivis pada tahun 2006.
Saat itu, Ketua Komnas HAM dipimpin oleh Abdul Hakim Garuda Nusantara. "Namun Prabowo tidak datang," kata Roichatul dalam jumpa pers di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Rabu (7/5/2014).
Hal itu disampaikan Roichatul saat menerima sejumlah aktivis HAM dan keluarga kasus penghilangan paksa, di Kantor Komnas HAM di Jakarta. Para aktivis mendesak Komnas HAM segera memeriksa Prabowo dan Kivlan Zen.
Komnas HAM, kata Roichatul, menilai Prabowo layak diperiksa.Sebab, pada saat peristiwa itu terjadi, Prabowo menjabat sebagai Danjen Kopassus.
Seperti diketahui, pasukan elite di TNI Angkatan Darat, Kopassus, pernah membentuk tim operasi rahasia yang bernama "Tim Mawar". Tim ini ditugaskan menculik para aktivis.
Roichatul mengatakan, Komnas HAM pernah sempat mengupayakan kembali pemeriksaan terhadap Prabowo. Namun, kata dia, pemeriksaan itu tak kunjung terwujud karena Pengadilan Negeri Jakarta tidak juga memberikan persetujuan pemanggilan paksa terhadap Prabowo.
Tahun 2006, Komnas HAM menggelar penyelidikan pro yustisia sesuai dengan UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Salah satu bagian dari penyelidikan itu antara lain pemeriksaan terhadap Prabowo dan sejumlah orang lainnya yang diduga terlibat kasus penculikan aktivis.
Paiaan siahaan, ayah dari aktivis yang hilang Ucok Munandar Siahaan mengatakan Komnas HAM harus segera memeriksa Prabowo dan Kivlan Zen, mantan Kepala Staf Kostrad TNI AD. Kivlan pernah mengatakan bahwa dirinya mengetahui operasi penculikan aktivis sekaligus keberadaan korban penculikan pada saat ini.
Oleh karena itu, kata Paiaan, Komnas HAM jangan lagi mengulur-ulur waktu atau menunda pemeriksaan terhadap Prabowo dan Kivlan. Dia mengatakan, langkah dirinya bersama keluarga korban pelanggaran HAM meminta Prabowo dan Kivlan diperiksa tidak ada kaitannya dengan politik atau pemilu.
"Kami sudah berjuang selama 16 tahun untuk mencari dan meminta kejelasaan atas keberadaan anak saya. Saya hanya meminta kepastian hukum, apakah anak saya sudah meninggal atau masih hidup. Saya tidak ada kaitannya dengan pemilu," ujarnya.
Hal senada disampaikan, Sumarsih, ibunda dari salah satu korban pelanggaran HAM. Dia berharap Komnas HAM menuntaskan kasus pelanggaran HAM yang terjadi pada masa lalu.
Menurut Sumarsih, Komnas HAM memiliki tanggung jawab moral untuk menyeret para pelaku pelanggaran HAM masa lalu ke pengadilan.
"Kami keluarga korban memperjuangan kasus pelanggaran HAM masa lalu agar bisa dibawa ke pengadilan HAM ad hoc sesuai undang-undang yang berlaku," kata Sumarsih.
(dam)