BMKG prediksi badai el nino ancam Indonesia
A
A
A
Sindonews.com - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memperkirakan el nino akan kembali menimpa Indonesia. Gejala gangguan iklim ini akan memperpanjang musim kemarau yang suhunya akan makin kering.
Kepala BMKG Andi Eka Sakya mengatakan, el nino diperkirakan terjadi pada Agustus atau September 2014. Dampak terburuknya adalah, musim kemarau akan menjadi lebih panjang dari yang biasanya dan musim hujan pun akan tertunda lagi.
Suhu di Indonesia juga diperkirakan akan menjadi semakin kering karena el nino ini. “Kita melihat begitu (potensi el nino). Perkiraan kami musim kemarau akan lebih panjang dan memundurkan waktu awal musim hujan,” kata Andi Eka, usai Testimoni Sekolah Lapang Iklim di Hotel Mercure, Jakarta, Rabu (23/4/2014).
Andi menambahkan, el nino diakibatkan oleh naiknya suhu permukaan laut Samudera Pasifik sekitar khatulistiwa bagian tengah dan timur. Naiknya suhu di Samudera Pasifik ini mengakibatkan perubahan pola angin dan curah hujan yang ada di atasnya.
Pada saat normal hujan banyak turun di Australia dan Indonesia. Namun akibat el nino ini hujan banyak turun di Samudera Pasifik sedangkan di Australia dan Indonesia menjadi kering.
Akan tetapi, dari pengamatan BMKG, el nino yang bakal terjadi ini masih bersifat moderat. Maksudnya ialah terjangan el nino di Indonesia tidak akan berlangsung lama. Namun pemerintah tetap harus memastikan kewaspadaan terutama stok kebutuhan air bersih di daerah yang mengalami kekeringan.
Selain itu, bagaimana mengatur tanaman apa yang mesti ditanam di lahan-lahan pertanian dan perkebunan sehingga mereka tidak merugi. “Potensi kebakaran hutan akan kembali lagi di el nino nanti,” terangnya.
Andi menerangkan, untuk membantu memfasilitasi petani agar mengerti perubahan iklim terhadap masa tanam dengan bahasa yang mudah dimengerti. BMKG membentuk sekolah lapang iklim dimana petani akan belajar bagaimana parameter cuaca dan pengukurannya.
Lalu kaitannya dengan komoditas pertumbuhan tanaman mulai dari pembenihan hingga panen. Dia menjelaskan, dari sekolah lapang iklim yang sudah berjalan di 25 provinsi ada pengakuan dari Bali yang menyatakan hasil panen terutama padi melonjak panenya dari lima ton menjadi sembilan ton.
“Hal ini menjadi bukti bahwa kita bisa meningkatkan atau menjaga ketahanan pangan dengan cara memahami perubahan iklim. Harapan kami dapat memperluas wilayah pengembangan sekolah ini,” ungkapnya.
Kepala BMKG Andi Eka Sakya mengatakan, el nino diperkirakan terjadi pada Agustus atau September 2014. Dampak terburuknya adalah, musim kemarau akan menjadi lebih panjang dari yang biasanya dan musim hujan pun akan tertunda lagi.
Suhu di Indonesia juga diperkirakan akan menjadi semakin kering karena el nino ini. “Kita melihat begitu (potensi el nino). Perkiraan kami musim kemarau akan lebih panjang dan memundurkan waktu awal musim hujan,” kata Andi Eka, usai Testimoni Sekolah Lapang Iklim di Hotel Mercure, Jakarta, Rabu (23/4/2014).
Andi menambahkan, el nino diakibatkan oleh naiknya suhu permukaan laut Samudera Pasifik sekitar khatulistiwa bagian tengah dan timur. Naiknya suhu di Samudera Pasifik ini mengakibatkan perubahan pola angin dan curah hujan yang ada di atasnya.
Pada saat normal hujan banyak turun di Australia dan Indonesia. Namun akibat el nino ini hujan banyak turun di Samudera Pasifik sedangkan di Australia dan Indonesia menjadi kering.
Akan tetapi, dari pengamatan BMKG, el nino yang bakal terjadi ini masih bersifat moderat. Maksudnya ialah terjangan el nino di Indonesia tidak akan berlangsung lama. Namun pemerintah tetap harus memastikan kewaspadaan terutama stok kebutuhan air bersih di daerah yang mengalami kekeringan.
Selain itu, bagaimana mengatur tanaman apa yang mesti ditanam di lahan-lahan pertanian dan perkebunan sehingga mereka tidak merugi. “Potensi kebakaran hutan akan kembali lagi di el nino nanti,” terangnya.
Andi menerangkan, untuk membantu memfasilitasi petani agar mengerti perubahan iklim terhadap masa tanam dengan bahasa yang mudah dimengerti. BMKG membentuk sekolah lapang iklim dimana petani akan belajar bagaimana parameter cuaca dan pengukurannya.
Lalu kaitannya dengan komoditas pertumbuhan tanaman mulai dari pembenihan hingga panen. Dia menjelaskan, dari sekolah lapang iklim yang sudah berjalan di 25 provinsi ada pengakuan dari Bali yang menyatakan hasil panen terutama padi melonjak panenya dari lima ton menjadi sembilan ton.
“Hal ini menjadi bukti bahwa kita bisa meningkatkan atau menjaga ketahanan pangan dengan cara memahami perubahan iklim. Harapan kami dapat memperluas wilayah pengembangan sekolah ini,” ungkapnya.
(maf)