Di Twitter, JK paling populer
A
A
A
Sindonews.com - Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) Jusuf Kalla ramai dibicarakan sebagai calon wakil presiden di jejaring sosial. Prapancha Research (PR), nama JK ditemukan sebagai kandidat yang paling positif diperbincangkan di Twitter dibanding yang lain.
"Dalam topik cawapres, adalah Jusuf Kalla," kata Adi Ahdiat, Peneliti PR, Selasa (22/4/2014).
Dalam sebulan terakhir (22 Maret-21 April), cuit tentang pencawapresan JK mencapai 20.170 cuit. Di peringkat kedua, ada Mahfud MD dengan 9.041 cuit. Diikuti Muhaimin dengan 8.132 cuit, kemudian Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dengan 5.479 cuit.
Sisanya, secara berurutan ada Gita Wirjawan (5.437 cuit), Hatta Rajasa (5.521 cuit), Dahlan Iskan (5.154 cuit), dan Ryamizard Ryacudu (1.246 cuit). Namun JK tidak berhenti sebagai kandidat cawapres yang paling marak diperbincangkan.
"Kuantitas perbincangan tidak langsung menentukan kualitas seorang kandidat. Untuk menentukan kualitasnya, tentu kita pun harus melihat kecenderungan tone atau sentimen pembicaraan terkait masing-masing tokoh, apakah positif, netral, atau negatif," ujar Adi.
Berdasarkan hasil pantauan terhadap sentimen pembicaraan dari sebagian twit yang diambil secara acak berlapis sebagai sampel, nama JK kembali mencuat. Hal ini karena pembicaraan tentang JK bukan hanya frekuensinya tinggi, tetapi sentimennya juga cenderung positif. "JK memperoleh indeks sentimen positif tertinggi. Diikuti Mahfud MD dan kemudian Ahok," tutur Adi.
PR yakin pengamatanya tidak banyak terganggu oleh akun anonim yang dipekerjakan untuk mengangkat kandidat-kandidat tertentu. Berbeda dengan aplikasi penghitung suara jejaring sosial yang umumnya bekerja automatis berdasarkan algoritma dan mudah diretas, PR memantau dan memilah manual perbincangan yang berkembang.
"Beberapa kandidat tampak dipuja-puji oleh akun-akun robot atau bayaran. Tapi dengan pantauan manual, kami dapat menyingkirkan perbincangan semacam itu. Untuk menentukan sentimen pembicaraan, kami mengambil sampel secara acak berlapis dengan berpatokan pada margin of error 3 persen," tutur Adi.
Tren yang ditemukan oleh PR ini pun konsisten dengan tren yang ditemukan oleh berbagai riset. "Seperti kita tahu, dalam survei-survei elektabilitas Jokowi mencapai titik tertinggi bila dipasangkan dengan JK. Tren ini rupanya bisa kita temukan pula di jejaring sosial," ujarnya.
"Dalam topik cawapres, adalah Jusuf Kalla," kata Adi Ahdiat, Peneliti PR, Selasa (22/4/2014).
Dalam sebulan terakhir (22 Maret-21 April), cuit tentang pencawapresan JK mencapai 20.170 cuit. Di peringkat kedua, ada Mahfud MD dengan 9.041 cuit. Diikuti Muhaimin dengan 8.132 cuit, kemudian Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dengan 5.479 cuit.
Sisanya, secara berurutan ada Gita Wirjawan (5.437 cuit), Hatta Rajasa (5.521 cuit), Dahlan Iskan (5.154 cuit), dan Ryamizard Ryacudu (1.246 cuit). Namun JK tidak berhenti sebagai kandidat cawapres yang paling marak diperbincangkan.
"Kuantitas perbincangan tidak langsung menentukan kualitas seorang kandidat. Untuk menentukan kualitasnya, tentu kita pun harus melihat kecenderungan tone atau sentimen pembicaraan terkait masing-masing tokoh, apakah positif, netral, atau negatif," ujar Adi.
Berdasarkan hasil pantauan terhadap sentimen pembicaraan dari sebagian twit yang diambil secara acak berlapis sebagai sampel, nama JK kembali mencuat. Hal ini karena pembicaraan tentang JK bukan hanya frekuensinya tinggi, tetapi sentimennya juga cenderung positif. "JK memperoleh indeks sentimen positif tertinggi. Diikuti Mahfud MD dan kemudian Ahok," tutur Adi.
PR yakin pengamatanya tidak banyak terganggu oleh akun anonim yang dipekerjakan untuk mengangkat kandidat-kandidat tertentu. Berbeda dengan aplikasi penghitung suara jejaring sosial yang umumnya bekerja automatis berdasarkan algoritma dan mudah diretas, PR memantau dan memilah manual perbincangan yang berkembang.
"Beberapa kandidat tampak dipuja-puji oleh akun-akun robot atau bayaran. Tapi dengan pantauan manual, kami dapat menyingkirkan perbincangan semacam itu. Untuk menentukan sentimen pembicaraan, kami mengambil sampel secara acak berlapis dengan berpatokan pada margin of error 3 persen," tutur Adi.
Tren yang ditemukan oleh PR ini pun konsisten dengan tren yang ditemukan oleh berbagai riset. "Seperti kita tahu, dalam survei-survei elektabilitas Jokowi mencapai titik tertinggi bila dipasangkan dengan JK. Tren ini rupanya bisa kita temukan pula di jejaring sosial," ujarnya.
(dam)