Pengamat: Caleg stres salah parpol
A
A
A
Sindonews.com - Pasca Pemilu 2014 banyak bermunculan calon anggota legislatif (caleg) yang berperilaku aneh. Para caleg ini mengalami depresi karena tidak memperoleh dukungan sesuai dengan yang diharapkan.
Pengamat Sosial dan Budaya Universitas Indonesia, Devie Rahmawati mengatakan fenomena caleg stres' yang tengah menjadi buah bibir ini karena tidak adanya bimbingan dari partai politik untuk memberikan pendidikan politik kepada kadernya.
"Ibarat sedang ada di medan pertempuran mereka tidak dimiliki 'persenjataan' sehingga mereka kalah. Sebab mereka sebelumnya tidak tahu medan pertempuran seperti apa" ujar Devie saat dihubungi oleh Sindonews, Senin (14/4).
Senjata yang dimaksudkan oleh Devie adalah para petarung dalam hal ini caleg harus memiliki pengetahuan tentang pemilu, termasuk risiko bila tidak terpilih.
"Caleg hanya tahu kalau mau menang harus mengeluarkan uang. Pandangan itu yang salah" tuturnya.
Pandangan itu membuat caleg yang gagal menjadi wakil rakyat kemudian tumbang dalam segi ekonomi, sosial maupun psikisnya sendiri. "Misalnya seorang ayah menjadi caleg, uangnya habis untuk pemilu kemudian tidak terpilih, ekonomi dan psikisnya pun 'tumbang'. Lingkungan terdekat seperti anak istri maupun tetangga pun pasti akan terkena dampaknya" ujarnya.
Menurut Devie, pihak yang paling bertanggung jawab untuk hal ini adalah partai politik . "Saya bilang tadi mereka (caleg) tidak dimodali tanda kutip yaitu pengetahuan dan jaringan" tukasnya.
Pengamat Sosial dan Budaya Universitas Indonesia, Devie Rahmawati mengatakan fenomena caleg stres' yang tengah menjadi buah bibir ini karena tidak adanya bimbingan dari partai politik untuk memberikan pendidikan politik kepada kadernya.
"Ibarat sedang ada di medan pertempuran mereka tidak dimiliki 'persenjataan' sehingga mereka kalah. Sebab mereka sebelumnya tidak tahu medan pertempuran seperti apa" ujar Devie saat dihubungi oleh Sindonews, Senin (14/4).
Senjata yang dimaksudkan oleh Devie adalah para petarung dalam hal ini caleg harus memiliki pengetahuan tentang pemilu, termasuk risiko bila tidak terpilih.
"Caleg hanya tahu kalau mau menang harus mengeluarkan uang. Pandangan itu yang salah" tuturnya.
Pandangan itu membuat caleg yang gagal menjadi wakil rakyat kemudian tumbang dalam segi ekonomi, sosial maupun psikisnya sendiri. "Misalnya seorang ayah menjadi caleg, uangnya habis untuk pemilu kemudian tidak terpilih, ekonomi dan psikisnya pun 'tumbang'. Lingkungan terdekat seperti anak istri maupun tetangga pun pasti akan terkena dampaknya" ujarnya.
Menurut Devie, pihak yang paling bertanggung jawab untuk hal ini adalah partai politik . "Saya bilang tadi mereka (caleg) tidak dimodali tanda kutip yaitu pengetahuan dan jaringan" tukasnya.
(dam)