Bawaslu jangan tebang pilih tindak pelanggar kampanye
A
A
A
Sindonews.com - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengaku sedang mempelajari dugaan kampanye politik uang yang dilakukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan para petinggi Partai Demokrat saat kegiatan kampanye nasional dan rapat umum terbuka di di Lapangan Tegalega, Kota Bandung, Jawa Barat, Minggu 30 Maret 2014.
Menanggapi dugaan ini, pengamat politik dari Pusat Kajian dan kebijakan Pembangunan Strategis (Puskaptis), Husin Yazid mengatakan, ini bukan lagi dugaan, tapi sudah fakta.
"Itu (pelanggaran) sudah fakta dan dilihat banyak orang. Secepatnya Bawaslu mengambil langkah dan tindakan," kata Husin saat dihubungi Sindonews, Kamis 3 April 2014.
Menurutnya, dengan Bawaslu mengambil tindakan tegas, tentu akan berdampak positif bagi Bawaslu. "Sehingga masyarakat percaya dengan Bawaslu. Kalau ini (pelanggaran) tidak diambil tindakan, masyarakat akan antipati, terhadap pelaksanaan pileg (pemilu legislatif) besok," ucapnya.
"Imbasnya golput (golongan putih) tinggi, partisipasi rendah pemilih. Padahal ini sudah disorot oleh media. Bawaslu tidak boleh tebang pilih. Apapun sanksinya berikan, apa itu teguran atau bahkan diskualifikasi yang lebih parah," pungkasnya.
Sebelumnya, saat kegiatan kampanye Partai Demokrat, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bersama struktur partai, diduga melakukan politik uang dengan modus pemberian bola sepak dengan cara ditendang dan dilempar ke peserta kampanye.
Atas kejadian tersebut, Panitia Pengawas Pemilu Jawa Barat, menilai aksi yang dilakukan SBY Cs masuk dalam kategori pelanggaran pidana pemilu, dan sah untuk direkomendasikan kepada Bawaslu pusat.
"Dokumentasi kami, hal itu antara lain dilakukan Yudhoyono, Ibu Ani Yudhoyono, Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono, dan Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan. Pihak yang dapat terkena pidana pemilu adalah pelaksana kampanye, bisa pengurus partai, juru kampanye, atau caleg," ungkap Koordinator Divisi Hukum Badan Pengawas Pemilu Jawa Barat, Yusuf Kurnia.
Adapun, terkait peristiwa aksi bagi-bagi bola sepak yang ditendang ke peserta kampanye, hal tersebut masuk dalam kewenangan Panwas daerah bersama Gerakan Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) setempat. Tetapi, Bawaslu RI berhak untuk memberi pertimbangan apakah aksi tersebut masuk pada pelanggaran atau tidak.
Yusuf berpendapat, pemberian bola sepak masuk dalam kategori politik uang yang melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 serta Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 1 Tahun 2013 tentang Pedoman Pelaksanaan Kampanye Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD.
Pada Pasal 16 dijelaskan, barang atau kebutuhan kampanye yang boleh dibagikan saat kampanye berbentuk seperti kartu nama, selebaran, pulpen, blocknote, topi, kaus, payung, dan kalender dengan mencantumkan pesan atau materi kampanye. Di luar itu tak dibolehkan dan masuk pada pelanggaran kampanye, termasuk pemberian bola sepak.
"Pasal 86 dan 301 UU Nomor 8/2012 memuat larangan pemberian uang atau barang dalam kampanye. Pelanggaran ini tergolong politik uang karena pelaksana kampanye tidak memberikan bahan kampanye, tetapi bola sepak," tambah Yusuf.
Menanggapi dugaan ini, pengamat politik dari Pusat Kajian dan kebijakan Pembangunan Strategis (Puskaptis), Husin Yazid mengatakan, ini bukan lagi dugaan, tapi sudah fakta.
"Itu (pelanggaran) sudah fakta dan dilihat banyak orang. Secepatnya Bawaslu mengambil langkah dan tindakan," kata Husin saat dihubungi Sindonews, Kamis 3 April 2014.
Menurutnya, dengan Bawaslu mengambil tindakan tegas, tentu akan berdampak positif bagi Bawaslu. "Sehingga masyarakat percaya dengan Bawaslu. Kalau ini (pelanggaran) tidak diambil tindakan, masyarakat akan antipati, terhadap pelaksanaan pileg (pemilu legislatif) besok," ucapnya.
"Imbasnya golput (golongan putih) tinggi, partisipasi rendah pemilih. Padahal ini sudah disorot oleh media. Bawaslu tidak boleh tebang pilih. Apapun sanksinya berikan, apa itu teguran atau bahkan diskualifikasi yang lebih parah," pungkasnya.
Sebelumnya, saat kegiatan kampanye Partai Demokrat, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bersama struktur partai, diduga melakukan politik uang dengan modus pemberian bola sepak dengan cara ditendang dan dilempar ke peserta kampanye.
Atas kejadian tersebut, Panitia Pengawas Pemilu Jawa Barat, menilai aksi yang dilakukan SBY Cs masuk dalam kategori pelanggaran pidana pemilu, dan sah untuk direkomendasikan kepada Bawaslu pusat.
"Dokumentasi kami, hal itu antara lain dilakukan Yudhoyono, Ibu Ani Yudhoyono, Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono, dan Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan. Pihak yang dapat terkena pidana pemilu adalah pelaksana kampanye, bisa pengurus partai, juru kampanye, atau caleg," ungkap Koordinator Divisi Hukum Badan Pengawas Pemilu Jawa Barat, Yusuf Kurnia.
Adapun, terkait peristiwa aksi bagi-bagi bola sepak yang ditendang ke peserta kampanye, hal tersebut masuk dalam kewenangan Panwas daerah bersama Gerakan Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) setempat. Tetapi, Bawaslu RI berhak untuk memberi pertimbangan apakah aksi tersebut masuk pada pelanggaran atau tidak.
Yusuf berpendapat, pemberian bola sepak masuk dalam kategori politik uang yang melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 serta Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 1 Tahun 2013 tentang Pedoman Pelaksanaan Kampanye Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD.
Pada Pasal 16 dijelaskan, barang atau kebutuhan kampanye yang boleh dibagikan saat kampanye berbentuk seperti kartu nama, selebaran, pulpen, blocknote, topi, kaus, payung, dan kalender dengan mencantumkan pesan atau materi kampanye. Di luar itu tak dibolehkan dan masuk pada pelanggaran kampanye, termasuk pemberian bola sepak.
"Pasal 86 dan 301 UU Nomor 8/2012 memuat larangan pemberian uang atau barang dalam kampanye. Pelanggaran ini tergolong politik uang karena pelaksana kampanye tidak memberikan bahan kampanye, tetapi bola sepak," tambah Yusuf.
(maf)