Memahami iklan politik

Rabu, 05 Maret 2014 - 06:26 WIB
Memahami iklan politik
Memahami iklan politik
A A A
SETIAP Pemilu 1999, 2004, 2009 sampai menjelang Pemilu 2014 banyak sekali media televisi yang setiap saat memberikan terpaan informasi kepada masyarakat. Baik dalam iklan konvensional maupun iklan politik.

Televisi sebagai salah satu media penyiaran yang berkembang pesat di Indonesia. Salah satu yang berkompetisi dalam pasar adalah Metro TV, RCTI, MMC TV, TRANS TV, INDOSIAR. Setiap harinya audiens mendapatkan terpaan informasi yang begitu besar, bahkan Al-Ries dan Jack Trout memberikan istilah keadaan tersebut dengan overcommunicated society. Di mana semua informasi berupa pesan baik di dalam surat kabar, buku, majalah, radio, televisi, CD, film, koran, event sponsorships disebut dengan istilah iklan.

Advertising is the structure and composed nonpersonal communication of information, usually paid for and usually persuasive in nature, about products (good, service and ideas) by identified sponsors through various media. (Iklan adalah penyampaian informasi bukan pesan personal yang terstruktur dan tersusun, mengenai suatu produk, baik barang, jasa, atau ide yang dibayar oleh sponsor yang di kenal, melalui berbagai macam media).

Menjelang Pemilu 2014, banyaknya iklan politik yang ditayangkan di berbagai macam stasiun televisi mengandung pesan yang tersirat yang ingin disampaikan oleh partai politik kepada masyarakat. Baik dimanfaatkan dalam publisitas untuk menginformasikan visi misi partai politik, strategi politik, kepedulian partai politik dalam isu yang diambil dalam tayangan setiap iklan yang diinformasikan kepada masyarakat, mengakibatkan adanya respon baik dari masyarakat terhadap partai politik serta meyakinkan masyarakat bahwa partai politik tersebut peduli atas realitas yang terjadi di Indonesia.

Banyaknya partai politik yang berkompetisi dalam Pemilu 2014 ini mengakibatkan banyaknya terpaan iklan politik kepada masyarakat dengan berbagai slogan partai politik masing-masing. Tidak hanya partai politik tetapi tokoh-tokoh pemimpin yang akan diusung oleh masing-masing partai politik untuk menggantikan jabatan Susilo Bambang Yudhoyono ditayangkan dalam iklan politik.

Dalam penayangan iklan politik, partai politik semakin frontal dalam mengkonsep iklan yang akan di informasikan ke masyarakat. Adanya pembentukan opini yang dilakukan oleh partai politik yang lolos verifikasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) seperti Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Demokrat, Partai Gerindra, Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Nasional Demokrat (Nasdem) untuk menciptakan kejadian yang sesungguhnya di dalam masyarakat.

Adanya konstruksi sosial iklan politik merupakan cara realitas baru dapat dikonstruksi oleh media melalui interaksi simbolis serta adanya proses pelembagaan dari iklan politik. Walaupun skenario dikonstruksi oleh iklan politik tetapi peranan audiens dapat mempengaruhi dalam menentukan-menentukan pilihan. Serta televisi bukan satu-satunya media iklan yang sangat menentukan.

Walaupun televisi memiliki kemampuan yang tidak dimiliki oleh media manapun. Tapi dengan menonton iklan televisi tidak otomatis menjadi seseorang dapat menentukan keputusannya. Menurut Irwan saputra dan Ibnu Hamad, adanya faktor-faktor publik internal dan eksternal media yang mempengaruhi yaitu realitas, strategi pembentukan kejadian, sistem sosial yang terjadi di dalam masyarakat. Serta adanya kekuatan dalam masyarakat untuk menentukan pilihan dan dominasi dari beberapa kepentingan yang menentukan pilihan dari iklan televisi.

Iklan politik di televisi dapat diidentifikasi sebagai kampanye partai politik berbasis media massa. Dengan pendekatan ini seyogianya parpol dapat melakukan prosesi kampanye yang dapat mewujudkan ke dalam bentuk yang lebih transformatif dan komprehensif. Saatnya parpol-parpol di Indonesia menggunakan kampanye dengan pendekatan modern, yakni berbasis literasi politik tidak hanya menggunakan media massa dalam melakukan kampanye dan tidak melakukan terpaan informasi tanpa mengetahui makna yang terkandung dalam iklan.

Politik citra yang dibuat dalam iklan politik bukan semata-mata sukses membentuk hiperealitas, melainkan memberi kesempatan kepada publik untuk mengetahui platform, komitmen, kredibilitas, dan orientasi masa depan partai politik sehingga memungkinkan munculnya trust yang menjadi penggerak keterpilihan parpol di Pemilu 2014 mendatang.

VANIA UTAMIE SUBIAKTO

Peneliti Muda The Political Literacy Institute
(hyk)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7442 seconds (0.1#10.140)