Memaknai kemenangan politik 2014
A
A
A
MENJELANG Pemilu 9 April 2014, semua partai politik bekerja untuk menggapai kemenangan memperoleh kursi sebanyak banyaknya di DPR. Para calon anggota legislatif (caleg) bekerja dan berkompetisi untuk memperoleh kursi, bahkan tim sukses dan para relawan pendukung caleg juga turut bekerja demi kemenangan calegnya.
Untuk memperoleh kursi di parlemen para caleg semangat bersaing meski harus kompetisi dengan sesama anggota satu partai dan dipastikan ada yang akan berguguran karena jatah kursi yang diperebutkan dalam satu daerah pemilihan untuk DPRD tidaklah banyak, sementara yang berebut kursi jumlahnya ratusan.
Dimungkinkan juga gesekan sesama anak bangsa terjadi antar caleg dari satu partai maupun antar caleg partai politik yang berbeda. Kursi yang diperebutkan di DPR RI juga tidaklah banyak hanya 550 kursi, sementara yang berebut kursi jumlahnya ribuan.
Artinya akan ada ribuan caleg yang berguguran. Ketika para caleg berguguran, partai politik perlu membuat antisipasi. Kanalisasi ide-ide para caleg dan kanalisasi psikologis para caleg yang gagal perlu disiapkan partai politik. Jika tidak, realitas menumpuknya caleg yang gagal ini akan menjadi problem tersendiri bagi partai politik.
Bahkan tidak sedikit karena stres yang tinggi akibat kegagalan, mereka harus merasakan ruangan khusus bagi penderita gangguan jiwa. Sebab penulis menemukan situasi psikologis para kompetitor dalam pemilu ini memang penuh tekanan, intrik, sakit hati, dan beban psikologis yang berat lainnya.
Faktor kemenangan
Tentu tidak ada satupun partai dan caleg yang mau bertarung di arena pemilu dengan tujuan gagal, semuanya mau bertarung dengan target ingin menang. Bahkan hampir tidak sedikit partai yang sama-sama ingin menjadi tiga besar pemenang. Karena hasrat ingin menang ini begitu kuat maka telah banyak strategi dilakukan partai politik untuk menggapai kemenangan gemilang.
Optimisme dibangun oleh masing masing partai dan ditanamkan kuat kuat pada para calegnya dengan beragam pertemuan. Ada semacam harapan harapan 'surgawi' dan misi-misi 'suci' yang melekat dalam bayang-bayang pikiran para caleg.
Persoalannya kemudian tidaklah mudah untuk memperoleh kemenangan. Kemenangan politik membutuhkan persiapan. Kemenangan politik juga memerlukan kerja kerja sistematis yang panjang. Kemenangan politik juga memerlukan modal sosial yang luas. Kemenangan politik juga membutuhkan modal ekonomi yang tidak sedikit.
Sebut saja misalnya temuan Pusat Studi Sosial Politik Indonesia (Puspol Indonesia) bahwa para caleg DPR RI yang ada di Jakarta mengeluarkan biaya antara Rp200 juta sampai Rp1,5 miliar. Angka yang tentu saja jika digunakan untuk bisnis di sektor perdagangan sudah cukup untuk digunakan dalam memulai sebuah usaha.
Dalam politik seringkali kemenangan diperoleh karena lima faktor. Pertama, faktor popularitas. Faktor popularitas ini dimiliki seseorang bisa karena secara alamiah ia memang memiliki magnet untuk menjadi populer. Ia telah menyedot perhatian publik dengan sejumlah kelebihan kelebihannya dan sejumlah aktivitasnya yang diterima publik secara luas.
Tetapi dalam politik popularitas seseorang juga bisa didesign atau direkayasa atau bahkan 'dibeli' dengan sejumlah uang. Tidak sedikit orang ingin populer dengan melakukan berbagai cara. Dalam The Modern Prince Antonio Gramsci (1971) pernah mengingatkan soal haus popularitas ini yang ia sebut sebagai penyakit manusia modern.
Kedua, faktor modal ekonomi. Faktor ini juga menjadi salah satu faktor penentu kemenangan. Semakin besar modal ekonomi seseorang maka semakin tinggi peluangnya untuk mendapatkan kemenangan. Karena dengan uang yang banyak ia dengan mudah memenuhi kebutuhan material dirinya dan pemilihnya untuk menggapai kemenangan. Meskipun uang bukanlah segala galanya untuk menang.
Ketiga, faktor marketing politik. Keterampilan memasarkan diri dalam politik juga menjadi salah satu faktor penentu kemenangan. Pada faktor ini dibutuhkan keterampilan khusus dan kreatifitas yang tinggi dari seseorang untuk memasarkan dirinya. Semakin terampil dan kreatif memasarkan diri maka seseorang semakin mudah memperoleh kemenangan.
Keterampilan dan kreatifitas memasarkan diri ini tidaklah membutuhkan modal besar, ia hanya membutuhkan kemampuan berpikir tingkat tinggi dan habitus yang mendukung berkembangnya kreatifitas. Faktanya tidak semua politikus memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi ini.
Keempat, faktor mesin politik. Faktor kemenangan ini dilakukan bukan oleh politikusnya tetapi dilakukan oleh tim yang mau bekerja dan memiliki disiplin kerja yang tinggi untuk mencapai kemenangan. Tim relawan atau tim sukses atau sering juga disebut kader partai adalah mereka yang bekerja secara terorganisir untuk mencapai target kemenangan.
Jika sebuah partai atau politikus minim popularitas, minim uang, minim keterampilan marketing politik, tetapi ia memiliki mesin politik yang solid dan gigih, peluang untuk menang ada pada mereka.
Kelima, faktor integritas politikus atau partai. Integritas seseorang atau partai saat ini menjadi barang mahal, karena integritas itulah yang membuat seseorang menjadi memiliki idealisme yang kuat sekaligus menjadi pilihan rakyat.
Temuan Puspol Indonesia menunjukkan bahwa di sejumlah daerah dalam pemilihan kepala desa dimenangkan oleh mereka yang memiliki integritas, bukan dimenangkan oleh mereka yang populer atau yang punya uang banyak. Begitu juga dalam sejumlah pemilihan kepala daerah.
Kemenangan Substantif
Apa yang dinarasikan diatas adalah kemenangan politik dalam arti yang sangat material atau formal struktural. Selain kemenangan formal struktural, ada makna kemenangan politik yang lebih substansial yaitu kemenangan gagasan mewujudkan kehidupan yang baik. Karena kemenangan gagasan inilah yang sebenarnya inti kemenangan politik dalam arti yang sebenarnya dan dalam arti yang paling klasik.
Pemikir politik klasik seperti Plato dan Aristoteles (450 SM) menamakannya sebagai en dam onia atau the good life. Politik itu sesungguhnya untuk mewujudkan kehidupan yang baik. Pesan penting dari kemenangan gagasan ini adalah, menjadi tidak berarti kemenangan formal struktural jika nihil gagasan.
Kemenangan formal struktural juga tidak berarti jika pun ia punya gagasan tetapi gagasan-gagasan kebaikannya tidak mampu diwujudkan dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat yang paling riil. Lebih hina lagi jika kemenangan formal struktural (mendapatkan kursi parlemen) tetapi ia mengkhianati gagasannya sendiri, mengkhianati janji janjinya sendiri, dan menghianati rakyat yang memilihnya.
Ketika kemenangan formal struktural tidak tercapai, bagi politikus yang memahami kemenangan substansial ia tak kan mengalami beban psikologis yang berat, ia tetap akan lapang dada. Karena kemenangan substansial sesungguhnya bisa diperoleh oleh politikus atau para caleg meski ia tak mendapatkan kemenangan formal struktural.
Hal ini bisa terjadi jika gagasan-gagasan para caleg yang gagal ternyata mampu ditangkap oleh para caleg yang memperoleh kemenangan formal struktural dan mampu direalisasikan. Karenanya kemenangan sesungguhnya bisa dimiliki siapapun.
Tetapi kemenangan itu hanya bisa didapat oleh caleg yang memiliki gagasan-gagasan besar yang pro terhadap kepentingan rakyat banyak dan sekaligus pro terhadap kepentingan nasional. Selamat mendapat kemenangan substansial!
Ubedilah Badrun
Pengamat Politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) & Direktur Puspol Indonesia.
Untuk memperoleh kursi di parlemen para caleg semangat bersaing meski harus kompetisi dengan sesama anggota satu partai dan dipastikan ada yang akan berguguran karena jatah kursi yang diperebutkan dalam satu daerah pemilihan untuk DPRD tidaklah banyak, sementara yang berebut kursi jumlahnya ratusan.
Dimungkinkan juga gesekan sesama anak bangsa terjadi antar caleg dari satu partai maupun antar caleg partai politik yang berbeda. Kursi yang diperebutkan di DPR RI juga tidaklah banyak hanya 550 kursi, sementara yang berebut kursi jumlahnya ribuan.
Artinya akan ada ribuan caleg yang berguguran. Ketika para caleg berguguran, partai politik perlu membuat antisipasi. Kanalisasi ide-ide para caleg dan kanalisasi psikologis para caleg yang gagal perlu disiapkan partai politik. Jika tidak, realitas menumpuknya caleg yang gagal ini akan menjadi problem tersendiri bagi partai politik.
Bahkan tidak sedikit karena stres yang tinggi akibat kegagalan, mereka harus merasakan ruangan khusus bagi penderita gangguan jiwa. Sebab penulis menemukan situasi psikologis para kompetitor dalam pemilu ini memang penuh tekanan, intrik, sakit hati, dan beban psikologis yang berat lainnya.
Faktor kemenangan
Tentu tidak ada satupun partai dan caleg yang mau bertarung di arena pemilu dengan tujuan gagal, semuanya mau bertarung dengan target ingin menang. Bahkan hampir tidak sedikit partai yang sama-sama ingin menjadi tiga besar pemenang. Karena hasrat ingin menang ini begitu kuat maka telah banyak strategi dilakukan partai politik untuk menggapai kemenangan gemilang.
Optimisme dibangun oleh masing masing partai dan ditanamkan kuat kuat pada para calegnya dengan beragam pertemuan. Ada semacam harapan harapan 'surgawi' dan misi-misi 'suci' yang melekat dalam bayang-bayang pikiran para caleg.
Persoalannya kemudian tidaklah mudah untuk memperoleh kemenangan. Kemenangan politik membutuhkan persiapan. Kemenangan politik juga memerlukan kerja kerja sistematis yang panjang. Kemenangan politik juga memerlukan modal sosial yang luas. Kemenangan politik juga membutuhkan modal ekonomi yang tidak sedikit.
Sebut saja misalnya temuan Pusat Studi Sosial Politik Indonesia (Puspol Indonesia) bahwa para caleg DPR RI yang ada di Jakarta mengeluarkan biaya antara Rp200 juta sampai Rp1,5 miliar. Angka yang tentu saja jika digunakan untuk bisnis di sektor perdagangan sudah cukup untuk digunakan dalam memulai sebuah usaha.
Dalam politik seringkali kemenangan diperoleh karena lima faktor. Pertama, faktor popularitas. Faktor popularitas ini dimiliki seseorang bisa karena secara alamiah ia memang memiliki magnet untuk menjadi populer. Ia telah menyedot perhatian publik dengan sejumlah kelebihan kelebihannya dan sejumlah aktivitasnya yang diterima publik secara luas.
Tetapi dalam politik popularitas seseorang juga bisa didesign atau direkayasa atau bahkan 'dibeli' dengan sejumlah uang. Tidak sedikit orang ingin populer dengan melakukan berbagai cara. Dalam The Modern Prince Antonio Gramsci (1971) pernah mengingatkan soal haus popularitas ini yang ia sebut sebagai penyakit manusia modern.
Kedua, faktor modal ekonomi. Faktor ini juga menjadi salah satu faktor penentu kemenangan. Semakin besar modal ekonomi seseorang maka semakin tinggi peluangnya untuk mendapatkan kemenangan. Karena dengan uang yang banyak ia dengan mudah memenuhi kebutuhan material dirinya dan pemilihnya untuk menggapai kemenangan. Meskipun uang bukanlah segala galanya untuk menang.
Ketiga, faktor marketing politik. Keterampilan memasarkan diri dalam politik juga menjadi salah satu faktor penentu kemenangan. Pada faktor ini dibutuhkan keterampilan khusus dan kreatifitas yang tinggi dari seseorang untuk memasarkan dirinya. Semakin terampil dan kreatif memasarkan diri maka seseorang semakin mudah memperoleh kemenangan.
Keterampilan dan kreatifitas memasarkan diri ini tidaklah membutuhkan modal besar, ia hanya membutuhkan kemampuan berpikir tingkat tinggi dan habitus yang mendukung berkembangnya kreatifitas. Faktanya tidak semua politikus memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi ini.
Keempat, faktor mesin politik. Faktor kemenangan ini dilakukan bukan oleh politikusnya tetapi dilakukan oleh tim yang mau bekerja dan memiliki disiplin kerja yang tinggi untuk mencapai kemenangan. Tim relawan atau tim sukses atau sering juga disebut kader partai adalah mereka yang bekerja secara terorganisir untuk mencapai target kemenangan.
Jika sebuah partai atau politikus minim popularitas, minim uang, minim keterampilan marketing politik, tetapi ia memiliki mesin politik yang solid dan gigih, peluang untuk menang ada pada mereka.
Kelima, faktor integritas politikus atau partai. Integritas seseorang atau partai saat ini menjadi barang mahal, karena integritas itulah yang membuat seseorang menjadi memiliki idealisme yang kuat sekaligus menjadi pilihan rakyat.
Temuan Puspol Indonesia menunjukkan bahwa di sejumlah daerah dalam pemilihan kepala desa dimenangkan oleh mereka yang memiliki integritas, bukan dimenangkan oleh mereka yang populer atau yang punya uang banyak. Begitu juga dalam sejumlah pemilihan kepala daerah.
Kemenangan Substantif
Apa yang dinarasikan diatas adalah kemenangan politik dalam arti yang sangat material atau formal struktural. Selain kemenangan formal struktural, ada makna kemenangan politik yang lebih substansial yaitu kemenangan gagasan mewujudkan kehidupan yang baik. Karena kemenangan gagasan inilah yang sebenarnya inti kemenangan politik dalam arti yang sebenarnya dan dalam arti yang paling klasik.
Pemikir politik klasik seperti Plato dan Aristoteles (450 SM) menamakannya sebagai en dam onia atau the good life. Politik itu sesungguhnya untuk mewujudkan kehidupan yang baik. Pesan penting dari kemenangan gagasan ini adalah, menjadi tidak berarti kemenangan formal struktural jika nihil gagasan.
Kemenangan formal struktural juga tidak berarti jika pun ia punya gagasan tetapi gagasan-gagasan kebaikannya tidak mampu diwujudkan dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat yang paling riil. Lebih hina lagi jika kemenangan formal struktural (mendapatkan kursi parlemen) tetapi ia mengkhianati gagasannya sendiri, mengkhianati janji janjinya sendiri, dan menghianati rakyat yang memilihnya.
Ketika kemenangan formal struktural tidak tercapai, bagi politikus yang memahami kemenangan substansial ia tak kan mengalami beban psikologis yang berat, ia tetap akan lapang dada. Karena kemenangan substansial sesungguhnya bisa diperoleh oleh politikus atau para caleg meski ia tak mendapatkan kemenangan formal struktural.
Hal ini bisa terjadi jika gagasan-gagasan para caleg yang gagal ternyata mampu ditangkap oleh para caleg yang memperoleh kemenangan formal struktural dan mampu direalisasikan. Karenanya kemenangan sesungguhnya bisa dimiliki siapapun.
Tetapi kemenangan itu hanya bisa didapat oleh caleg yang memiliki gagasan-gagasan besar yang pro terhadap kepentingan rakyat banyak dan sekaligus pro terhadap kepentingan nasional. Selamat mendapat kemenangan substansial!
Ubedilah Badrun
Pengamat Politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) & Direktur Puspol Indonesia.
(kri)