Operator dikuasai asing, RI rawan disadap

Senin, 17 Februari 2014 - 16:29 WIB
Operator dikuasai asing, RI rawan disadap
Operator dikuasai asing, RI rawan disadap
A A A
Sindonews.com - Kabar tentang penyadapan yang dilakukan Badan Keamanan Nasional AS (National Security Agency/NSA) dan Direktorat Komunikasi Australia terhadap data operator telekomunikasi di Indonesia, membuktikan Indonesia negara rawan disadap.

Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq mengatakan Indonesia dalam posisi rawan penyadapan. Hal itu karena adanya liberalisasi pada operator telekomunikasi.

"Ketika operator telekomunikasi Indonesia sebagiannya dikuasai asing, maka Indonesia dalam posisi yang sangat rawan. Maka saya mengkritisi liberalisasi kepemilikan perusahaan telekomunikasi di Indonesia," kata Mahfudz di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (17/2/2014).

Menurut dia, di negara liberal sekalipun mengenai kepemilikan operator telekomunikasi diawasi dengan ketat.

"Harus diperketat sistem perusahaan telekomunikasinya. Jangan diliberalisasi," tegasnya.

Dia menilai, sistem liberalisasi ini mempermudah negara lain mendapatkan informasi karena memiliki akses dari operator. Karena liberalisasi memungkinkan pihak luak negari mempunyai saham di sebuah operator telekomunikasi.

"Semakin banyak penguasaan asing, membuat Indonesia semakin rawan. Kita mau ngomong bisik-bisik juga kayak ngomong di rumah orang, kedengarannya dari kamar orang," ujarnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, The New York Times melaporkan Australia memantau komunikasi antara Pemerintah Indonesia dan sebuah firma hukum AS yang mewakili Jakarta dalam sengketa perdagangan dengan AS.

Menurut dokumen NSA pada tahun 2012, Direktorat Telekomunikasi Australian telah mengakses data pelanggan dari Indosat. Pada 2013, dokumen lain menyatakan, Australia telah mendapatkan 1,8 juta kunci enskripsi, yang digunakan untuk melindungi komunikasi pribadi milik sebuah operator.

Berita:
Heboh NSA dan Australia sadap RI, ini kata Menlu AS
Ketahuan sadap RI, Australia belokkan ke soal kode etik
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7600 seconds (0.1#10.140)