e-katalog obat belum tuntas, BPJS Kesehatan gunakan DPHO
A
A
A
Sindonews.com - Atasi permasalahan obat di lapangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan menggunakan sistem Daftar Plafon Harga Obat (DPHO). Hal ini dikarenakan penyusunan e-katalog sebagai panduan obat pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) belum selesai.
Direktur Hukum dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Kesehatan, Purnawarman Basundoro mengatakan, penggunaan DPHO merupakan upaya mengatasi ketidaktersedian obat di e-katalog. Penggunaan obat dalam JKN mengacu pada penggunaan Formularium Nasional (Fornas) yang digunakan pada sistem Ina-CBGs di rumah sakit.
"Ini berjalan beriringan, jika di e-katalog tidak tersedia kita gunakan DPHO sebagai panduan," tandasnya saat dihubungi SINDO, Minggu (16/2/2014).
Menurut dia, sebelumnya dalam daftar DPHO terdapat 1.600-1.800 jenis obat yang digunakan di rumah sakit (RS) guna melayani pasien Askes. Dalam perjalanannya sistem ini dapat memenuhi kebutuhan obat pada pasien.
Jadi, penentuan harga obat dimasukan ke dalam e-katalog yang nantinya dimasukan ke dalam pembiyaan. Sampai saat ini pembuatan e-katalog masih berlangusung.
Sementara itu, Kepala Grup Komunikasi dan Hubungan Antar Lembaga BPJS kesehatan Ikhsan mengatakan, pembuatan Fornas dirancang oleh Kementerian Kesehatan nantinya harganya akan dimasukan ke dalam e-katalog beserta jenis obatnya.
Menurut dia, dari daftar Fornas, terdapat 850-an jenis bahan kimia yang nantinya akan dijadikan jenis-jenis obat. Dia mencontohkan, salah satunya jenis kimia obat generik yang nanti dapat digunakan untuk panadol, parasetamol dan jenis obat lainnya.
"Kemungkinan satu jenis kimia obat dapat menghasilkan sampai 10 jenis obat," kata dia.
Untuk itu, dalam pelaksanaan JKN, BPJS kesehatan pada prinsipnya mengikuti sistem Ina CBGs yang di dalamnya sudah termasuk daftar obat. Hal ini digunakan bersama DPHO sambil menunggu rancangan e-katalog selesai.
Kebijakan lainnya, lanjut Ikhsan, Kemenkes sudah mengeluarkan kebijakan untuk penyakit kronis salah satunya seperti hipertensi mendapatkan obat untuk sebulan. Sebelumnya, pasien hanya menggunakan obat untuk satu minggu. Selain itu, khusus obat kemoterapi diberikan di luar Ina CBGs. Kebijakan ini diberikan untuk peserta BPJS kesehatan.
"Khusus obat untuk kanker klaim yang dilakukan langsung oleh apotik yang bekerja sama dengan BPJS kesehatan," ujarnya.
Baca berita:
Kemenkes berjanji perketat pengawasan obat ilegal
Direktur Hukum dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Kesehatan, Purnawarman Basundoro mengatakan, penggunaan DPHO merupakan upaya mengatasi ketidaktersedian obat di e-katalog. Penggunaan obat dalam JKN mengacu pada penggunaan Formularium Nasional (Fornas) yang digunakan pada sistem Ina-CBGs di rumah sakit.
"Ini berjalan beriringan, jika di e-katalog tidak tersedia kita gunakan DPHO sebagai panduan," tandasnya saat dihubungi SINDO, Minggu (16/2/2014).
Menurut dia, sebelumnya dalam daftar DPHO terdapat 1.600-1.800 jenis obat yang digunakan di rumah sakit (RS) guna melayani pasien Askes. Dalam perjalanannya sistem ini dapat memenuhi kebutuhan obat pada pasien.
Jadi, penentuan harga obat dimasukan ke dalam e-katalog yang nantinya dimasukan ke dalam pembiyaan. Sampai saat ini pembuatan e-katalog masih berlangusung.
Sementara itu, Kepala Grup Komunikasi dan Hubungan Antar Lembaga BPJS kesehatan Ikhsan mengatakan, pembuatan Fornas dirancang oleh Kementerian Kesehatan nantinya harganya akan dimasukan ke dalam e-katalog beserta jenis obatnya.
Menurut dia, dari daftar Fornas, terdapat 850-an jenis bahan kimia yang nantinya akan dijadikan jenis-jenis obat. Dia mencontohkan, salah satunya jenis kimia obat generik yang nanti dapat digunakan untuk panadol, parasetamol dan jenis obat lainnya.
"Kemungkinan satu jenis kimia obat dapat menghasilkan sampai 10 jenis obat," kata dia.
Untuk itu, dalam pelaksanaan JKN, BPJS kesehatan pada prinsipnya mengikuti sistem Ina CBGs yang di dalamnya sudah termasuk daftar obat. Hal ini digunakan bersama DPHO sambil menunggu rancangan e-katalog selesai.
Kebijakan lainnya, lanjut Ikhsan, Kemenkes sudah mengeluarkan kebijakan untuk penyakit kronis salah satunya seperti hipertensi mendapatkan obat untuk sebulan. Sebelumnya, pasien hanya menggunakan obat untuk satu minggu. Selain itu, khusus obat kemoterapi diberikan di luar Ina CBGs. Kebijakan ini diberikan untuk peserta BPJS kesehatan.
"Khusus obat untuk kanker klaim yang dilakukan langsung oleh apotik yang bekerja sama dengan BPJS kesehatan," ujarnya.
Baca berita:
Kemenkes berjanji perketat pengawasan obat ilegal
(kri)