Kejagung proses ekstradisi buronan Djoko Chandra
A
A
A
Sindonews.com - Kejaksaan Agung (Kejagung) sampai saat ini masih belum dapat memastikan, kapan pihaknya dapat memulangkan terpidana kasus Bank Bali, Djoko Chandra, yang telah menjadi buronan sejak 2009 lalu.
Wakil Jaksa Agung Andhi Nirwanto mengklaim, sampai saat ini Kejagung masih dalam proses untuk memulangkan Djoko Chandra.
"Masih berproses," kata Andhi di Kejagung, Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Rabu (12/2/2014).
Salah satu cara yang dilakukan oleh Kejagung untuk mengembalikan Djoko Chandra ke Indonesia yakni, membuat perjanjian ekstradisi dengan Papua New Guinea (PNG).
Namun sampai saat ini, Andhi tidak menjelaskan secara detail terkait proses terakhir yang dibahas dengan pihak PNG mengenai pelaksanaan perjanjian ekstradisi tersebut. "Nanti kita lihat, karena masih dalam proses," pungkasnya.
Sebelumnya, Pemerintah RI dan PNG telah menandatangani nota kesepahaman (MoU) terkait dengan perjanjian ekstradisi kedua negara tersebut. Nota yang ditandatangani oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum HAM) Amir Syamsuddin ini adalah, bagian dari 11 nota kesepahaman dalam kunjungan kenegaraan Perdana Menteri PNG, Peter O'Neill dan delegasinya.
Dalam perjanjian ekstradisi ini, diharapkan bisa menjadi jalan keluar dari proses pemulangan Djoko Chandra yang berlarut-larut. Djoko merupakan terdakwa kasus hak tagih Bank Bali 11 Januari 1999. Ia meninggalkan Indonesia dengan pesawat carteran dari Bandara Halim Perdanakusuma di Jakarta ke Port Moresby, PNG pada 10 Juni 2009.
Kepergiannya itu hanya berselang satu hari sebelum Mahkamah Agung (MA) memutuskan perkaranya. MA menyatakan, Djoko Chandra bersalah dengan dihukum penjara dua tahun, harus membayar denda Rp15 juta, serta uangnya di Bank Bali sebesar Rp54 miliar dirampas untuk negara.
Pada 2012, Djoko kemudian menjadi warga negara Papua Nugini dan mengubah namanya menjadi Joe Chan. Selain itu, Djoko Tjandra juga teridentifikasi tinggal di Singapura. Dia diketahui hanya empat kali mengunjungi PNG pada 2011 dengan menggunakan paspor bernama Joe Chan.
Wakil Jaksa Agung Andhi Nirwanto mengklaim, sampai saat ini Kejagung masih dalam proses untuk memulangkan Djoko Chandra.
"Masih berproses," kata Andhi di Kejagung, Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Rabu (12/2/2014).
Salah satu cara yang dilakukan oleh Kejagung untuk mengembalikan Djoko Chandra ke Indonesia yakni, membuat perjanjian ekstradisi dengan Papua New Guinea (PNG).
Namun sampai saat ini, Andhi tidak menjelaskan secara detail terkait proses terakhir yang dibahas dengan pihak PNG mengenai pelaksanaan perjanjian ekstradisi tersebut. "Nanti kita lihat, karena masih dalam proses," pungkasnya.
Sebelumnya, Pemerintah RI dan PNG telah menandatangani nota kesepahaman (MoU) terkait dengan perjanjian ekstradisi kedua negara tersebut. Nota yang ditandatangani oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum HAM) Amir Syamsuddin ini adalah, bagian dari 11 nota kesepahaman dalam kunjungan kenegaraan Perdana Menteri PNG, Peter O'Neill dan delegasinya.
Dalam perjanjian ekstradisi ini, diharapkan bisa menjadi jalan keluar dari proses pemulangan Djoko Chandra yang berlarut-larut. Djoko merupakan terdakwa kasus hak tagih Bank Bali 11 Januari 1999. Ia meninggalkan Indonesia dengan pesawat carteran dari Bandara Halim Perdanakusuma di Jakarta ke Port Moresby, PNG pada 10 Juni 2009.
Kepergiannya itu hanya berselang satu hari sebelum Mahkamah Agung (MA) memutuskan perkaranya. MA menyatakan, Djoko Chandra bersalah dengan dihukum penjara dua tahun, harus membayar denda Rp15 juta, serta uangnya di Bank Bali sebesar Rp54 miliar dirampas untuk negara.
Pada 2012, Djoko kemudian menjadi warga negara Papua Nugini dan mengubah namanya menjadi Joe Chan. Selain itu, Djoko Tjandra juga teridentifikasi tinggal di Singapura. Dia diketahui hanya empat kali mengunjungi PNG pada 2011 dengan menggunakan paspor bernama Joe Chan.
(maf)